Jumat, 21 November 2008

MENYIAPKAN KONDISI KOGNITIF SISWA

MENYIAPKAN KONDISI KOGNITIF SISWA
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR ANALITIS, LOGIS DAN KRITIS DALAM MENGATASI BERBAGAI KESULITAN GURU PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMU


Scolastika Mariani *

ABSTRAK
Dalam proses belajar mengajar Matematika di SMU kognitif siswa kurang terkondisi untuk berfikir formal (mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, berfikir logis, kritis dan mengevaluasi).
Penelitian ini bertujuan menyiapkan kondisi kognitif siswa pada awal proses belajar mengajar Matematika dan bertujuan meningkatkan kemampuan siswa dalam berfikir analitis, logis dan kritis.
Tindakan kelas yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengajaran matematika yang melibatkan sebesar-besarnya kognitif siswa yaitu pengajaran dengan metode pemecahan masalah, metode penemuan terbimbing, kombinasi metode induktif dan deduktif. Untuk mengetahui keberhasilan tindakan kelas, dibandingkan score pre tes dan pos tes dengan t-tes. Sedang dinamikanya dilihat dari hasil observasi untuk siswa dan observasi untuk guru.
Tindakan kelas ini diterapkan pada siswa kelas II-2 SMUN 2 Semarang, ternyata dapat meningkatkan kemampuan berfikir analitis, logis dan kritis. Juga ada peningkatan kemampuan guru dalam mengajar matematika terutama dalam mengajukan pertanyaan lisan dan membuat soal-soal yang menuntun siswa berfikir analitis, logis dan kritis.

Kata kunci : kondisi kognitif, berpikir analitis, logis dan kritis

ABSTRACT

In mathematic teaching and learning process in SMU, students’ cognitives were under conditioned to think formally (applying, analysing, sintesing, logical and critic thinking and evaluating).
This research would prepare condition of students’ cognitives before teaching and learning process and it would increase students’ ability to think more analitic, logic and critic.
Action in this research was teaching mathematic, which wounded students’ cognitive maximally, that was teaching with problem solving method, guidence discovery method or combination between deductive and inductive method. Research indicator was comparing pre-test and post-test score with t-test statistical method. Teaching and learning process were indicated in obsevation product.
This action gived stress at preparing cognitive condition at second grade students in SMU Negeri 2 Semarang and research product showed that there were increasing students’ thinking ability, more analitic, logic and critic, increasing teaching ability, especially about questioning verbally and making problems which could stimulate the students to think more analitic, logic and critic.

Key Words : cognitive condition, analitic, logic and critic thinking.




1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Yang melatar belakangi masalah penelitian ini adalah :
1.1.1. Keluhan para guru baru matematika SMU, yang menyatakan bahwa sebagian besar siswanya kurang mampu berpikir analitis formal, logis dan kritis mengalami kesulitan apabila dihadapkan pada permasalahan matematika yang membutuhkan pengembangan berpikir lebih dari sekedar contoh yang diberikan, kurang mampu menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika dalam soal-soal fenomena sehari-hari. Karena anggota peneliti ada yang mengajar pada Pusat Bimbingan Tes Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) dan mengalami kenyataan bahwa para siswa di Pusat Bimbingan tersebut memiliki kemampuan rendah dalam menyelesaikan soal-soal UMPTN terutama matematika, meskipun para siswa ini diluar obyek penelitian namun dapat dijadikan indikasi bahwa rata-rata penguasaan materi matematika siswa-siswa SMU tidak mampu mengimbangi soal-soal UMPTN yang umum nya menuntut kemampuan berpikir analitis, logis, kritis, sintesis dan evaluasi yang cukup tinggi.
1.1.2. Adanya kenyataan bahwa delegasi Indonesia dalam Olimpiade Matematika (taraf internasional) tidak pernah menang dan ternyata soal-soalnya semua membutuhkan cara berpikir yang analitis, logis, kritis, pola pikir deduktif aksiomatis, dengan metode pemecahan masalah dan pembuktian.
1.2. Permasalahan
Dari uraian diatas muncul permasalahan yaitu : Dalam proses belajar mengajar matematika di SMU kognitif siswa tidak atau kurang terkondisi untuk berpikir formal (mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis, berpikir logis, berpikir kritis dan mengevaluasi ) dalam belajar matematika.
1.3. TINDAKAN YANG DIPILIH
Untuk mengatasi permasalahan diatas dilakukan beberapa upaya pengajaran yang tidak sekedar verbalisme (dalam matematika biasanya : diajar konsep sepintas, kemudian rumus, contoh soal, mengerjakan soal), tetapi pengajaran yang melibatkan sebesar-besarnya kognitif siswa yaitu :
1.3.1. Metode Pemecahan Masalah, yaitu : cara penyelesaian masalah-masalah matematika sedemikian hingga proses mendapatkan hasil akhir dilakukan oleh siswa sendiri, cara menyelesaikan soal-soal tersebut melalui serentetan pengalaman-pengalaman belajar yang lampau.
1.3.2. Metode Penemuan Terbimbing, yaitu : cara penyampaian topik-topik matematika sedemikian hingga proses belajar memungkinkan siswa menemukan sendiri pola-pola atau struktur-struktur matematika.
1.3.3. Kombinasi Metode Induktif dan Deduktif, yaitu : mula-mula siswa memahami suatu konsep dari contoh-contoh konkrit, kemudian menemukan pola dan akhirnya sampai pada generalisasi (metode induktif), selanjutnya generalisasi yang diperoleh (dapat berupa rumus, teorema, dalil, dan lain-lain) dapat dipakai untuk menyelesaikan kasus-kasus khusus yang lain (metode deduktif). Kombinasi metode deduktif dan induktif ini dapat mengurangi kelemahan masing-masing.
2. PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN
2.1. Setting Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada kelas II Cawu II dan Cawu III SMUN 2 Semarang tahun Ajaran 1999-2000.
2.2. Gambaran Umum Penelitian
Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri atas 3 siklus. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan dinamika peningkatan keterlibatan kognitif siswa seperti desain faktor yang diselidiki. Untuk dapat mengamati tingkat keterlibatan siswa digunakan pedoman observasi terfokus, menyelidiki ada tidaknya peningkatan kemampuan berpikir analitis, logis dan kritis setelah diajar dengan metode-metode diatas, digunakan pre-tes dan pos-tes. Dari evaluasi hasil observasi dan tes diagnostik dilakukan diskusi untuk refleksi diri bagi guru dan dosen terhadap apa yang telah direncanakan dan ditindakkan.
Data dan Cara Pengambilannya :
1. Sumber Data : siswa, guru yang sedang mengajar dan seluruh tim peneliti.
2. Jenis Data :
a. data hasil belajar siswa,
b. data observasi proses mengajar,
c. data observasi proses belajar.
3. Cara Pengambilan Data
a. data hasil belajar siswa diambil dengan menggunakan pre-tes dan pos-tes,
b. data observasi proses mengajar diambil dengan observasi sistematis,
c. data observasi proses belajar diambil dengan observasi terfokus.
Yang menjadi indikator keberhasilan penelitian tindakan ini adalah apabila hasil uji-t menunjukkan bahwa nilai pos-tes (setelah dikenai tindakan) lebih tinggi dari nilai pre-tes (sebelum dikenai tindakan), dinamika kemampuan berpikir analitis siswa menunjukkan kenaikan dilihat dari hasil observasi keterlibatan siswa secara kognitif, bila yang dilakukan guru selama proses pengajaran telah sesuai dengan perencanaan skenario dan satuan pelajaran.
2.3. Rincian Prosedur Penelitian
Secara lebih rinci prosedur penelitian tindakan dapat dijabarkan sebagai berikut :
2.3.1. Perencanaan
· Membuat skenario pembelajaran, tentang bagaimana penerapan metode-metode pengajaran diatas secara detail dan operasional, sehingga guru tahu apa yang harus dilakukan guru selama mengajar, dengan melibatkan guru sehingga guru dapat menghayatinya.
· Membuat Satuan Pelajaran untuk siklus I, mungkin untuk beberapa kali pertemuan.
· Membuat lembaran kerja siswa sesuai dengan Satuan Pelajaran dan metode yang dipilih.
· Menyiapkan media, alat bantu, dll, yang dibutuhkan.
· Mendesain 3 instrumen penelitian, yaitu :
- Pedoman Observasi terfokus untuk mengamati dinamika peningkatan kemampuan berpikir analitis, logis dan kritis siswa.
- Pedoman Observasi sistematis untuk mengamati guru selama proses pengajaran berlangsung.
- Tes, untuk mengungkap ada tidaknya peningkatan kemampuan berpikir analitis, logis dan kritis matematika pada siswa.
2.3.2. Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah melaksanakan skenario yang direncanakan dan satuan pelajaran telah dibuat.
2.3.3. Observasi
Pada tahap ini dilakukan proses observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan 2 macam pedoman observasi seperti yang disebutkan diatas. Sebelum tindakan dilakukan pre-tes, dan setelah tindakan dilakukan pos-tes, kemudian dibandingkan hasil pre-tes dan pos-tes dengan uji kesamaan 2 mean yaitu uji t-test.

2.3.4. Refleksi
Hasil yang diperoleh pada tahap observasi dikumpulkan, didiskusikan, dianalisis, dan dievaluasi oleh seluruh tim peneliti, kemudian guru dapat merefleksi diri tentang berhasil tidaknya tindakan yang telah dilakukan, faktor-faktor pendukung, penghambat, dari aspek internal dan eksternal guru dan siswa. Kemudian untuk siklus berikutnya diadakan perbaikan atau peningkatan pengajaran dan lain-lain secara kualitas dan kuantitas berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi.

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
3.1. SIKLUS I
3.1.1. Hasil Observasi Proses Belajar Siswa
· Sebelum pelaksanaan siklus I, kondisi kognitif siswa dalam kategori sangat rendah yaitu 43% dilihat dari penguasaan materi sebelumnya yang menjadi prasyarat Pokok-Pokok Bahasan pada Siklus I dengan mengamati jawaban butir-butir soal Ulangan Harian siswa dan nilai pre-tes Siklus I.
· Pelaksanaan Siklus I :
Observasi Murid :
Secara Umum : Kondisi kognitif siswa sangat kurang pada awal siklus I.
3.1.2. Hasil Observasi Mengajar Guru :
Secara umum : Kemampuan guru mengajar dan upaya menyiapkan kondisi kognitif siswa sudah baik.
3.1.3. Hasil Analisis Data
· n= 32.
; S1 = 10,8 (hasil belajar sebelum tindakan kelas)
; S2 = 11,3 (hasil belajar sesudah tindakan kelas)
·
Daerah Kritis :
· Kesimpulan : dan berbeda secara signifikan, artinya setelah tindakan kelas berpikir analitis, logis dan kritis siswa meningkat.
3.2. SIKLUS II
3.2.1. Hasil Observasi Proses Belajar Siswa
· Sebelum pelaksanaan siklus II, kondisi kognitif siswa dalam kategori rendah yaitu 50% dilihat dari penguasaan materi sebelumnya yang menjadi prasyarat Pokok-Pokok Bahasan pada Siklus II dengan mengamati jawaban butir-butir soal Ulangan Harian siswa dan nilai pre-tes Siklus II.
· Pelaksanaan Siklus II :
Observasi Murid :
Secara Umum : Kondisi kognitif siswa pada awal Siklus II masih kurang pada beberapa aspek menunjukkan peningkatan.
3.2.2. Obsevasi Guru :
Secara umum : Kemampuan guru mengajar dan upaya menyiapkan kondisi kognitif siswa sudah baik, beberapa aspek menunjukkan peningkatan yaitu dalam upaya meningkatkan komunikasi timbal-balik dalam rangka meningkatkan kemampuan berpikir.
3.2.3. Hasil Analisis Data
· n= 32.
; S1 = 13,3 (hasil belajar sebelum tindakan kelas)
; S2 = 7,4 (hasil belajar sesudah tindakan kelas)
·
Daerah Kritis :
· Kesimpulan : dan berbeda secara signifikan dan > maka ada peningkatan hasil belajar setelah tindakan kelas.
3.3. SIKLUS III
3.3.1. Hasil Observasi Proses Belajar Siswa
· Sebelum pelaksanaan siklus III, kondisi kognitif siswa dalam kategori sedang yaitu 62% dilihat dari penguasaan materi sebelumnya yang menjadi prasyarat Pokok-Pokok Bahasan pada Siklus III dengan mengamati jawaban butir-butir soal Ulangan Harian siswa dan nilai pre-tes Siklus III.
· Pelaksanaan Siklus III :
Observasi Murid :
Secara Umum : Kondisi kognitif siswa pada awal Siklus III masih sedang, pada beberapa aspek menunjukkan peningkatan yaitu kemampuan menganalisis soal, kemampuan menyerap konsep.
3.3.2. Observasi Mengajar Guru :
Secara umum : Kemampuan guru mengajar dan upaya menyiapkan kondisi kognitif siswa sudah baik, kemampuan mengajar guru yang sudah baik pada siklus II tetap dapat dipertahankan pada siklus III ini.
3.3.3. Hasil Analisis Data
· n= 32.
; S1 = 9,3 9 (hasil belajar sebelum tindakan kelas)
; S2 = 9,2 (hasil belajar sesudah tindakan kelas)
·
Daerah Kritis :


· Kesimpulan : dan berbeda secara signifikan, dan karena > maka setelah tindakan kelas berpikir analitis, logis dan kritis siswa meningkat.
4. SIMPULAN DAN SARAN
4.1. SIMPULAN
4.1.1. Dengan diterapkannya pembelajaran yang menekankan penyiapan kondisi kognitif siswa Kelas II SMU Negeri 2 Semarang, ada peningkatan kemampuan berpikir analitis, logis dan kritis.
4.1.2. Dengan diterapkannya pembelajaran yang menekankan penyiapan kondisi kognitif siswa Kelas II SMU Negeri 2 Semarang, ada peningkatan kemampuan para guru dalam mengajar matematika, terutama mengajukan pertanyaan lisan dan membuat soal-soal yang menuntun siswa berpikir analitis, logis dan kritis.
SARAN
4.2.1. Terapkan pembelajaran yang menekankan penyiapan kondisi kognitif siswa ini untuk Pokok-Pokok Bahasan yang menuntut kemampuan berpikir analitis, logis dan kritis.
4.2.2. Untuk penelitian lebih lanjut dapat dicoba diterapkan pembelajaran yang menekankan penyiapan kondisi afektif atau psikomotor (ketrampilan-ketrampilan matematika) siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Herman Hudoyo. 1980. Teori Dasar Belajar Mengajar Matematika. P3G Depdikbud. Jakarta.

Herman Hudoyo. 1984. Metode Mengajar Matematika. Depdikbud. Dirjen. Dikti. P2LPTK. Jakarta.

Manalu, P. 1980. Strategi Belajar Dengan Pemecahan Masalah. P3G Depdikbud. Jakarta.

Setyabudhi. 1992. Peran Guru dalam PBM : Mengembangkan Kemampuan Berpikir Formal. Dalam Lembaran Ilmu Pengetahuan IKIP Semarang. IKIP Semarang. Semarang.

Slamet dan Wardani Rahayu. 1991. Keadaan Awal Siswa Ditinjau dari Aspek Kognitif. Makalah. Fakultas Pasca Sarjana ITB. ITB. Bandung.

Soedarno Wiryohandoyo. 1989. Learning Objectives. Makalah disampaikan dalam Latihan Pengembangan Sistem Instruksional III. IKIP Semarang. Semarang.

Sukirman, M.Pd, Drs. 1997. Pemecahan Masalah Sebagai Strategi Pembelajaran Matematika Di Sekolah. Depdikbud. Dirjen. Dikdasmen. Yogyakarta.

------ , 1995. Kurikilum SMU (GBPP) Mata Pelajaran Matematika Kelas : I, II, III. Depdikbud. Jakarta




















MENYIAPKAN KONDISI KOGNITIF SISWA SMU
DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Wardono *

ABSTRAK
Dalam proses belajar mengajar Matematika di SMU kognitif siswa kurang terkondisi untuk berfikir formal (mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, berfikir logis, kritis dan mengevaluasi).
Penelitian ini bertujuan menyiapkan kondisi kognitif siswa pada awal proses belajar mengajar Matematika dan bertujuan meningkatkan kemampuan siswa dalam berfikir analitis, logis dan kritis.
Tindakan kelas yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengajaran matematika yang melibatkan sebesar-besarnya kognitif siswa yaitu pengajaran dengan metode pemecahan masalah, metode penemuan terbimbing, kombinasi metode induktif dan deduktif. Untuk mengetahui keberhasilan tindakan kelas, dibandingkan score pre tes dan pos tes dengan t-tes. Sedang dinamikanya dilihat dari hasil observasi untuk siswa dan observasi untuk guru.
Tindakan kelas ini diterapkan pada siswa kelas II-2 SMUN 2 Semarang, ternyata dapat meningkatkan kemampuan berfikir analitis, logis dan kritis. Juga ada peningkatan kemampuan guru dalam mengajar matematika terutama dalam mengajukan pertanyaan lisan dan membuat soal-soal yang menuntun siswa berfikir analitis, logis dan kritis.

Kata kunci : kondisi kognitif, berpikir analitis, logis dan kritis

























ABSTRACT

In mathematic teaching and learning process in SMU, students’ cognitives were under conditioned to think formally (applying, analysing, sintesing, logical and critic thinking and evaluating).
This research would prepare condition of students’ cognitives before teaching and learning process and it would increase students’ ability to think more analitic, logic and critic.
Action in this research was teaching mathematic, which wounded students’ cognitive maximally, that was teaching with problem solving method, guidence discovery method or combination between deductive and inductive method. Research indicator was comparing pre-test and post-test score with t-test statistical method. Teaching and learning process were indicated in obsevation product.
This action gived stress at preparing cognitive condition at second grade students in SMU Negeri 2 Semarang and research product showed that there were increasing students’ thinking ability, more analitic, logic and critic, increasing teaching ability, especially about questioning verbally and making problems which could stimulate the students to think more analitic, logic and critic.

Key Words : cognitive condition, analitic, logic and critic thinking.


















MENYIAPKAN KONDISI KOGNITIF SISWA SMU
DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Yang melatar belakangi permasalahan dalam makalah ini adalah :
1.1.1 Keluhan para guru baru matematika SMU, yang menyatakan bahwa sebagian besar siswanya kurang mampu berpikir formal (mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, berfikir logis, kritis dan mengevaluasi) dan banyak yang mengalami kesulitan apabila dihadapkan pada permasalahan matematika yang membutuhkan pengembangan berpikir lebih dari sekedar contoh yang diberikan, kurang mampu menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika dalam soal-soal fenomena sehari-hari. Pada Lembaga-Lembaga Bimbingan Belajar Tes Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) banyak dijumpai kenyataan bahwa para siswa memiliki kemampuan rendah dalam menyelesaikan soal-soal UMPTN terutama matematika, meskipun para siswa ini diluar obyek penelitian yang mendukung pembahasan permasalahan yang diajukan namun dapat dijadikan indikasi bahwa rata-rata penguasaan materi matematika siswa-siswa SMU tidak mampu mengimbangi soal-soal UMPTN yang umumnya menuntut kemampuan berpikir analitis, logis, kritis, sintesis dan evaluasi yang cukup tinggi.
1.1.2 Adanya kenyataan bahwa delegasi Indonesia dalam Olimpiade Matematika (taraf internasional) tidak pernah menang dan ternyata soal-soalnya semua membutuhkan cara berpikir yang analitis, logis, kritis, pola pikir deduktif aksiomatis, dengan metode pemecahan masalah dan pembuktian.
1.2 Permasalahan
Dari uraian diatas muncul permasalahan yaitu : Dalam proses belajar mengajar matematika di
SMU kognitif siswa tidak atau kurang terkondisi untuk berpikir formal (mengaplikasikan,
menganalisis, mensintesis, berpikir logis, berpikir kritis dan mengevaluasi ) dalam belajar
matematika.
1.3 Tindakan Yang Dipilih
Untuk mengatasi permasalahan diatas dilakukan beberapa upaya pembelajaran yang tidak
sekedar verbalisme (dalam matematika biasanya : diajar konsep sepintas, kemudian rumus,
contoh soal, mengerjakan soal), tetapi pembelajaran yang melibatkan sebesar-besarnya kognitif
siswa yaitu :
1.3.1 Metode Pemecahan Masalah, yaitu : cara penyelesaian masalah-masalah matematika sedemikian hingga proses mendapatkan hasil akhir dilakukan oleh siswa sendiri, cara menyelesaikan soal-soal tersebut melalui serentetan pengalaman-pengalaman belajar yang lampau.
1.3.2 Metode Penemuan Terbimbing, yaitu : cara penyampaian topik-topik matematika sedemikian hingga proses belajar memungkinkan siswa menemukan sendiri pola-pola atau struktur-struktur matematika.
1.3.3 Kombinasi Metode Induktif dan Deduktif, yaitu : mula-mula siswa memahami suatu konsep dari contoh-contoh konkrit, kemudian menemukan pola dan akhirnya sampai pada generalisasi (metode induktif), selanjutnya generalisasi yang diperoleh (dapat berupa rumus, teorema, dalil, dan lain-lain) dapat dipakai untuk menyelesaikan kasus-kasus khusus yang lain (metode deduktif). Kombinasi metode deduktif dan induktif ini dapat mengurangi kelemahan masing-masing.
2. PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN
2.1. Setting Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada kelas II Cawu II dan Cawu III SMUN 2
Semarang tahun Ajaran 1999-2000.
2.2 Gambaran Umum Penelitian
Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri atas 3 siklus. Tiap siklus dilaksanakan sesuai
dengan dinamika peningkatan keterlibatan kognitif siswa seperti desain faktor yang diselidiki.
Untuk dapat mengamati tingkat keterlibatan siswa digunakan pedoman observasi terfokus,
menyelidiki ada tidaknya peningkatan kemampuan berpikir analitis, logis dan kritis setelah
dilakukan pembelajaran dengan metode-metode diatas, dilakukan pre-tes dan pos-tes. Dari
evaluasi hasil observasi dan tes diagnostik dilakukan diskusi untuk refleksi diri bagi guru dan
peneliti(pengamat) terhadap apa yang telah direncanakan dan ditindakkan.
Data dan Cara Pengambilannya :
1. Sumber Data : siswa, guru yang sedang mengajar dan seluruh tim peneliti/pengamat.
2. Jenis Data :
a. data hasil belajar siswa,
b. data observasi proses mengajar,
c. data observasi proses belajar.
3. Cara Pengambilan Data
a. data hasil belajar siswa diambil dengan melakukan pre-tes dan pos-tes,
b. data observasi proses belajar mengajar diambil dengan observasi sistematis,
c. data observasi proses belajar mengajar diambil dengan observasi terfokus.
Yang menjadi indikator keberhasilan penelitian tindakan ini adalah apabila hasil uji-t
menunjukkan bahwa nilai pos-tes (setelah dikenai tindakan) lebih tinggi dari nilai pre-tes
(sebelum dikenai tindakan), dinamika kemampuan berpikir analitis siswa menunjukkan
kenaikan dilihat dari hasil observasi keterlibatan siswa secara kognitif, bila yang dilakukan
guru selama proses pengajaran telah sesuai dengan perencanaan skenario dan satuan pelajaran.
2.3 Rincian Prosedur Penelitian
Secara lebih rinci prosedur penelitian tindakan dapat dijabarkan sebagai berikut :
2.3.1 Perencanaan
· Membuat skenario pembelajaran, tentang bagaimana penerapan metode-metode pengajaran diatas secara detail dan operasional, sehingga guru tahu apa yang harus dilakukan guru selama mengajar, dengan melibatkan guru sehingga guru dapat menghayatinya.
· Membuat Satuan Pelajaran untuk siklus I, mungkin untuk beberapa kali pertemuan.
· Membuat lembaran kerja siswa sesuai dengan Satuan Pelajaran dan metode yang dipilih.
· Menyiapkan media, alat bantu, dll, yang dibutuhkan.
· Mendesain 3 instrumen penelitian, yaitu :
- Pedoman Observasi terfokus untuk mengamati dinamika peningkatan kemampuan berpikir analitis, logis dan kritis siswa.
- Pedoman Observasi sistematis untuk mengamati guru selama proses pengajaran berlangsung.
- Tes, untuk mengungkap ada tidaknya peningkatan kemampuan berpikir analitis, logis dan kritis matematika pada siswa.
2.3.2 Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah melaksanakan skenario yang direncanakan
dan satuan pelajaran yang telah dibuat.

2.3.3 Observasi
Pada tahap ini dilakukan proses observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan
menggunakan 2 macam pedoman observasi seperti yang disebutkan diatas. Sebelum tindakan
dilakukan pre-tes, dan setelah tindakan dilakukan pos-tes, kemudian dibandingkan hasil pre-
tes dan pos-tes dengan uji kesamaan 2 mean yaitu uji t-test.
2.3.4 Refleksi
Hasil yang diperoleh pada tahap observasi dikumpulkan, didiskusikan, dianalisis, dan
dievaluasi oleh seluruh tim peneliti, kemudian guru dapat merefleksi diri tentang berhasil
tidaknya tindakan yang telah dilakukan, faktor-faktor pendukung, penghambat, dari aspek
internal dan eksternal guru dan siswa. Kemudian untuk siklus berikutnya diadakan perbaikan
atau peningkatan pengajaran dan lain-lain secara kualitas dan kuantitas berdasarkan hasil
evaluasi dan refleksi.
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
3.1. SIKLUS I
3.1.1. Hasil Observasi Proses Belajar Siswa
Sebelum pelaksanaan siklus I, kondisi kognitif siswa dalam kategori sangat rendah yaitu 43%
dilihat dari penguasaan materi sebelumnya yang menjadi prasyarat Pokok-Pokok Bahasan pada
Siklus I dengan mengamati jawaban butir-butir soal Ulangan Harian siswa dan nilai pre-tes
Siklus I.
Pada Pelaksanaan Siklus I : dari hasil observasi siswa secara umum kondisi kognitif siswa
sangat kurang pada awal siklus I.
3.1.2. Hasil Observasi Mengajar Guru :
Secara umum : Kemampuan guru mengajar dan upaya menyiapkan kondisi kognitif siswa
sudah baik.
3.1.3. Hasil Analisis Data
· n= 32.
; S1 = 10,8 (hasil belajar sebelum tindakan kelas)
; S2 = 11,3 (hasil belajar sesudah tindakan kelas)
·
Daerah Kritis :
· Kesimpulan : dan berbeda secara signifikan, artinya setelah tindakan kelas berpikir analitis, logis dan kritis siswa meningkat.
3.2. SIKLUS II
3.2.1. Hasil Observasi Proses Belajar Siswa
Sebelum pelaksanaan siklus II, kondisi kognitif siswa dalam kategori rendah yaitu 50% dilihat
dari penguasaan materi sebelumnya yang menjadi prasyarat Pokok-Pokok Bahasan pada Siklus
II dengan mengamati jawaban butir-butir soal ulangan harian siswa dan nilai pre-tes Siklus II.
Pada pelaksanaan Siklus II dari hasil observasi siswa secara umum kondisi kognitif siswa
pada awal siklus II masih kurang hanya pada beberapa aspek menunjukkan peningkatan.
3.2.2. Obsevasi Guru :
Secara umum : Kemampuan guru mengajar dan upaya menyiapkan kondisi kognitif siswa
sudah baik, beberapa aspek menunjukkan peningkatan yaitu dalam upaya meningkatkan
komunikasi timbal-balik dalam rangka meningkatkan kemampuan berpikir.
3.2.3. Hasil Analisis Data
· n= 32.
; S1 = 13,3 (hasil belajar sebelum tindakan kelas)
; S2 = 7,4 (hasil belajar sesudah tindakan kelas)
·
Daerah Kritis :
· Kesimpulan : dan berbeda secara signifikan dan > maka ada peningkatan hasil belajar setelah tindakan kelas.

3.3. SIKLUS III
3.3.1. Hasil Observasi Proses Belajar Siswa
Sebelum pelaksanaan siklus III, kondisi kognitif siswa dalam kategori sedang yaitu 62% dilihat
dari penguasaan materi sebelumnya yang menjadi prasyarat Pokok-Pokok Bahasan pada Siklus
III dengan mengamati jawaban butir-butir soal Ulangan Harian siswa dan nilai pre-tes Siklus
III. Pada pelaksanaan Siklus III : dari hasil observasi siswa secara umum Kondisi kognitif siswa pada awal Siklus III masih sedang, pada beberapa aspek menunjukkan peningkatan yaitu kemampuan menganalisis soal, kemampuan menyerap konsep.
3.3.2. Observasi Mengajar Guru :
Secara umum : Kemampuan guru mengajar dan upaya menyiapkan kondisi kognitif siswa
sudah baik, kemampuan mengajar guru yang sudah baik pada siklus II tetap dapat dipertahankan
pada siklus III ini.
3.3.3. Hasil Analisis Data
· n= 32.
; S1 = 9,3 9 (hasil belajar sebelum tindakan kelas)
; S2 = 9,2 (hasil belajar sesudah tindakan kelas)
·
Daerah Kritis :

· Kesimpulan : dan berbeda secara signifikan, dan karena > maka setelah tindakan kelas berpikir analitis, logis dan kritis siswa meningkat.
4. SIMPULAN DAN SARAN
4.1. SIMPULAN
4.1.1. Dengan diterapkannya pembelajaran yang menekankan penyiapan kondisi kognitif siswa Kelas II SMU Negeri 2 Semarang, ada peningkatan kemampuan berpikir analitis, logis dan kritis.
4.1.2. Dengan diterapkannya pembelajaran yang menekankan penyiapan kondisi kognitif siswa Kelas
II SMU Negeri 2 Semarang, ada peningkatan kemampuan para guru dalam mengajar matematika, terutama mengajukan pertanyaan lisan dan membuat soal-soal yang menuntun siswa berpikir analitis, logis dan kritis.
4.2 SARAN
4.2 .1 Terapkan pembelajaran yang menekankan penyiapan kondisi kognitif siswa ini untuk Pokok-
Pokok Bahasan yang menuntut kemampuan berpikir analitis, logis dan kritis.
4.2.2 Untuk penelitian lebih lanjut dapat dicoba diterapkan pembelajaran yang menekankan penyiapan kondisi afektif atau psikomotor (ketrampilan-ketrampilan matematika) siswa.



DAFTAR PUSTAKA

Herman Hudoyo. 1980. Teori Dasar Belajar Mengajar Matematika. P3G Depdikbud. Jakarta.

Herman Hudoyo. 1984. Metode Mengajar Matematika. Depdikbud. Dirjen. Dikti. P2LPTK. Jakarta.

Manalu, P. 1980. Strategi Belajar Dengan Pemecahan Masalah. P3G Depdikbud. Jakarta.

Setyabudhi. 1992. Peran Guru dalam PBM : Mengembangkan Kemampuan Berpikir Formal. Dalam Lembaran Ilmu Pengetahuan IKIP Semarang. IKIP Semarang. Semarang.

Slamet dan Wardani Rahayu. 1991. Keadaan Awal Siswa Ditinjau dari Aspek Kognitif. Makalah. Fakultas Pasca Sarjana ITB. ITB. Bandung.

Soedarno Wiryohandoyo. 1989. Learning Objectives. Makalah disampaikan dalam Latihan Pengembangan Sistem Instruksional III. IKIP Semarang. Semarang.

Sukirman, M.Pd, Drs. 1997. Pemecahan Masalah Sebagai Strategi Pembelajaran Matematika Di Sekolah. Depdikbud. Dirjen. Dikdasmen. Yogyakarta.

------ , 1995. Kurikilum SMU (GBPP) Mata Pelajaran Matematika Kelas : I, II, III. Depdikbud. Jakarta

Tidak ada komentar: