PEMBELAJARAN “KOOPERATIF SEMI INDIVIDUAL” , SUATU ALTERNATIF MENGATASI KEBERAGAMAN KEMAMPUAN MAHASISWA DENGAN BIMBINGAN TUTOR SEBAYA
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang diterapkan di Jurusan Matematika Prodi Pendidikan Matematika UNNES. Beberapa hal yang melatar belakangi masalah penelitian ini antara lain sebagai berikut.
1. Keluhan para dosen tentang kesulitan pengajaran beberapa matakuliah terutama matakuliah matematika murni seperti : Analisis Riil, Statistika Matematika, Persamaan Deferensial, Struktur Aljabar, dll, yang disebabkan heterogenitas kemampuan mahasiswa. Dalam mengajar dosen telah memiliki acuan mengenai isi (materi) perkuliahan, kecepatan mengajar (alokasi waktu), metode yang tepat untuk diterapkan yaitu yang tercantum dalam SAP, tetapi dosen masih kesulitan jika dihadapkan pada keberagaman kemampuan mahasiswa, terutama mahasiswa-mahasiswa yang memiliki kemampuan rendah, yang lambat menyerap bahan kuliah. Sebaliknya terhadap mahasiswa-mahasiswa pandai, cerdas atau bahkan yang jenius apabila dosen mengajar dengan mengacu SAP tidak bermasalah apalagi ditunjang dengan beberapa karakter positif seperti kepribadian dewasa, tenang, stabil, tetapi cukup bermasalah bila perbedaan kemampuan mahasiswa dalam satu kelas sangat tajam. Mereka yang tergolong pandai lebih mandiri dan cenderung individual, kurang merasa terbeban untuk menularkan kemampuannya bagi yang kurang pandai. Sementara mahasiswa yang kurang pandai cenderung merasa malu dan enggan untuk bertanya pada temannya yang pandai. Belajar kelompok dan tutor sebaya hanya dapat berlangsung jika ada intervensi dari dosen, seperti hasil pengalaman PTK pada tahun 2001 dalam penelitian yang berjudul “Pembelajaran “Kooperatif Jigsaw” : Suatu Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Pada Mahasiswa Pendidikan Matematika UNNES”, dalam penelitian ini masih dirasakan keberagaman kemampuan mahasiswa masih menghambat tercapainya ketuntasan belajar.
2. Kesulitan para dosen mengkonstruksi perkuliahan yang memperhatikan potensi dinamis para mahasiswanya tetapi juga mempertimbangkan sarana dan prasarana yang tersedia yang memungkinkan terselenggaranya perkuliahan yang memperhatikan individu-individu tersebut. Perkuliahan di Perguruan Tinggi di Indonesia hingga dewasa ini umumnya masih dilakukan secara klasikal (umumnya satu kelas lebih dari 30 mahasiswa, kecuali matakuliah pilihan dan matakuliah yang dimunculkan karena kurikulumnya sudah tidak berlaku tapi masih ada mahasiswa yang belum lulus) , sebab pengajaran klasikal merupakan pengajaran yang paling efisien dari aspek tenaga, biaya maupun waktu pelaksanaannya. Bentuk pembelajaran ini mampu menghadapi sekelompok peserta didik dalam suatu kelas yang relatif besar jumlahnya dengan tindakan yang sama, baik dari cara penyajian, penyediaan bahan atau materi yang disajikan, waktu pelaksanaannya maupun setting penyelenggaraannya. Pembelajaran klasikal memiliki kelemahan yaitu kurangnya perhatian bagi individu-individu yang memiliki kemampuan beragam.
3. Permasalahan yang dihadapi dosen dalam meningkatkan kualitas hasil belajar mahasiswa, khususnya optimalisasi kemampuan individual mahasiswa, maksimalisasi perolehan materi pelajaran, artinya kelompok mahasiswa yang pandai atau kemampuannya diatas rata-rata yang jika diajar dengan lama waktu yang sama sebenarnya dapat menyerap lebih banyak materi dari pada mahasiswa dalam kelompok kemampuan yang sedang atau kurang. Umumnya dosen mengajarkan materi perkuliahan menyesuaikan dengan rata-rata kemampuan kelas atau semaunya dosen, hal ini kadang-kadang menyebabkan kelompok mahasiswa yang berkemampuan dibawah rata-rata mengalami kesulitan menerima bahan kuliah atau bahkan sama sekali tidak terserap, tetapi jika persediaan waktu lebih longgar atau mahasiswa kelompok ini diajar dengan lebih lambat barangkali persentase penyerapan dapat ditingkatkan sesuai dengan kemampuaanya. Sebenarnya dosen mengerti kelebihan pengajaran individual, mengenai strategi, pengelolaan, setting atau lokasi pembelajaran, bentuk pembelajaran dan sebagainya, sebagai cara pemecahan masalah diatas, tetapi bila diterapkan pengajaran individual murni, hal ini tidak dimungkinkan, dosen terbentur pada ketersediaan tenaga, ruang, alat bantu belajar, media, waktu pengajaran, fasilitas Perpustakaan dan lain-lain, yang secara umum negara kita belum mampu menerapkan perkuliahan yang ideal ini seperti yang dilakukan di negara-negara maju. Penelitian ini mengupayakan alternatif pemecahan masalah yaitu dengan sarana dan prasarana yang ada, atau yang mampu diadakan akan mendekatkan sistem perkuliahan ke bentuk pengajaran individual, yang dalam hal ini kami sebut sebagai pengajaran “semi individual”.
4. Apabila ada mahasiswa yang gagal mencapai target minimal penguasaan materi perkuliahan, maka dinyatakan tidak lulus mata kuliah tersebut dan harus mengulang, demikian sampai akhirnya dapat mencapai target minimal. Untuk mengatasi masalah tersebut, kadang-kadang dosen menggunakan PAN (Penilaian Acuan Normal), yaitu menilai kemampuan mahasiswa relatif terhadap teman-temannya, sehingga jika seorang mahasiswa tertentu dengan kemampuan tertentu akan memiliki nilai yang berbeda jika dia masuk di dua kelas dengan rata-rata kepandaian yang berbeda. Penelitian ini bertujuan mencobakan strategi dan metode pembelajaran kooperatif yang memanfaatkan potensi dan eksistensi mahasiswa lain untuk membantu mahasiswa yang kurang dari segi akademis, kurang motivasi, minat, kurang aktif, kurang terarah dalam belajar dan sebagainya, sehingga dalam diri mahasiswa tertanam minat yang meningkat terhadap hal-hal yang dipelajari, sikap positif terhadap proses belajar mengajar, tumbuhnya sikap percaya diri dan terbinanya kesehatan mental yang penting bagi perkembangan mahasiswa. Dengan meningkatnya kemampuan individu maka akan meningkat pula rata-rata kelas akibatnya nilai yang diperoleh mahasiswa menjadi lebih berbobot.
5. Dari pengalaman mengajar yang dialami peneliti, jika dosen memberikan tugas terstruktur atau mandiri berupa soal pemecahan masalah atau penemuan yang agak kompleks atau sulit, maka sebagian mahasiswa yang tidak mampu menyelesaikan umumnya mereka tidak jujur atau terbuka menyelesaikan sejauh mana yang dia bisa kerjakan tetapi mereka tuntaskan tugasnya dengan mencontoh pekerjaan temannya dengan atau tanpa pemahaman, dan kebanyakan tanpa pemahaman. Penelitian mengupayakan pemecahan masalah tersebut dengan membelajarkan mahasiswa dalam kelompok kecil yang diatur sedemikian rupa sehingga ketuntasan belajar dapat dicapai.
6. Pengertian belajar tuntas (mastery learning) sebenarnya lebih menekankan pada kegiatan individual dalam belajar. (James H. Block, 1971: 53) . Mahasiswa betanggung jawab terhadap proses dan hasil belajarnya sendiri, penekanan ini terutama ditujukan pada usaha penguasaan bahan ajar. Meskipun dosen telah berusaha meminimalkan kendala-kendala mahasiswa yang mengalami kesulitan belajar, namun tetap saja ada mahasiswa yang tidak dapat mencapai ketuntasan belajar seperti yang diharapkan dalam tujuan pengajaran. Hal ini antara lain karena keterbatasan penyediaan waktu dosen untuk memperhatikan dan membimbing mahasiswa tersebut, kurangnya usaha, semangat mahasiswa untuk menguasai bahan ajar atau kekurangmampuan mahasiswa memanfaatkan secara optimal potensi lingkungannya (misal : teman-teman, sarana prasarana, dll). Penelitian ini mengupayakan ketuntasan belajar semua mahasiwa peserta kuliah tanpa menurunkan tingkat kesulitan dan membatasi ruang lingkup bahan seperti yang telah ditetapkan pada tujuan pembelajaran , dengan menutup segala keterbatasan yang disebut di atas.
7. Mahasiswa UNNES (khususnya Pendidikan Matematika) adalah calon guru, disamping kemampuan akademik yang memadai mereka dituntut pula memiliki kepribadian dengan ciri-ciri tertentu : percaya diri, antusias, menyukai hubungan interpersonal, empati, kamunikator yang baik, pendengar yang baik, sabar, dedikasi dan sebagainya, yang barangkali tidak semuanya dapat ditimba dari kuliah yang hanya sekedar ceramah, menyelesaikan soal, tugas terstruktur, tugas mandiri saja. Dengan pembelajaran kooperatif ini diharapkan mahasiswa dapat meningkatkan watak dan sikap tersebut diatas. Dari uraian diatas muncul permasalahan dalam proses belajar mengajar matematika di Universitas Negeri Semarang, antara lain tentang : realisasi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, strategi pemantauan proses, umpan balik dan teknik evaluasi proses belajar tersebut serta sejauh mana pembelajaran ini dapat meningkatkan hasil belajar matematika mahasiswa.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas muncul permasalahan yaitu : Dalam proses perkuliahan di Prodi Pendidikan Matematika UNNES, dosen menemui kesulitan menyelenggarakan perkuliahan yang dapat mengoptimalkan kemampuan dan memaksimalkan perolehan materi secara individual bagi mahasiswa, kesulitan membelajarkan sekelompok mahasiswa dengan mempedulikan perbedaan karakteristik individual mahasiswa yang ada. Adapun identifikasi masalah-masalah tersebut adalah sebagai berikut :
1. Perlu dicoba merealisasikan pembelajaran “Kooperatif Semi Individual” untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa.
2. Perlu diteliti proses pembelajaran “Kooperatif Semi Individual” yang diterapkan pada mahasiswa pendidikan matematika.
3. Perlu diteliti umpan balik dan hasil evaluasi proses pembelajaran “Kooperatif Semi Individual” yang diterapkan ada mahasiswaa pendidikan matematika.
4. Sejauh mana pembelajaran ini dapat meningkatkan hasil belajar matematika mahasiswa yaitu pada mata kuliah Statistika Matematika ?
Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari pendidikan mahasiswa sebagai orang dewasa adalah untuk membantu setiap mahasiswa sebagai orang dewasa, untuk mengembangkan diri melalui pendidikan. Tidak ada satu sistem pendidikan orang dewasa yang dapat memenuhi semua kebutuhan belajar dan keinginan mahasiswa. Sekalipun demikian tidak tertutup kemungkinan usaha-usaha untuk membantu setiap mahasiswa untuk mengembangkan potensi (kemampuan ) yang mereka miliki sebaik mungkin.
Melalui pendidikan orang dewasa, dosen diharapkan mampu mendorong perkembangan mahasiswa ke arah tiga hal, yaitu : membangkitkan semangat mahasiswa, memberikan kemampuan kepada mahasiswa agar dapat berbuat seperti diperbuat orang lain, memberi kemampuan kepada mahasiswa untuk dapat menolak atau menerima hal-hal yang berhubungan dengan perkembangan mereka.(Paulina Pannen, 1997 : 4).
Pencapaian ketiga aspek ini mengacu pada pencapaian rasa percaya diri dan kemampuan hidup mandiri sesuai dengan status seseorang dalam masyarakat. Mahasiswa diharapkan menjadi manusia kreatif, sensitif, sadar, dapat menjadi anggota masyarakat yang berperan aktif dalam proses pembangunan. Ketiga aspek tersebut merupakan bekal pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang menjadi tujuan akhir pendidikan orang dewasa yang diselenggarakan oleh berbagai institusi. Ketiga aspek itu adalah tujuan akhir dari suatu pendidikan di lembaga pendidikan tinggi.
Memperhatikan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian tindakan ini adalah :
1. Meningkatkan kualitas hasil belajar mahasiswa, khususnya optimalisasi kemampuan individual mahasiswa, maksimalisasi perolehan materi perkuliahan.
2. Mengkonstruksi pembelajaran yang memperhatikan potensi dinamis para mahasiswanya tetapi juga mempertimbangkan sarana dan prasarana yang tersedia yang memungkinkan terselenggaranya pengajaran yang memperhatikan individu-individu mahasiswa tersebut.
3. Penelitian ini diterapkan pada Matakuliah Statistika Matematika, sehingga diharapkan setelah proyek ini terlaksana pengetahuan dan kemampuan mahasiswa dalam bidang statistika menjadi lebih mantap dan dapat mendukung perkuliahan Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan, Statistika Penelitian dan pembuatan Skripsi.
Manfaat Penelitian
Hasil pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas yang merupakan “self reflective teaching” ini akan memberikan manfaat yang berarti bagi perorangan / institusi, sebagai berikut :
a. Bagi dosen : dengan dilaksanakannya penelitian tindakan kelas ini, dosen dapat lebih mengetahui, bertambah wawasan, lebih menghayati strategi pembelajaran matematika yang lebih memperhatikan keragaman potensi-potensi dinamis mahasiswa, memperoleh kepuasan sebab dosen dapat mengoptimalkan kemampuan mahasiswa dan memaksimumkan perolehan materi proporsional terhadap kemampuan mahasiswa.
b. Bagi mahasiswa : hasil penelitian tindakan kelas ini sangat menguntungkan mahasiswa karena mahasiswa dapat berkembang sesuai dengan potensi dan kemampuannya.
c. Bagi UNNES : hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan yang baik pada universitas dalam rangka perbaikan pelaksanaan perkuliahan, khususnya di Jurusan Matematika. Hasil-hasil yang diperoleh dari penelitian ini juga dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan pendidikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Teori Mengajar
Mengajar dilukiskan sebagai proses interaksi antara dosen dan mahasiswa dimana dosen mengharapkan mahasiswanya dapat menguasai pengetahuan, ketrampilan ,sikap yang benar-benar diharapkan dosen berdasarkan SAP. Pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang diharapkan itu hendaknya relevan dengan tujuan dari perkuliahan yang diberikan dan disesuaikan dengan struktur kognitif mahasiswa. (Herman Hudoyo, 1980 : 18).
Dengan demikian mengajar adalah untuk melihat bagaimana proses belajar berjalan. Tidak hanya sekedar mengatakan dan memberi instruksi atau tidak hanya membiarkan siswa belajar sendiri tanpa dibimbing. Mengajar sebenarnya memberi kesempatan yang diajar untuk mencari, bertanya, bernalar, menemukan dan bahkan menebak dan mendebat.
Suatu kondisi yang perlu untuk pengembangan teori mengajar matematika adalah bahwa teori mengajar tersebut haruslah didasarkan kepada bagaimana mahasiswa dapat belajar secara efektif tanpa mencoba memaksa mahasiswa diluar tahap kesiapan intelegensinya.
Teori Belajar
Menurut Dienes, belajar matematika melibatkan suatu struktur hirarki dari yang telah terbentuk sebelumnya. Asumsi ini berarti adalah belajar konsep-konsep matematika yang lebih tinggi tidak mungkin bila prasyarat yang mendahului konsep-konsep itu belum dipelajari. Gagne dan Ausubel pun menggunakan konsep tersebut. Bagi Gagne, tingkatan urutan itu adalah dari konsep-konsep dan prinsip-prinsip menuju ke pemecahan masalah. Pemecahan masalah ini oleh Gagne dipandang sebagai tahap belajar tingkat tertinggi. Tetapi Ausubel mulai dengan konsep-konsep yang paling inklusif dan kemudian memecah proses belajar kedalam konsep-konsep belajar yang kurang inklusif. Konsekuensinya, hirarkinya Gagne mulai dengan prasyarat sederhana dan bejalan menuju ke tahap yang lebih kompleks sebagaimana yang dikehendaki. Ausubel berpendapat sama, tetapi arah hirarkinya berbeda yaitu dari kerangka global ke suatu studi konsep-konsep bagian khusus.
Atas dasar struktur kognitif, bahan ajar harus disusun menurut urut-urutan kognitif, bahan ajar harus disusun menurut urut-urutan tingkat kesukaran yang logis dan didasarkan atas pengalaman-pengalaman terdahulu. Jadi bahan yang dipelajari haruslah bermakna, artinya bahan pelajaran itu cocok dengan kemampuan mahasiswa dan harus relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki mahasiswa. Dengan kata lain bahan ajar baru haruslah dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada sedemikian hingga konsep-konsep baru itu benar-benar terserap. Belajar yang “bermakna” bertentangan dengan belajar dengan menghafal. Belajar dengan menghafal berarti belajar dikerjakan dengan cara mekanik, sekedar mengingat tanpa suatu pengertian. Jika matematika dipelajari dengan hafalan maka siswa akan menjumpai kesulitan, sebab bahan pelajaran yang diperoleh dengan hafalan “belum siap pakai” untuk menyelesaikan masalah bahkan juga dalam situasi-situasi yang mirip dengan bahan yang dipelajari itu.
Pembelajaran “Semi Individual”
1. Bentuk dan Tujuan, mengenai bentuk pembelajaran individual, Sudjana dan Rivai dalam Hasibuan (1988 : 81), menyatakan bahwa pembelajaran individual ini memberikan kesempatan kepada setiap mahasiswa untuk belajar sesuai dengan tingkat kemampuan, kecepatan , kebutuhan dan tehnik atau caranya masing-masing. Tujuan utama yang ingin diperoleh adalah agar mahasiswa dapat belajar secara optimal serta mendapatkan perolehan belajar secara maksimal sesuai dengan tingkat kemampuan atau potensi dinamis yang dimilikinya. Bentuk dan tujuan pembelajaran ‘Semi Individual” sama dengan pembelajaran Individual.
2. Pengaturan Waktu, dalam pembelajaran individual, pengaturan waktu belajar secara fleksibel, tetapi dalam pembelajaran ”Semi Individual” waktu tetap sesuai dengan yang ditentukan dalam SAP.
3. Diagnosis, pembelajaran individual memerlukan identifikasi kemampuan awal (entry behavior) untuk bahan pertimbangan dilakukannya suatu pembelajaran. Identifikasi tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan tes, dalam pembelajaran “Semi Individual” ini dilakukan pre-tes untuk menempatkan mahasiswa dalam kelompok-kelompok kemampuan tinggi, sedang, atau kurang.
4. Materi dan Pesan Informatif, dalam pembelajaran individual materi pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan mahasiswa secara individual, dengan maksud untuk menghubungkan materi dasar dengan bidang ilmu tertentu (jurusan tertentu) dari mahasiswa. Materi dapat berbentuk berbagai ragam topik (tematik) yang dibahas oleh peserta belajar secara luas dengan menggunakan multi media dan multi metode untuk masalah yang sama. Karena berbagai kendala seperti sarana dan prasarana, tenaga dosen, ruang laborat, media, dan lain-lain maka dalam pembelajaran “Semi Individual” tidak dapat se-ideal pembelajaran individual diatas, sehingga dalam pembelajaran “Semi Individual” diterapkan materi sesuai dengan SAP, tetapi untuk kelompok mahasiswa berkemampuan tinggi diberi pengayaan (enrichment) dan kenaikan tingkat kesukaran lebih cepat, Kelompok sedang perlakuannya standar dan kelompok berkemampuan kurang lebih lambat serta metode dipilih pengajaran modul yang dibedakan menurut kelompok kemampuan bukan secara individual.
5. Evaluasi , dalam pembelajaran individual evaluasi dilaksanakan secara fleksibel, disesuaikan dengan kecepatan setiap peserta didik dalam penguasaan materi, sehingga pelaksanaannya dapat dilakukan sewaktu-waktu. Oleh sebab itu perlu disediakan lebih dari satu set tes. Bentuk evaluasi dapat dipilih sendiri oleh peserta didik sesuai dengan kemauan dan kemampuannya, misalnya dalam bentuk tugas presentasi kelas, penyusunan makalah, penulisan laporan, pengerjaan soal-soal, dan sebagainya. Dalam pembelajaran “Semi Individual” evaluasi (pos-tes) dilaksanakan bersama, waktu sesuai dengan yang telah diatur dalam satuan perkuliahan, dengan satu macam set soal. Jadi perbedaan mendasar pembelajaran “Semi Individual” dengan pembelajaran klasikal adalah pada penyampaian materi yang dibedakan menurut kelompok kemampuan intelektualnya, sehingga untuk mahasiswa berkemampuan rendah masih dimungkinkan menyerap materi sesuai dengan kemampuaannya daripada dalam pembelajaran klasikal, mahasiswa ini bisa sama sekali tidak menyerap materi, atau menyerap sepotong-sepotong, yang menyebabkan pelajaran kurang “bermakna”.
6. Pengajaran Remedial dan Bimbingan Pribadi, bagi mahasiswa-mahasiswa dengan hasil evaluasi dibawah batas minimal diberikan pengajaran remedial dan bimbingan-bimbingan pribadi diluar jam kuliah, misalnya dengan mempelajari kembali buku-buku tertentu atau dipresentasikan kembali deskripsi secara umum berkenaan dengan bahan yang diteskan, kemudian diadakan pos-tes ulang (re-post-test) untuk mengukur kembali sejauh mana penguasaan materi matematika mereka, bagi mereka yang tidak lulus re-post-test diberi perlakuan khusus yaitu bimbingan secara pribadi (konseling) sebelum mengikuti kegiatan atau Pokok Bahasan selanjutnya.
7. Penataan Tempat Duduk Mahasiswa, formasi tempat duduk yang dipergunakan oleh mahasiswa dapat mempengaruhi proses belajar. Dalam pembelajaran “Semi Individual” ini, apabila pengajaran akan ditempuh secara berdiskusi maka digunakan formasi tempat duduk melingkar untuk masing-masing kelompok, bila mahasiswa sedang mengerjakan atau memperlajari modul maka formasi dibuat berderet memanjang ke belakang dengan setiap anggota kelompok tertentu berdekatan sehingga memudahkan dosen melakukan pembimbingan atau inspeksi keliling.
Pengajaran Dalam Bentuk Modul
Secara umum modul dapat diartikan sebagai unit-unit yang memiliki keseluruhan yang lebih besar, sehingga istilah modul digunakan juga untuk bidang lain sebagai komponen. Sehingga modul merupakan unit-unit mata pelajaran dan yang terpenting adalah isi pelajarannya, sedangkan media-media lain sifatnya hanya membantu pembelajaran dengan modul.
Demikian juga dalam klasifikasinya, modul dibagi dalam dua kepentingan, seperti yang dipikirkan oleh Gibbsons, yaitu modul yang digunakan untuk keperluan pembelajaran individu, mandiri, sehingga peranan guru hanya jika diperlukan dan yang kedua modul digunakan dalam pengajaran di kelas. Dalam penelitian ini, modul diartikan untuk keperluan pembelajaran kelompok. Secara bersama-sama guru memberikan petunjuk tentang cara pembelajaran dengan modul dan setelah paham baru siswa mengerjakan.
Modul direncanakan dan disusun untuk keperluan peserta didik. Bahkan hampir dapat dipastikan bahwa 90% modul ditulis untuk memberikan cara belajar lebih mudah. (Hartono Kasmadi, 1995. Dalam LIP , h : 37). Akan tetapi tidak menutup kemungkinan modul juga digunakan oleh dosen untuk mengajar lebih lancar. Beberapa ciri fungsi modul adalah :
1. Dapat digunakan sebagai pengajaran biasa.
2. Memperkaya bahan pengajaran dan pembelajaran.
3. Pengajaran remedial.
4. Menyamakan persepsi diantara peserta didik, sehingga dapat mempelajari bahan yang baru.
5. Memberikan kesempatan peserta didik yang berhalangan mengikuti pelajaran kelas.
6. Keperluan pengajaran jarak jauh, atau kursus melalui pos.
Ciri-Ciri Modul
Melihat kegunaannya, terdapat ciri-ciri khusus modul pengajaran dan pembelajaran, antara lain seperti disebutkan dibawah ini :
1. Modul disusun hanya untuk satu kebutuhan belajar peserta didik pada tingkat tertentu. Artinya satu modul tidak boleh diperuntukkan bagi semua jenjang pendidikan.
2. Modul merupakan unit terkecil dari suatu bahan pelajaran. Sehingga sedapat mungkin dalam satu modul hanya termuat satu konsep dengan kelengkapannya yang tuntas.
3. Modul selalu merumuskan tujuan khusus perubahan tingkah laku sebagai hasil pembelajaran peserta didik. Sehingga mereka akan memahami secara tepat hasil yang akan dicapai.
4. Materi yang terkandung dalam isi modul, akan memberikan arahan untuk mencapai tujuan (TIK) yang dimuat pada awal modul.
5. Modul dapat memanfaatkan media lain, dengan memilih media yang tepat sesuai dengan TIK serta strategi pembelajarannya. Pemilihan media lain yang ditetapkan harus sudah dijelaskan sejak awal modul ditulis. Dan menetapkan media lain bukan sekedar pelengkap saja akan tetapi merupakan bagian dari modul yang harus dipelajari oleh peserta didik.
6. Modul juga dapat dijadikan bahan pengajaran remidi, dalam keadaan tertentu juga dapat dijadikan bahan kursus jarak jauh.
7. Terdapat juga modul khusus yang berisi bahan pengayaan bagi peserta didik yang telah dengan cepat menyelesaikan modul tertentu dan akan mampu belajar sendiri.
8. Strategi pembelajaran dalam modul dapat bervariasi, tergantung pendalaman bahan dan pilihan strategi yang tepat. Misalnya dengan aktivitas belajar modul dengan berdiskusi, perintah membaca buku teks atau referensi, melakukan percobaan atau sebagainya.
9. Modul merupakan bahan pembelajaran dimana peserta didik menyelesaikan pembelajarannya sesuai dengan kecepatannya sendiri.
10. Tugas serta hasil pembelajaran dalam modul bersifat tuntas.
11. Modul harus mengandung semua unsur konsep pembelajaran.
12. Evaluasi yang diterapkan pada modul harus sesuai dengan TIK yang telah dirumuskan pada awal modul.
13. Sebelum modul digunakan secara nyata harus mengalami uji-coba. Uji coba dikenakan pada peserta didik yang sesuai dengan tingkat pengalaman belajar serta tngkat kegunaan modul. Hasil uji-coba dapat digunakan sebagai perbaikan dan revisi seperlunya sehingga modul menjadi lebih sempurna.
Batang Tubuh Modul
Modul dapat ditulis dalam berbagai bentuk dan dapat juga dalam berbagai media. Didalamnya terdapat semua unsur proses pembelajaran. Yang harus diperhatikan adalah bahwa sebuah modul hanya akan berisi satu topik bahasan, bahkan kalau topik bahasan terlampau besar maka modul akan dibagi dalam sub topik bahasan. Ini tergantung juga pada kedalaman dan keluasan isi modul, serta ketuntasannya sesuai dengan hasil pembelajaran yang telah dirumuskan dalam tujuan khusus maupun tujuan umum.
Dalam penyelesaian setiap topik bahasan (sub topik bahasan) mungkinpeserta didik diharapkan juga melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu dengan menggunakan media-media atau alat peraga-alat peraga yang telah ditetapkan, misalnya :
1. Membaca artikel dalam jurnal, majalah, surat kabar.
2. Membaca buku teks atau buku rujukan lainnya.
3. Menganalisis gambar, foto, tabel, chart.
4. Menyaksikan dan menganalisis tayangan film, video atau slide.
5. Mengamati benda-benda atau peraga lainnya.
6. Mendengar dan menganalisis rekaman audio.
7. Melaksanakan uji coba dalam laboratorium atau bengkel kerja.
8. Berdiskusi berbagai topik dengan teman atau tutor.
9. Menganalisis hasil suatu percobaan atau demonstrasi.
Kegiatan - kegiatan tersebut harus dengan tepat dan pasti telah termuat dalam petunjuk dan atau instruksi modul. Semua perangkat lunak serta perangkat keraspun harus sudah tersedia, baik termuat dalam modul (chart, tabel, gambar), atau tersedia pada perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, yang ada di sekolah, pusat sumber belajar, atau dikemas dalam unit-unit lain, dan sebagainya.
Lazim suatu modul mempunyai batang tubuh sebagai berikut :
1. Topik : topik sesuai dengan kurikulum serta SAP yang telah tersedia.
2. Sinopsis/ Intisari : untuk memberikan gambaran yang jelas kepada peserta didik, maka disediakan ringkasan yang berkenaan dengan seluruh isi modul tersebut. Tujuannya agar peserta didik tidak mengira-ngira apa yang akan termuat serta dapat menyiapkan diri dengan sebaik-baiknya.
3. Tujuan Khusus : tujuan khusus hendaknya dirumuskan sedemikian rupa sehingga tidak terlalu panjang dan banyak, serta tujuan khusus ini harus mudah diukur dan dipahami oleh peserta didik. Tujuan khusus hendaknya dibatasi tidak lebih dari 4 rumusan tujuan.
4. Prasyarat Peserta Didik : jika diperlukan maka modul dapat menghendaki suatu prasyarat tertentu dari peserta didik. Prasyarat ini merupakan suatu kajian tentang pengalaman belajar sebelumnya, sehingga modul yang bersangkutan dapat dengan mudah diikuti.
5. Pre-tes : tes awal ini dimaksud untuk mengukur sejauh mana peserta didik mengetahui isi modul. Jika sekiranya peserta didik mampu memahami diatas 75 % maka diharapkan akanmudah menyelesaikan modul dengan tuntas.
6. Isi Pembelajaran : sesuai dengan topiknya maka isi pembelajaran modul memuat selengkapnya bahan yang harus dikaji oleh peserta didik. Isi bahan pelajaran biasa dibagi dalam bagian-bagian yang dilengkapi dengan acuan-acuan atau arahan-arahan apa yang dikerjakan mulai awal sampai akhir runtut sesuai dengan kriteria yang telah dirumuskan sesuai SAP, pedoman modul dan sebagainya. Kelengkapan lain yang termuat misalnya segala contoh yang diperlukan, bahan media yang harus dikerjakan, latihan-latihan, petunjuk perangkat keras media yang dapat digunakan, buku teks atau buku rujukan yang harus dibaca, diskusi yang harus dilaksanakan, bagian isi mana yang harus dikonsultasikan dan seterusnya. Pada setiap bagian dari isi modul, sebaiknya disajikan serangkaian alat evaluasi untuk mengukur keberhasilannya, apakah bagian tersebut sudah dipahami dengan baik atau belum.
7. Pos-tes : tes ini merupakan tes akhir yakni tes atau evaluasi hasil pembelajaran yang harus dilaksanakan oleh peserta didik. Tujuannya adalah untuk mengukur sejauh mana peserta didik telah mampu memahami seluruh isi modul. Tes akhir ini seyogyanya selaras dengan tes awal. Kriteria hasil telah ditetapkan dalam modul sehingga peserta didik akan tahu dengan pasti pada tingkatan berapa hasil yang telah dicapai. Lembar jawab sedapat mungkin dicantumkan juga pada modul, misalnya pada akhir buku modul. Jawaban harus sedemikian lengkap sehingga peserta didik dapat dengan jujur menilai sendiri.
G. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mendorong mahasiswa aktif menemukan sendiri pengetahuaanya melalui ketampilan proses. Mahasiswa belajar dalam kelompok kecil yang kemampuannya heterogen. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota aling bekerja sama dan membantu dalam memahami suatu bahan ajar. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi dan saling membantu teman sekelompok mencapai ketuntasan. (Slavin, 1995 : 73). Agar mahasiswa dapat bekerjasama dengan baik didalam kelompoknya maka mereka perlu diajar ketrampilan-ketrampilan kooperatif sebagai berikut :
Berada dalam Tugas
Yang dimaksud adalah tetap berada dalam kerja kelompok, menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung jawabnya sampai selesai dan bekerja sama dalam kelompok sesuai dengan kesepakatan kelompok, ada kedisiplinan individu dalam kelompok. Dengan melatih kedisiplinan tersebut, mahasiswa akan menyelesaikan tugasnya dlam waktu yang tepat dengan ketelitian yang baik.
Mengambil Giliran dan Berbagi Tugas
Yaitu bersedia menerima tugas dan membantu menyelesaikan tugas. Ketrampilan ini penting karena kegiatan akan selesai pada waktunya dan kelompk akan lebih bangga terhadap peningkatan efektivitas dalam mempersiapkan tugas-tugas yang diemban.
Mendorong Partisipasi
Yaitu memotivasi teman sekelompok untuk memberikan kontribusi terhadap tugas kelompok. Hal ini penting karena anggota kelompok akan merasa bahwa kontribusi mereka amat dibutuhkan, dan mereka merasa dihargai yang selanjutnya akan menumbuhkan rasa percaya diri.
Mendengarkan dengan Aktif
Yang dimaksud adalah mendengarkan dan menyerap informasi yang disampaikan teman dan menghargai pendapat teman. Ketrampilan ini penting sebab mendengarkan dengan aktif berarti memberi perhatian pada yang sedang berbicara sehingga anggota kelompok yang jadi pembicara akan merasa senang dan akan menambah motivasi belajar bagi dirinya sendiri dan yang lain.
Bertanya
Ketrampilan bertanya yang dimaksud adalah menanyakan informasi atau penjelasan lebih lanjut dari teman sekelompok, kalau perlu didiskusikan, apabila tetap tidak ada pemecahan, tiap anggota kelompok wajib mencari pustaka yang mendukung, jika tetap tidak terselesaikan baru bertanya kepada dosen.
Unsur-Unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif
Agar pembelajaran kooperatif dapat berjalan efektif, unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif yang perlu ditanamkan pada mahasiswa adalah sebagai berikut :
1. Para mahasiwa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam dan berenang bersama “.
2. Para mahasiswa memiliki tanggungjawab terhadap mahasiswa lain dalam kelompoknya, disamping tanggungjawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
3. Para mahasiswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.
4. Para mahasiswa harus membagi tugas dan berbagi tanggungjawab sama besar diantara para anggota kelompok.
5. Para mahasiswa akan diberikan satu evaluasi atau penghargaan yangakan ikut berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok.
6. Para mahasiswa berbagi kepemimpinan, sementara mereka memperoleh ketrampilan bekerjasama selam belajar.
7. Para mahasiswa diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Landasan Pembelajaran Kooperatif
Teori motivasi adalah teori yang mendasari pembelajaran kooperatif, mahasiswa yang bekerja dalam kelompok kooperatif belajar lebih banyak daripada kelas yang diorganisasikan secara tradisional (Slavin, 1995 : 16). Menurut teori motivasi, motivasi mahasiswa pada pembelajaran kooperatif terutama terletak pada bagaimana bentuk struktur pencapaian saat mahasiswa melaksanakan kegiatan. Terdapat tiga struktur pencapaian tujuan seperti berikut ini:
1. Kooperatif, setiap upaya berorientasi pada tujuan tiap individu menyumbang pencapaian tujuan individu lain. Mahasiswa yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika dan hanya jika mahasiswa lain mencapai tujuan tersebut.
2. Kompetitif, setiap upaya berorientasi pada tujuan tiap individu membuat frustasi pencapaian tujuan individu lain. Mahasiswa yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika dan hanya jika mahasiswa lain tidak mencapai tujuan tersebut.
3. Individualistik, tujuan tiap individu tidak memiliki konsekuensi terhadap pencapaian tujuan individu lain. Mahasiswa meyakini upaya mereka sendiri untuk mencapai tujuan.
Berdasarkan teori motivasi tersebut, struktur pencapaian tujuan kooperatif menciptakan situasi dimana keberhasilan individu dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang dnginkan pada pembelajaran kooperatif anggota kelompok harus saling membantu satu sama lain untuk keberhasilan kelompoknya dan yang lebih penting adalah memberi dorongan pada anggota lain untuk berusaha mencapai tujuan yang maksimal.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka teoritis diatas maka dapat dimunculkan untuk sementara hipotesis tindakan sebagai berikut :
“Dengan Model Pembelajaran “Kooperatif Semi Individual” ini, dosen dapat mengatasi kesulitan penyelenggaraan perkuliahan di Jurusan Mateamtika pada sekelompok mahasiswa yang beragam karakteristik individualnya dengan cara mengoptimalkan kemampuan individual bermodalkan sarana dan prasarana yang ada dan memaksimalkan perolehan materi sesuai kemampuan siswa masing-masing”
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Untuk mengatasi permasalahan diatas dilakukan bentuk perkuliahan yang dapat mengoptimalkan kemampuan mahasiswa secara individual tetapi bukan dengan pengajaran individual yang membutuhkan banyak sarana/ prasarana, tenaga, waktu dan lain-lain. Alternatif yang akan dicoba diterapkan dalam penelitian tindakan ini adalah pengajaran “semi individual” yaitu pengajaran yang tetap dikelola secara klasikal, penyampaian perkuliahan yang bersifat informatif tetap disampaikan secara klasikal, selebihnya disampaikan secara kelompok yaitu untuk soal-soal atau pembuktian yang membutuhkan kemampuan berpikir kritis dan analitis, dengan cara kelas dibagi dalam 3 kelompok : kemampuan tinggi (up-achiever), sedang (middle-achiever) dan kurang (under-achiever) dan tiap kelompok dibimbing oleh 1 orang ketua kelompok yang berkemampuan tinggi dan dianggap mampu mengelola kelompok belajar. Sebelum para ketua kelompok ini membimbing teman-temannya, mereka bertemu dahulu untuk membahas rencana soal yang akan dikerjakan, sehingga penguasaaan mereka sudah matang. Sehingga pembelajaran ini adalah pembelajaran kooperatif yang memperhatikan perbedaan kemampuan mahasiswa. Secara rinci penjelasannya adalah sebagai berikut :
A. Rencana Penelitian
1. Setting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Jurusan Matematika Prodi Pendidikan Matematika Universitas Negeri Semarang pada pada Mata Kuliah Statistika Matematika. Peneliti memilih matakuliah ini sebab pertama matakuliah ini menuntut banyak pemecahan masalah yang cocok untuk bahan diskusi dan mencakup berbagai jenjang ranah kognitif mulai dari pemahaman sampai evaluasi dan peneliti mengampu matakuliah tersebut.
2. Faktor Yang diselidiki
Untuk dapat menjawab permasalahan diatas, ada beberapa faktor yang ingin diselidiki. Faktor-faktor tersebut adalah sebagi berikut :
a. Faktor Mahasiswa, akan diselidiki ada tidaknya kenaikan tingkat kemampuan mahasiswa dalam matakuliah Statistika Matematika , diuji dengan menggunakan alat ukur tes (yaitu pos-tes, tiap akhir Siklus ) sedangkan dinamikanya selama proses belajar mengajar diamati dengan menggunakan pedoman observasi terfokus.
b. Faktor Dosen : Melihat keterlibatan dosen dalam mempersiapkan pengajaran yang menerapkan model pembelajaran “Kooperatif Semi Individual” ini meliputi membuat satuan perkuliahan, merancang modul, media, alat bantu, dan lain-lain, dan mengamati dosen melaksanakan proses belajar mengajar apakah sudah sesuai dengan skenario pembelajaran yang dirancang atau belum, diamati dengan pedoman observasi sistematis.
Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri atas 3 siklus. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan terselesaikannya satu set modul yang memuat satu Pokok Bahasan sesuai dengan kurikulum dan SAP untuk kelas tersebut. Untuk dapat mengamati tingkat keterlibatan mahasiswa digunakan pedoman observasi terfokus, dan untuk menyelidiki seberapa banyak dan seberapa tinggi penguasaan mahasiswa terhadap Pokok Bahasan yang bersangkutan digunakan pos-tes.
Dari evaluasi hasil observasi dan tes diagnostik (pre-tes dan pos-tes) dilakukan diskusi untuk refleksi diri bagi dosen terhadap apa yang telah direncanakan dan ditindakkan. Secara lebih rinci rencana tindakan dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Persiapan
a. Menelaah karakteristik unit-unit materi dalam Pokok Bahasan yang akan diajarkan, yaitu materi-materi mana saja yang sulit untuk diajarkan secara klasikal, misalnya materi-materi yang membutuhkan sikap kritis, rangsangan berpikir, daya kreativitas belajar, dan materi-materi mana saja yang hanya membutuhkan penyampaian secara informatif.
b. Merumuskan tujuan perkuliahan , yaitu performansi yang akan dicapai melalui tindakan pembelajaran “kooperatif semi individual” ini.
c. Mengatur alokasi waktu yang dibutuhkan mahasiswa untuk menyelesaikan tugas dan kegiatan-kegiatan tindakan perkuliahan “kooperatif semi individual” ini.
d. Menyusun modul dan skenario perkuliahan “Semi Individual”, menyusun modul tiga macam untuk tiga karakteristik kelompok mahasiswa yang didesain sedemikian rupa sehingga memberikan fasilitas pengayaan (enrichment) bagi kelompok mahasiswa berkemampuan tinggi, membantu mahasiswa yang berkemampuan kurang secara lebih lambat dan bertahap disertai bimbingan pribadi. Untuk pengamatan terhadap dosen dan mahasiswa selama proses pembelajaran, dibuat pedoman observasi sistematis untuk dosen dan pedoman terfokus untuk mahasiswa.
e. Membuat Satuan Perkuliahan untuk siklus I, II dan III.
f. Menyiapkan media, alat bantu, dll, yang dibutuhkan.
g. Mendesain 3 instrumen penelitian, yaitu :
1). Pedoman Observasi terfokus untuk mengamati dinamika aktivitas dan keterlibatan mahasiswa selama proses perkuliahan.
2). Pedoman Observasi sistematis untuk mengamati dosen selama proses pengajaran berlangsung.
3). Tes, untuk mengungkap ada tidaknya peningkatan kemampuan dan penguasaaan materi perkuliahan pada mahasiswa.
2. Pelaksanaan Tindakan
a. Melaksanakan Perkuliahan Klasikal, yaitu menyampaikan unit-unit materi Pokok Bahasan yang hanya membutuhkan penyampaian secara informatif.
4. Melaksanakan Pre-tes, yaitu memberikan pretes untuk mengelompokkan mahasiswa kedalam 3 kelompok : kemampuan tinggi, sedang dan kurang. Untuk pengelompokan ini dapat diperkuat dengan IPK matakuliah-matakuliah matematika murni semester sebelumnya. Selanjutnya memberikan penjelasan-penjelasan dan instruksi-instruksi tentang Modul dan tugas-tugas yang harus dilakukan mahasiswa.
5. Dosen dan Ketua-ketua Kelompok mengadakan kesepakatan untuk pertemuan membahas permasalahan/ soal yang sulit. Hal ini tidak memakan waktu sebab para Ketua dipilih mahasiswa yang tergolong pandai.
6. Ketua-ketua Kelompok bersama anggotanya masing-masing membuat kesepakan untuk belajar bersama membahas hal-hal yang sulit.
7. Diadakan Pos-tes untuk mengetahui performansi para mahasiswa, sejauh mana tujuan-tujuan pembelajaran dicapai oleh mahasiswa dan skenario dijalankan dengan baik.
3. Observasi
Pada tahap ini dilakukan proses observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan 2 macam pedoman observasi seperti yang disebutkan diatas. Sebelum tindakan, dilakukan pre-tes disamping untuk penempatan mahasiswa dalam kelompok I (“Tinggi”), II (“Sedang”) atau III (“Kurang”) (rata-rata pre-tes dan IPK sebelumnya) juga untuk mengukur kemampuan awal mahasiswa, dan setelah tindakan dilakukan pos-tes, kemudian rata-rata hasil pre-tes dan IPK semester sebelumnya dibandingkan dengan hasil pos-tes dengan menggunakan uji ketaksamaan 2 mean yaitu t-test.
4. Refleksi
Hasil yang diperoleh pada tahap observasi dikumpulkan, didiskusikan, dianalisis, dan dievaluasi oleh peneliti, kemudian melakukan refleksi diri tentang berhasil tidaknya tindakan yang telah dilakukan, faktor-faktor pendukung, penghambat, dari aspek internal dan eksternal dosen dan mahasiswa. Kemudian untuk siklus berikutnya diadakan perbaikan atau peningkatan pengajaran dan lain-lain secara kualitas dan kuantitas berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi.
Data dan Cara Pengambilannya
1. Sumber Data : mahasiswa selama proses perkuliahan, dosen yang sedang mengajar.
2. Jenis Data :
a. data hasil belajar mahasiswa,
b. data observasi proses mengajar,
c. data observasi proses belajar.
3. Cara Pengambilan Data
a. data hasil belajar mahasiswa diambil dengan menggunakan pre-tes dan pos-tes,
b. data observasi proses mengajar diambil dengan observasi sistematis,
c. data observasi proses belajar diambil dengan observasi terfokus.
Indikator Kinerja
Yang menjadi indikator keberhasilan penelitian tindakan ini adalah apabila hasil uji-t menunjukkan bahwa nilai pos-tes (setelah akhir satu set modul atau satu Pokok Bahasan) lebih tinggi dari nilai pre-tes (sebelum dikenai tindakan) bersama-sama dengan IPK Semester sebelumnya, dinamika keterlibatan mahasiswa secara kognitif, afektif dan psiko motor menunjukkan kenaikan dilihat dari hasil observasi dan bila peran dosen selama proses pengajaran telah sesuai dengan skenario dan acuan-acuan pembelajaran “Semi Individual” diatas.
DAFTAR PUSTAKA
Adderly,K.W. & Ashwin, C. 1976. The Use of Project Methods in Higher Education. Society for Research in Higher Education. London.
Gibbons, M. 1971. Individualized Instructions. Teachers College Press. New York.
Hartono Kasmadi, 1995. Pemahaman Tentang Pengajaran Individu. Dalam Lembaran Pengetahuan IKIP Semarang Edisi Khusus 1995 Lustrum VI, hal : 32. IKIP Semarang Press. Semarang.
Hasibuan, JJ. 1988. Proses Belajar Mengajar. Remaja Karya. Bandung
Herman Hudoyo. 1980. Teori Dasar Belajar Mengajar Matematika. P3G Depdikbud. Jakarta.
Herman Hudoyo. 1984. Metode Mengajar Matematika. Depdikbud. Dirjen. Dikti. P2LPTK. Jakarta.
Knowles, M. 1975. Self Directed Learning : A Guide for Learners and Teachers. Cambridge Adult Education. New York.
Kozma, R.B.,Belle, L.W.,Williams, G.W. 1978. Instructional Techniques in Higher Education. Educational
Technology Publications. Englewood Cliffs. New Jersey.
Kustiono dan Achmad Munib. 1997. Pembelajaran Individualisasi : Desain dan Implementasinya Dalam Proses Pembelajaran. Dalam Lembaran Ilmu Pengetahuan IKIP Semarang No.2-Tahun XXVI-1997, hal : 74. IKIP Semarang Press. Semarang
Lily Budiardjo, Dra., M.Sc. 1997. Dosen dan Pemberian Tugas. (Dalam “Mengajar di Perguruan Tinggi bagian II”). PAU PPAI Dirjen Dikti Depdikbud. Jakarta.
Lundgren, Linda. 1994. Cooperative Learning in The Science Classroom. Glencoe Macmillan Mc Graw Hill. Nem York.
Maryanto. 1998. Pembelajaran Gotong Royong dalam Pengajaran Sains, Matematika dan Bahasa. (Makalah Seminar Nasional Kerja Sama RECSAM Penang Malaysia dan IKIP Semarang). Semarang.
Paulina Pannen, Dr., Mestika Sekarwinahyu, Dra. 1997. Belajar Aktif . (Dalam “Mengajar di Perguruan Tinggi bagian II”). PAU PPAI Dirjen Dikti Depdikbud. Jakarta.
Slavin, Robert E. 1995. Cooperative Learning. Second Edition. Allyn and Bacon Publisher. Massachusetts.
Soedarno Wiryohandoyo. 1989. Learning Objectives. Makalah disampaikan dalam Latihan Pengembangan Sistem Instruksional III. IKIP Semarang. Semarang.
Suhito, Drs. 1987. Diagnosis Kesulitan Belajar. IKIP Semarang Press. Semarang
Sukewi Sugito. 1989. Pengelolaan Kelas. Dalam Lembaran Ilmu Pengetahuan IKIP Semarang No.4 - Tahun XVIII 1989, Hal : 1. IKIP Semarang Press. Semarang.
Veronika LD. 1 996. Pembelajaran Individual. PPS IKIP Malang. Malang.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar