Jumat, 21 November 2008

BELAJAR MATEMATIKA ITU MUDAH DAN MENYENANGKAN

BELAJAR MATEMATIKA ITU MUDAH DAN MENYENANGKAN *
Scolastika Mariani**

A. PENDAHULUAN
Era globalisasi mewarnai kehidupan karena sarat dengan informasi, cepat berubah dan penuh persaingan, menggiring manusia untuk tidak sempat beristirahat sekejappun dari berpikir dan berbuat kreatif. (Arismunandar,1996). Lalu pendidikan macam apa yang perlu dipersiapkan untuk menghadapi gejolak dunia yang seperti ini?

Belajar merupakan perjalanan yang tidak pernah berakhir dalam pembinaan dan pemahaman diri. Ini berarti bahwa analisis, perbaikan, inovasi cara-cara belajar dituntut agar tetap dapat mengikuti tuntutan jaman. Proses pendidikan sekolah dan keluarga sampai saat ini didominasi oleh struktur berpikir linier yang berada dalam belahan otak kiri. Belajar menghafal abjad, berhitung, kegiatan ekstra seperti upacara dan baris berbaris, dll. Lebih-lebih pembelajaran di sekolah yang mengandalkan sistem komunikasi verbal, tanpa membangkitkan imajinasi yang menembus struktur ruang dan waktu. Hasil akhir dari semua ini adalah timbulnya fenomena bahwa peserta didik dapat menghafal banyak informasi, tetapi mereka tidak dapat memanfaatkan informasi yang dikuasai secara kreatif.

Untuk mengatasi ini pendidik perlu merangsang pemanfaatan otak belahan kanan dengan strategi tertentu. William (1983) merekomendasikan beberapa cara yaitu dengan melakukan komunikasi yang dapat membagkitkan visualisasi berpikir, merangsang berimajinasi dan berfantasi, menggunakan bahasa komunikasi yang evokatif dan metaforik, menggunakan model belajar multi-sensori, serta mengadirkan berbagai penglaman langsung ke dalam kelas selama proses belajar mengajar dilaksanakan oleh guru dan siswa. Cara-cara itu perlu ditempuh agar peserta didik terkondisi ke dalam model berpikir yang tidak selalu memerlukan struktur tertentu secara sekuensial. Kegiatan ini menjadi penting agar peserta didik akhirnya dapat berpikir proaktif, divergen an hipotetik. Kemampuan berpikir yang demikian ini akhirnya akan meningkatkan daya kreativitas para peserta didik. Untuk hidup dalam abad ke-21 ini, kreativitas akan sangat diperlukan manusia agar ia dapat bersaing secara global. Bahkan, Stephen R. Covey (1994) dalam bukunya The Seven Habits of Highly Effective People menyatakan bahwa kualitas daya cipta orisinil manusia sangat dipengaruhi oleh kemampuan menggunakan otak kananan yang bersifat kreatif. Otak kanan memang menjadikan manusia memiliki kapasitas pribadi yang mampu melakukan visualisasi suatu konsep dan
mampu melakukan suatu sintesis dari bagian-bagian untuk membangun dan memproyeksikan keutuhan suatu ide dan gagasan. Namun jika hal ini tidak pernah disentuh oleh proses pendidikan , kemampuan itu juga tidak akan pernah terlahirkan.


B. KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI
Pemerintah sudah berupaya mengembangkan kemampuan siswa secara utuh dengan menerapkan secara bertahap Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). KBK merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Kompetensi merupakan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Prinsip KBK :
(1). Keimanan, nilai, budi pekerti luhur,
(2). Penguatan Integritas Nasional,
(3). Keseimbangan Etika, Logika, Estetika, Kinestetika,
(4). Kesamaan memperoleh kesempatan,
(5). Adaptasi terhadap abad pengetahuan dan teknologi informasi,
(6). Mengembangkan ketrampilan hidup,
(7). Belajar sepanjang hayat,
(8). Berpusat pada anak dengan penilaian berkelanjutan dan komprehensif,
(9). Pendekatan menyeluruh dan kemitraan.
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dalam KBK merupakan kegiatan aktif siswa dalam membangun makna dan pemahaman. Siswa : mempunyai tanggung jawab dan otoritas dalam belajar. Guru : bertanggung jawab memberikan dorongan dan menciptakan kondisi agar anak didik termotivasi. Prinsip-prinsip KBM :
(1). Berpusat pada siswa,
(2). Belajar dengan melakukan,
(3). Mengembangkan kemampuan sosial,
(4). Mengembangkan keingintahuan, imajinasi, dan fitrah bertuhan,
(5). Mengembangkan ketrampilan pemecahan masalah,
(6). Mengembangkan kreativitas siswa,

(7). Mengembangkan kemampuan menggunakan ilmu dan teknologi,
(8). Menumbuhkan kesadaran warga negara yang bertanggung jawab,
(9). Belajar sepanjang hayat,
(10). Perpaduan kompetensi, kerjasama, dan solidaritas.
Prinsip-prinsip motivasi belajar dalam KBK :
(1). Kebermaknaan,
(2). Pengetahuan dan Ketrampilan prasyarat,
(3). Model pembelajaran,
(4). Komunikasi terbuka,
(5). Keaslian dan tugas yang menantang,
(6). Latihan yang tepat dan aktif,
(7). Kesesuaian tugas,
(8). Kondisi dan konsekuensi yang menyenangkan,
(9). Keragaman pendekatan,
(10). Mengembangkan beragam kemampuan,
(11). Melibatkan sebanyak mungkin indera,
(12). Keseimbangan pengaturan pengalaman belajar.
Strategi dan Metode yang disarankan dalam KBK :
(1).Memberikan kesempatan dan motivasi agar siswa membangun gagasan/pemahaman sendiri,
(2). Suasana belajar memungkinkan siswa terlibat secara aktif,
(3). Memotivasi siswa untuk dapat belajar sepanjang hayat.
Penyediaan pengalaman belajar siswa perlu bervariasi dengan memberikan kegiatan belajar yang melibatkan siswa untuk melakukan sesuatu dan memanfaatkan berbagai potensi indera siswa.


C. Permainan Matematika : Asik dan Menyenangkan
Adakah anak atau bahkan orang dewasa yang tidak suka permainan? Banyak anak atau orang dewasa yang gila permainan, karena ketertarikan yang luar biasa mendorong anak/orang tersebut mendapatkan pengetahuan untuk memainkannya. Dengan kata lain permainan menciptakan minat terhadap pengetahuan yang bersangkutan. Mereka masuki dunia pengetahuan melalui semangat bermain.
Astronom Jerman abad ke-17, Johannes Kepler menghabiskan beberapa tahun menekuni orbit Mars. Akhirnya ia berhasil menyingkapkan salah satu rahasia terbesar alam dan menemukan 3 hukum gerakan planet yang terkenal. Banyak orang yang kagum akan kesabaran serta disiplinnya dalam bekerja keras selama bertahun-tahun. Tetapi ia menjawab, “Apakah burung itu berkicau demi upah?”. Seseorang yang mengerjakan apa yang senang dikerjakannya, tak kan pernah merasa berat mengerjakannya. Ini berlaku dalam pekerjaan maupun studi. Ketika kita menekuni apa yang kita senangi, kita sama senangnya seperti burung berkicau.

Anak-anak, mereka memiliki dunia tersendiri yang khas, yaitu : (1). Bermain, dunia yang penuh spontasnitas dan menyenangkan, (2). Berkembang, (3). Suka Meniru, (4). Kreatif.
Kalau kita pertimbangkan “semangat” ini dalam merancang prosedur-prosedur pembelajaran bahan-bahan kurikulum menjadi bagian dari suatu permainan. Para siswa akan terpancing selangkah demi selangkah kedalam semangat belajar. Dengan cara ini pasti efektivitas pembelajaran meningkat.
Ada orang yang mengkhawatirkan kalau-kalau “pembelajaran yang menyenangkan” menuntun kepada muatan kurikulum yang dangkal. Saya rasa ini tidak beralasan, tergantung kreativitas si pembuat soal/permainan. Seakan-akan seperti diberitahu bahwa obat yang efektif itu harus pahit. Tetapi sekarang obat yang efektif tidak perlu pahit sebab anda bisa membubuhkan gula atau sirup. Unsur kesenangan dalam rancangan bahan kurikulumnya adalah seperti gula itu. Muatan pengetahuan yang harus dipelajari, seperti obat yang pahit, tetap ada, hanya saja kemasannya menarik untuk menstimulasi minat belajar.
Sebagian besar orang mengerti apa yang dimaksud dengan bermain, namun demikian mereka tidak dapat memberi batasan apa yang dimaksud dengan bermain. Beberapa ahli dan peneliti memberi batasan arti bermain dengan memisahkan aspek-aspek tingkah laku yang berbeda dalam bermain. Dikemukakan sedikitnya ada tiga kriteria dalam bermain (Dworetzky dalam Moeslichatoen R, 1999:31-32) yaitu:
a. Motivasi intrinsik. Tingkah laku bermain dimotivasi dari dalam diri anak, karena itu dilakukan demi kegiatan itu sendiri dan bukan karena adanya tuntutan masyarakat atau fungsi- fungsi tubuh;
b. Pengaruh positif. Tingkah laku itu menyenangkan atau menggembirakan untuk dilakukan.
c. Bukan dikerjakan sambil lalu. Tingkah laku itu bukan dilakukan sambil lalu, karena itu tidak mengikuti pola atau urutan yang kaku tetapi tetap ada aturannya.
Bermain merupakan tuntutan dan kebutuhan yang esensial bagi siswa SD. Melalui bermain anak akan dapat memuaskan tuntutan dan kebutuhan perkembangan dimensi motorik, kognitif, kreativitas, bahasa, emosi, sosial, nilai dan sikap hidup. Melalui kegiatan bermain anak dapat berlatih menggunakan kemampuan kognitifnya untuk memecahkan berbagai masalah seperti kegiatan mengukur isi, mengukur berat, membandingkan, mencari jawaban dan sebagainya. Melalui kegiatan bermain anak dapat mengembangkan kreativitasnya, yaitu melakukan kegiatan yang mengandung kelenturan; memanfaatkan imajinasi atau ekspresi diri; kegiatan-kegiatan pemecahan masalah, mencari cara baru dan sebagainya. Melalui bermain anak dapat melatih kemampuan bahasanya dengan cara mendengarkan beraneka bunyi, mengucapkan suku kata atau kata, memperluas kosa kata, berbicara sesuai dengan tata bahasa Indonesia dsb. Melalui bermain anak dapat meningkatkan kepekaan emosinya dengan cara mengenalkan bermacam perasaan, mengenalkan perubahan perasaan, membuat pertimbangan, menumbuhkan kepercayaan diri. Melalui bermain anak dapat mengembangkan kemampuan sosialnya, seperti membina hubungan dengan anak lain, bertingkah laku sesuai dengan tuntutan masyarakat, menyesuaikan diri dengan teman sebaya, dapat memahami tingkah lakunya sendiri dan faham bahwa setiap perbuatan ada konsekuensinya.Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan bermain anak akan memperoleh kesempatan memilih kegiatan yang disukainya, bereksperimen denang bermacam bahan dan alat, berimajinasi, memecahkan masalah dan bercakap-cakap secara bebas, berperan dalam kelompok, dan memperoleh pengalaman yang menyenangkan. Contoh-contoh permainan dalam matematika : Permainan “Bujur Sangkar Ajaib” tujuannya : trampil melakukan operasi penjumlahan, Permainan “Domino Pecahan” tujuannya : mengubah pecahan biasa ke pecahan campuran atau sebaliknya dan menyetarakan bilangan pecahan, Permainan “Menemukan Luas Lingkaran”, dll (lihat transparan), semua materi dapat dibuat model permainannya, tergantung kreativitas gurunya.

D. Pemecahan Masalah Matematika : Menantang
Menyiapkan anak didik agar dapat menyelesaikan masalah-masalah adalah sesuatu yang mendasar. Matematika memiliki kontribusi yang berarti dalam penyelesaian masalah kehidupan sehari-hari, minimal kontribusi itu adalah 2 hal yaitu :
(1). Banyak masalah penting dalam kehidupan sehari-hari berhubungan dengan kuantitas, geometri, data kuantitatif yang membutuhkan analisis dan ruang,
(2) Matematika merupakan pola teknik-teknik yang dibutuhkan dalam pemecahan masalah. (Marks, 1981 : 296). Struktur pemecahan masalah (problem solving) meskipun bukan prosedur yang kaku namun dalam matematika struktur ini mudah dijelaskan karena dipelajari dengan data kuantitatif.
Suatu “masalah” adalah suatu tugas yang dapat dimengerti oleh pembelajar tetapi tidak dengan segera dapat diselesaikan olehnya. Pemecahan masalah termasuk proses eksplorasi dan penemuan. Dalam setiap masalah secara utuh adalah suatu tantangan dimana siswa mengembangkan kesadaran baru atau prosedur baru. Dalam hal ini jika seorang siswa menemukan suatu solusi untuk suatu masalah dengan mematuhi prosedur tertentu dan tanpa bimbingan dikatakan ia menyelesaikan suatu masalah. Langkah-langkah efektif dalam proses penyelesaian masalah adalah :
(1). membahas dan mengembangkan metode-metode untuk eksplorasi masalah dan penemuan kemungkinan-kemungkinan prosedur penyelesaian masalah tersebut, bantuan guru bisa diberikan bagi siswa dalam hal memahami redaksi kalimat pada masalah/ soal,
(2). mengilustrasikan model matematika untuk menterjemahkan bahasa kalimat kedalam bahasa numerik (dalam betuk kalimat matematika),
(3). menyelesaikan kalimat matematika,
(4). dengan logika (bernalar) siswa dibimbing menganalisis kebenaran jawaban. (Marks, 1981 : 297).

Empat langkah di atas yang biasa dilakukan guru dalam menyelesaikan masalah. Pemecahan masalah yang dicetuskan George Polya & Sakamoto tidak jauh berbeda dengan yang dibahas di atas, yaitu :
(1). usahakan mengerti masalah/ soal, tahu apa yang diberikan soal (yang diketahui) dan tahu apa yang ditanyakan,
(2). merancang penyelesaian, menggambar apa yang akan dilakukan,
(3). kerjakan rancangan yang telah dibuat,
(4). koreksi kembali langkah-langkah dari depan dan jawaban akhir. (Polya dalam Paige, 1982 : 3).
Beda kedua prosedur di atas adalah pada langkah ke-2, Polya dan Sakamoto merancang penyelesaian dengan menggambar apa yang akan dilakukan.
Contoh-contoh soal yang diselesaikan dengan pemecahan masalah : (lihat transparan)

E. Proyek dalam Matematika : Realisasi Matematika
Metode proyek merupakan salah satu cara pemberian pengalaman belajar dengan menghadapkan anak dengan persoalan sehari-hari yang harus dipecahkan secara mandiri atau berkelompok (umumnya secara berkelompok). Metode proyek berasal dari gagasan John Dewey tentang konsep learning by doing yakni proses perolehan hasil belajar dengan mengerjakan tindakan –tindakan tertentu sesuai dengan tujuannya, terutama proses penguasaan anak tentang bagaimana melakukan sesuatu pekerjaan yang terdiri atas serangkaian tingkah laku untuk mencapai tujuan, misalnya naik tangga, melipat kertas, memasang tali sepatu, menganyam, membentuk model binatang atau bangunan dsb.(Moeslichatoen R, 1999:137). Menurut hasil penelitian terdapat hubungan yang erat antara proses memperoleh pengalaman yang sebenarnya dengan pendidikan. (Kolb dalam Moeslichatoen R, 1999:137). Oleh karena itu, pendidikan bagi siswa SD harus diintegrasikan dengan lingkungan kehidupan anak yang banyak menghadapkan anak dengan pengalaman langsung. Lingkungan kehidupan sebagai pribadi dan terutama lingkungan kehidupan anak dalam kelompok, banyak memberikan pengalaman bagaimana cara melakukan sesuatu yang terdiri atas serangkaian tingkah laku yang dimaksud. Di dalam kehidupan kelompok , masing-masing anak belajar untuk dapat mengatur diri sendiri agar dapat membina persahabatan berperan serta dalam kegiatan kelompok, memecahkan masalah yang dihadapi kelompok , dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama (Gordon dalam Moeslichatoen R, 1999:138).
Jadi dalam “proyek” ini ada sejumlah pekerjaan yang harus diselesaikan dengan tuntunan pertanyaan-pertanyaan dan perintah-perintah. Untuk dapat menyelesaikan pekerjaan itu secara terpadu maka perlu diadakan pembagian kerja secara terpadu. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan metode proyek, guru bertindak sebagai fasilitator yang harus menyediakan alat dan bahan untuk melaksanakan “proyek” yang berorientasi pada kebutuhan dan minat anak, yang menantang anak untuk mencurahkan kemampuan dan keterampilan serta kreativitasnya dalam melaksanakan bagian pekerjaan yang menjadi bagiannya atau kelompoknya. Guru harus dapat menciptakan situasi yang mengandung makna penting, yang memungkinkan berkembangnya kekuatan-kekuatan yang dimiliki anak dan perluasan minat anak serta pengembangan kreativitas dan tanggung jawab, baik secara perorangan maupun secara kelompok.
Contoh-contoh Metode Proyek dalam matematika : (lihat transparan).

F. Penutup
Dampak globalisasi adalah persaingan hidup yang ketat, agar tetap eksis dan sukses dalam era ini manusia dituntut memiliki kapabilitas tertentu yang sebagian besar merupakan tanggungjawab pendidikan, sehingga analisis dan inovasi dalam pendidikan harus terus diupayakan agar mampu mempersiapkan anak didik menjadi manusia dengan daya saing tinggi. Pemerintah menanggapi tantangan ini dengan menggulirkan Kurikulum Berbasis Kompetensi, yang memfokuskan pembelajaran yang berpusat pada siswa dan pembelajaran sepanjang hayat, termasuk Matematika.
Semua konsep dan ketrampilan matematika untuk anak-anak (SD) harus dikuasai secara mendalam sebagai landasan pola pikir selanjutnya. Tetapi anak-anak bukan manusia dewasa mini, anak-anak adalah anak-anak dengan segala kekhasannya. Beberapa metode pembelajaran matematika yang asik dan menyenangkan antara lain : metode permainan, metode pemecahan masalah dan metode proyek.

DAFTAR PUSTAKA





















* Dipresentasikan dalam rangka “Talk Show Interaktif : Rahasia Sukses Belajar Matematika”, tanggal 6 September 2003
** Dosen Jurusan Matematika Universitas Negeri Semarang

Tidak ada komentar: