Jumat, 21 November 2008

EVALUASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA SLTP

STRATEGI DAN SISTEM EVALUASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA SLTP BERBASIS KOMPETENSI
Scolastika Mariani

A. PENDAHULUAN
Era globalisasi mewarnai kehidupan karena sarat dengan informasi, cepat berubah dan penuh persaingan, menggiring manusia untuk tidak sempat beristirahat sekejappun dari berpikir dan berbuat kreatif. (Arismunandar,1996). Lalu pendidikan macam apa yang perlu dipersiapkan untuk menghadapi gejolak dunia yang seperti ini?
Belajar merupakan perjalanan yang tidak pernah berakhir dalam pembinaan dan pemahaman diri. Ini berarti bahwa analisis, perbaikan, inovasi cara-cara belajar dituntut agar tetap dapat mengikuti tuntutan jaman. Proses pendidikan sekolah dan keluarga sampai saat ini didominasi oleh struktur berpikir linier yang berada dalam belahan otak kiri. Belajar menghafal abjad, berhitung, kegiatan ekstra seperti upacara dan baris berbaris, dll. Lebih-lebih pembelajaran di sekolah yang mengandalkan sistem komunikasi verbal, tanpa membangkitkan imajinasi yang menembus struktur ruang dan waktu. Hasil akhir dari semua ini adalah timbulnya fenomena bahwa peserta didik dapat menghafal banyak informasi, tetapi mereka tidak dapat memanfaatkan informasi yang dikuasai secara kreatif.
Pertama-tama pola pikir guru harus diubah, pola pikir yang bergaya menggurui diganti menjadi pola pikir fasilitator dan mediator, gaya otoriter penguasa akademik perlu diganti menjadi gaya demokratik pelayan informasi dan pengasuh yang bijaksana. Dibutuhkan guru atau pendidik yang profesional, yaitu guru yang kinerjanya dapat dipertangung jawabkan menurut kriteria kebenaran ilmu (ilmu mendidik). Salah satu upayanya adalah kinerja guru harus dilandasi ilmu pengetahuan kependidikan yang memotivasi siswa belajar, karena hakekat mendidik ialah membuat siswa berminat dan aktif belajar.
Untuk mengatasi ini pendidik perlu merangsang pemanfaatan otak belahan kanan dengan strategi tertentu. William (1983) merekomendasikan beberapa cara yaitu dengan melakukan komunikasi yang dapat membangkitkan visualisasi berpikir, merangsang berimajinasi dan berfantasi, menggunakan bahasa komunikasi yang evokatif dan metaforik, menggunakan model belajar multi-sensori, serta mengadirkan berbagai penglaman langsung ke dalam kelas selama proses belajar mengajar dilaksanakan oleh guru dan siswa. Cara-cara itu perlu ditempuh agar peserta didik terkondisi ke dalam model berpikir yang tidak selalu memerlukan struktur tertentu secara sekuensial. Kegiatan ini menjadi penting agar peserta didik akhirnya dapat berpikir proaktif, divergen dan hipotetik. Kemampuan berpikir yang demikian ini akhirnya akan meningkatkan daya kreativitas para peserta didik. Untuk hidup dalam abad ke-21 ini, kreativitas akan sangat diperlukan manusia agar ia dapat bersaing secara global. Bahkan, Stephen R. Covey (1994) dalam bukunya The Seven Habits of Highly Effective People menyatakan bahwa kualitas daya cipta orisinil manusia sangat dipengaruhi oleh kemampuan menggunakan otak kanan yang bersifat kreatif. Otak kanan memang menjadikan manusia memiliki kapasitas pribadi yang mampu melakukan visualisasi suatu konsep dan mampu melakukan suatu sintesis dari bagian-bagian untuk membangun dan memproyeksikan keutuhan suatu ide dan gagasan. Namun jika hal ini tidak pernah disentuh oleh proses pendidikan , kemampuan itu juga tidak akan pernah terlahirkan.

B. KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI
Pemerintah sudah berupaya mengembangkan kemampuan siswa secara utuh dengan menerapkan secara bertahap Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). KBK merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Kompetensi merupakan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Prinsip KBK :
(1). Keimanan, nilai, budi pekerti luhur,
(2). Penguatan Integritas Nasional,
(3). Keseimbangan Etika, Logika, Estetika, Kinestetika,
(4). Kesamaan memperoleh kesempatan,
(5). Adaptasi terhadap abad pengetahuan dan teknologi informasi,
(6). Mengembangkan ketrampilan hidup,
(7). Belajar sepanjang hayat,
(8). Berpusat pada anak dengan penilaian berkelanjutan dan komprehensif,
(9). Pendekatan menyeluruh dan kemitraan.
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dalam KBK merupakan kegiatan aktif siswa dalam membangun makna dan pemahaman. Siswa : mempunyai tanggung jawab dan otoritas dalam belajar. Guru : bertanggung jawab memberikan dorongan dan menciptakan kondisi agar anak didik termotivasi. Prinsip-prinsip KBM :
(1). Berpusat pada siswa,
(2). Belajar dengan melakukan,
(3). Mengembangkan kemampuan sosial,
(4). Mengembangkan keingintahuan, imajinasi, dan fitrah bertuhan,
(5). Mengembangkan ketrampilan pemecahan masalah,
(6). Mengembangkan kreativitas siswa,
(7). Mengembangkan kemampuan menggunakan ilmu dan teknologi,
(8). Menumbuhkan kesadaran warga negara yang bertanggung jawab,
(9). Belajar sepanjang hayat,
(10). Perpaduan kompetensi, kerjasama, dan solidaritas.

Prinsip-prinsip motivasi belajar dalam KBK :
(1). Kebermaknaan,
(2). Pengetahuan dan Ketrampilan prasyarat,
(3). Model pembelajaran,
(4). Komunikasi terbuka,
(5). Keaslian dan tugas yang menantang,
(6). Latihan yang tepat dan aktif,
(7). Kesesuaian tugas,
(8). Kondisi dan konsekuensi yang menyenangkan,
(9). Keragaman pendekatan,
(10). Mengembangkan beragam kemampuan,
(11). Melibatkan sebanyak mungkin indera,
(12). Keseimbangan pengaturan pengalaman belajar.
Strategi dan Metode yang disarankan dalam KBK :
(1).Memberikan kesempatan dan motivasi agar siswa membangun gagasan/pemahaman sendiri,
(2). Suasana belajar memungkinkan siswa terlibat secara aktif,
(3). Memotivasi siswa untuk dapat belajar sepanjang hayat.
Penyediaan pengalaman belajar siswa perlu bervariasi dengan memberikan kegiatan belajar yang melibatkan siswa untuk melakukan sesuatu dan memanfaatkan berbagai potensi indera siswa.


C. BEBERAPA ALTERNATIF STRATEGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA SLTP
1. Permainan Matematika : Asik dan Menyenangkan
Adakah anak atau bahkan orang dewasa yang tidak suka permainan? Banyak anak atau orang dewasa yang gila permainan, karena ketertarikan yang luar biasa mendorong anak/orang tersebut mendapatkan pengetahuan untuk memainkannya. Dengan kata lain permainan menciptakan minat terhadap pengetahuan yang bersangkutan. Mereka masuki dunia pengetahuan melalui semangat bermain.
Astronom Jerman abad ke-17, Johannes Kepler menghabiskan beberapa tahun menekuni orbit Mars. Akhirnya ia berhasil menyingkapkan salah satu rahasia terbesar alam dan menemukan 3 hukum gerakan planet yang terkenal. Banyak orang yang kagum akan kesabaran serta disiplinnya dalam bekerja keras selama bertahun-tahun. Tetapi ia menjawab, “Apakah burung itu berkicau demi upah?”. Seseorang yang mengerjakan apa yang senang dikerjakannya, tak kan pernah merasa berat mengerjakannya. Ini berlaku dalam pekerjaan maupun studi. Ketika kita menekuni apa yang kita senangi, kita sama senangnya seperti burung berkicau.

Anak-anak, mereka memiliki dunia tersendiri yang khas, yaitu : (1). Bermain, dunia yang penuh spontasnitas dan menyenangkan, (2). Berkembang, (3). Suka Meniru, (4). Kreatif.
Kalau kita pertimbangkan “semangat” ini dalam merancang prosedur-prosedur pembelajaran bahan-bahan kurikulum menjadi bagian dari suatu permainan. Para siswa akan terpancing selangkah demi selangkah kedalam semangat belajar. Dengan cara ini pasti efektivitas pembelajaran meningkat.
Ada orang yang mengkhawatirkan kalau-kalau “pembelajaran yang menyenangkan” menuntun kepada muatan kurikulum yang dangkal. Saya rasa ini tidak beralasan, tergantung kreativitas si pembuat soal/permainan. Seakan-akan seperti diberitahu bahwa obat yang efektif itu harus pahit. Tetapi sekarang obat yang efektif tidak perlu pahit sebab anda bisa membubuhkan gula atau sirup. Unsur kesenangan dalam rancangan bahan kurikulumnya adalah seperti gula itu. Muatan pengetahuan yang harus dipelajari, seperti obat yang pahit, tetap ada, hanya saja kemasannya menarik untuk menstimulasi minat belajar.
Sebagian besar orang mengerti apa yang dimaksud dengan bermain, namun demikian mereka tidak dapat memberi batasan apa yang dimaksud dengan bermain. Beberapa ahli dan peneliti memberi batasan arti bermain dengan memisahkan aspek-aspek tingkah laku yang berbeda dalam bermain. Dikemukakan sedikitnya ada tiga kriteria dalam bermain (Dworetzky dalam Moeslichatoen R, 1999:31-32) yaitu:
a. Motivasi intrinsik. Tingkah laku bermain dimotivasi dari dalam diri anak, karena itu dilakukan demi kegiatan itu sendiri dan bukan karena adanya tuntutan masyarakat atau fungsi- fungsi tubuh;
b. Pengaruh positif. Tingkah laku itu menyenangkan atau menggembirakan untuk dilakukan.
c. Bukan dikerjakan sambil lalu. Tingkah laku itu bukan dilakukan sambil lalu, karena itu tidak mengikuti pola atau urutan yang kaku tetapi tetap ada aturannya.
Bermain merupakan tuntutan dan kebutuhan yang esensial bagi siswa SLTP. Melalui bermain anak akan dapat memuaskan tuntutan dan kebutuhan perkembangan dimensi motorik, kognitif, kreativitas, bahasa, emosi, sosial, nilai dan sikap hidup. Melalui kegiatan bermain anak dapat berlatih menggunakan kemampuan kognitifnya untuk memecahkan berbagai masalah seperti kegiatan mengukur isi, mengukur berat, membandingkan, mencari jawaban dan sebagainya. Melalui kegiatan bermain anak dapat mengembangkan kreativitasnya, yaitu melakukan kegiatan yang mengandung kelenturan; memanfaatkan imajinasi atau ekspresi diri; kegiatan-kegiatan pemecahan masalah, mencari cara baru dan sebagainya. Melalui bermain anak dapat melatih kemampuan bahasanya dengan cara mendengarkan beraneka bunyi, mengucapkan suku kata atau kata, memperluas kosa kata, berbicara sesuai dengan tata bahasa Indonesia dsb. Melalui bermain anak dapat meningkatkan kepekaan emosinya dengan cara mengenalkan bermacam perasaan, mengenalkan perubahan perasaan, membuat pertimbangan, menumbuhkan kepercayaan diri. Melalui bermain anak dapat mengembangkan kemampuan sosialnya, seperti membina hubungan dengan anak lain, bertingkah laku sesuai dengan tuntutan masyarakat, menyesuaikan diri dengan teman sebaya, dapat memahami tingkah lakunya sendiri dan faham bahwa setiap perbuatan ada konsekuensinya.Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan bermain anak akan memperoleh kesempatan memilih kegiatan yang disukainya, bereksperimen dengan bermacam bahan dan alat, berimajinasi, memecahkan masalah dan bercakap-cakap secara bebas, berperan dalam kelompok, dan memperoleh pengalaman yang menyenangkan. Contoh-contoh permainan dalam matematika : Permainan “Bujur Sangkar Ajaib” tujuannya : trampil melakukan operasi penjumlahan, Permainan “Domino Pecahan” tujuannya : mengubah pecahan biasa ke pecahan campuran atau sebaliknya dan menyetarakan bilangan pecahan, Permainan “Menemukan Luas Lingkaran”, dll (lihat transparan), semua materi dapat dibuat model permainannya, tergantung kreativitas gurunya.

2. Pemecahan Masalah Matematika : Menantang
Menyiapkan anak didik agar dapat menyelesaikan masalah-masalah adalah sesuatu yang mendasar. Matematika memiliki kontribusi yang berarti dalam penyelesaian masalah kehidupan sehari-hari, minimal kontribusi itu adalah 2 hal yaitu :
(1). Banyak masalah penting dalam kehidupan sehari-hari berhubungan dengan kuantitas, geometri, data kuantitatif yang membutuhkan analisis dan ruang,
(2) Matematika merupakan pola teknik-teknik yang dibutuhkan dalam pemecahan masalah. (Marks, 1981 : 296). Struktur pemecahan masalah (problem solving) meskipun bukan prosedur yang kaku namun dalam matematika struktur ini mudah dijelaskan karena dipelajari dengan data kuantitatif.
Suatu “masalah” adalah suatu tugas yang dapat dimengerti oleh pembelajar tetapi tidak dengan segera dapat diselesaikan olehnya. Pemecahan masalah termasuk proses eksplorasi dan penemuan. Dalam setiap masalah secara utuh adalah suatu tantangan dimana siswa mengembangkan kesadaran baru atau prosedur baru. Dalam hal ini jika seorang siswa menemukan suatu solusi untuk suatu masalah dengan mematuhi prosedur tertentu dan tanpa bimbingan dikatakan ia menyelesaikan suatu masalah. Langkah-langkah efektif dalam proses penyelesaian masalah adalah :
(1). membahas dan mengembangkan metode-metode untuk eksplorasi masalah dan penemuan kemungkinan-kemungkinan prosedur penyelesaian masalah tersebut, bantuan guru bisa diberikan bagi siswa dalam hal memahami redaksi kalimat pada masalah/ soal,
(2). mengilustrasikan model matematika untuk menterjemahkan bahasa kalimat kedalam bahasa numerik (dalam betuk kalimat matematika),
(3). menyelesaikan kalimat matematika,
(4). dengan logika (bernalar) siswa dibimbing menganalisis kebenaran jawaban. (Marks, 1981 : 297).

Empat langkah di atas yang biasa dilakukan guru dalam menyelesaikan masalah. Pemecahan masalah yang dicetuskan George Polya tidak jauh berbeda dengan yang dibahas di atas, yaitu :
(1). usahakan mengerti masalah/ soal, tahu apa yang diberikan soal (yang diketahui) dan tahu apa yang ditanyakan,
(2). merancang penyelesaian, menggambar apa yang akan dilakukan,
(3). kerjakan rancangan yang telah dibuat,
(4). koreksi kembali langkah-langkah dari depan dan jawaban akhir. (Polya dalam Paige,1982 :3 )
3. Proyek dalam Matematika : Realisasi Matematika
Metode proyek merupakan salah satu cara pemberian pengalaman belajar dengan menghadapkan anak dengan persoalan sehari-hari yang harus dipecahkan secara mandiri atau berkelompok (umumnya secara berkelompok). Metode proyek berasal dari gagasan John Dewey tentang konsep learning by doing yakni proses perolehan hasil belajar dengan mengerjakan tindakan –tindakan tertentu sesuai dengan tujuannya, terutama proses penguasaan anak tentang bagaimana melakukan sesuatu pekerjaan yang terdiri atas serangkaian tingkah laku untuk mencapai tujuan, misalnya naik tangga, melipat kertas, memasang tali sepatu, menganyam, membentuk model binatang atau bangunan dsb.(Moeslichatoen R, 1999:137). Menurut hasil penelitian terdapat hubungan yang erat antara proses memperoleh pengalaman yang sebenarnya dengan pendidikan. (Kolb dalam Moeslichatoen R, 1999:137). Oleh karena itu, pendidikan bagi siswa SLTP harus diintegrasikan dengan lingkungan kehidupan anak yang banyak menghadapkan anak dengan pengalaman langsung. Lingkungan kehidupan sebagai pribadi dan terutama lingkungan kehidupan anak dalam kelompok, banyak memberikan pengalaman bagaimana cara melakukan sesuatu yang terdiri atas serangkaian tingkah laku yang dimaksud. Di dalam kehidupan kelompok , masing-masing anak belajar untuk dapat mengatur diri sendiri agar dapat membina persahabatan berperan serta dalam kegiatan kelompok, memecahkan masalah yang dihadapi kelompok , dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama (Gordon dalam Moeslichatoen R, 1999:138).
Jadi dalam “proyek” ini ada sejumlah pekerjaan yang harus diselesaikan dengan tuntunan pertanyaan-pertanyaan dan perintah-perintah. Untuk dapat menyelesaikan pekerjaan itu secara terpadu maka perlu diadakan pembagian kerja secara terpadu. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan metode proyek, guru bertindak sebagai fasilitator yang harus menyediakan alat dan bahan untuk melaksanakan “proyek” yang berorientasi pada kebutuhan dan minat anak, yang menantang anak untuk mencurahkan kemampuan dan keterampilan serta kreativitasnya dalam melaksanakan bagian pekerjaan yang menjadi bagiannya atau kelompoknya. Guru harus dapat menciptakan situasi yang mengandung makna penting, yang memungkinkan berkembangnya kekuatan-kekuatan yang dimiliki anak dan perluasan minat anak serta pengembangan kreativitas dan tanggung jawab, baik secara perorangan maupun secara kelompok.
Anak-anak banyak memperoleh pengalaman belajar langsung dan konkrit secara terpisah-pisah yang seringkali kurang bermakna karena dipelajari secara terpisah atau sendiri-sendiri. Hasil belajar yang diperoleh secara terpisah-pisah apabila dipadukan akan merancang kegiatan pengajaran dengan metode proyek atau menjadi hasil belajar yang sangat bermakna bagi mereka. Perkembangan suatu metode terletak pada kekuatannya dalam memotivasi anak. Metode proyek merupakan salah satu metode untuk memberikan pengalaman belajar dalam memecahkan masalah yang memiliki nilai praktis yang sangat penting bagi pengembangan pribadi yang sehat dan realistik. Pribadi yang sehat adalah pribadi yang memiliki ciri-ciri sikap kemandirian, percaya diri, dapat menyesuaikan diri, dapat mengembangkan hubungan antar pribadi yang saling memberi dan menerima, serta mau menerima kenyataan dan mau mengakui bahwa dirinya berbeda dengan anak lain. Pribadi yang realistik merupakan pribadi yang menerima tanggung jawab, bersikap optimis, yang beranggapan dengan usaha yang keras seseorang akan berhasil , dapat menarik pelajaran dari pelajaran-pelajaran yang lampau. Metode proyek dapat membangkitkan kegiatan mental yang dapat mendorong anak untuk dapat menghilangkan ketegangan atau keadaaan yang mengganggu dengan menggunakan cara-cara yang sudah dikuasai untuk diterapkan dalam situasi sekarang untuk menghilangkan ketegangan itu secara kreatif.
Dalam menggunakan metode proyek agar tujuan pengajaran tercapai, kegiatan proyek perlu memperhatikan hal-hal berikut ini.
Merupakan kegiatan yang bersumber dari pengalaman anak sehari-hari dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun di luar sekolah.
Kegiatan itu merupakan kegiatan yang sedemikian kompleks yang menuntut berbagai penanganan yang tidak mungkin dilakukan anak secara perseorangan dalam jangka waktu yang sudah ditetapkan.
Kegiatan itu merupakan kegiatan yang dapat membantu mengembangkan kemampuan berpikir dan menalar, kemampuan bekerja sama dengan anak lain dan memperluas wawasan anak.
Kegiatan itu cukup menantang bagi anak dalam pengembangan kesehatan fisik dan kesejahteraan.
Kegiatan itu dapat memberikan kepuasan pada masing-masing anak. (Moeslichatoen, 1999 : 144).


4.Pembelajaran dengan Metode Demonstrasi
Mendemonstrasikan sesuatu sama artinya dengan mempertunjukkan atau memperlihatkan sesuatu. Yang dipertunjukkan itu ada kalanya benda konkrit, tiruan, tetapi adakalanya juga suatu proses. Metode demonstrasi sering dipadukan dengan metode lain, biasanya dengan metode penemuan. Bila guru memadukannya dengan metode penemuan guru tidak boleh menunjukkan, mengerjakan, dan menjelaskan , melainkan guru memberikan pertanyaan yang mengarahkan pada suatu kesimpulan. Metode demonstrasi yang dipadukan dengan metode penemuan memungkinkan guru membimbing anak untuk menemukan.
Metode demonstrasi dapat dipergunakan untuk memenuhi dua fungsi, yaitu sebagai berikut.
a. Dapat dipergunakan untuk memberikan ilustrasi dalam menjelaskan informasi kepada anak. Bagi anak melihat bagaimana suatu peristiwa berlangsung lebih menarik dan merangsang perhatian serta lebih menantang daripada hanya mendengar penjelasan dari guru. Bagi guru tidak ada alasan bahwa untuk menciptakan ilustrasi gambar dalam metode demonstrasi membutuhkan biaya besar, barang-barang bekas, kalender bekas oleh tangan-tangan trampil dapat dijadikan media ilustrasi dalam metode demonstrasi.
b. Metode demonstrasi dapat membantu meningkatkan daya pikir anak terutama daya pikir dalam mengenal, mengingat, berpikir konvergen dan berpikir evaluatif. Metode demonstrasi memberikan kesempatan kepada anak untuk memperkirakan apa yang akan terjadi dan mengapa hal itu terjadi. Untuk menjelaskan mengapa suatu hal terjadi berarti memberi kesempatan kepada anak untuk berpikir secara kritis, bernalar untuk mengintegrasikan apa yang sedang diamati sekarang dengan menggunakan perbendaharaan pengetahuan yang sudah dimiliki. (Moeslichatoen, 1999 : 115).
Demonstrasi merupakan suatu cara untuk memberikan pengalaman belajar agar anak dapat menguasai materi pelajaran dengan lebih baik. Melalui kegiatan demonstrasi anak dibimbing untuk menggunakan mata dan telinganya secara terpadu, sehingga hasil pengamatan kedua indra dapat menambah pemahaman mata pelajaran yang diberikan. Karena anak dilatih menangkap unsur-unsur penting melalui kedua indranya maka kemungkinan melakukan kesalahan sangat kecil bila ia harus memunculkan kembali memorinya tentang yang telah diajarkan daripada hanya disampaikan secara lesan. Jadi tujuan metode demonstrasi adalah peniruan terhadap model yang telah dilakukan.

Tiga prinsip metode demonstrasi adalah sebagai berikut.
Apa yang ditunjukkan dan dilakukan oleh guru harus dapat dilihat dengan jelas oleh anak. Bilamana perlu diulang maka pengulangan itu tidak dilakukan secara tergesa-gesa., melainkan dilakukan dengan penuh kesabaran dan ketenangan agar berdampak positif pada anak.
Dalam memberikan penjelasan, suara guru harus dapat didengar dengan jelas oleh semua siswa. Modulasi suara hendaknya tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Modulasi suara yang terlalu tinggi menyebabkan anak mudah lelah, sedangkan modulasi yang terlalau rendah menyebabkan anak mudah bosan, lebih baik lagi jika modulasi disesuaikan (kadang tinggi, rendah atau sedang) dengan konteks materi yang didemonstrasikan.
Demonstrasi harus diikuti kegiatan anak untuk menirukan apa yang telah ditunjukkan dan dilakukan guru. Guru harus menaruh perhatian pada anak-anak yang mengalami kesulitan dalam menirukan apa yang dicontohkan guru. Alat bantu untuk strategi ini disebut alat peraga, sebaiknya siswa memegang alat peraga juga tetapi dalam ukuran kecil.

5.Pembelajaran Matematika di Luar Kelas
Matematika di luar kelas (outdoor mathematics) adalah kegiatan pembelajaran matematika yang dilakukan di luar kelas dan dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari(Tim PKG SMU,1984:51).Pembelajaran matematika di luar kelas bukanlah suatu bentuk pembelajaran yang terlepas sepenuhnya dari serangkaian satuan pembelajaran yang telah dipersiapkan pada umumnya, dan bukan pula sebagai penambahan pelajaran secara material, seperti bimbingan belajar.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran di luar kelas sbb.
a. Tujuan
Tujuan hendaknya dirumuskan secara jelas, sehingga arah yang akan dicapai lebih mudah mengontrol dan mengevaluasinya. Kegiatan pembelajaran matematika di luar kelas membutuhkan perencanaan yang cermat dan matang, baik berupa peralatan teknis maupun relevansi materi pokok yang melandasinya, yang diisyaratkan pada indikator.
b.Guru dan Siswa
Guru dituntut memiliki kemampuan, ketrampilan , serta pengalaman yang cukup dalam mengarahkan siswa secara tepat.Di sisi lain , guru hendaknya menyiapkan berbagai alternatif pengganti sekiranya pembelajaran matematika di luar kelas yang telah dipersiapkan mengalami kegagalan.. Siswa sebagai subyek perlu menyadari peranannya.Perbedaan minat, perhatian, bakat dan kemampuan, kebutuhan, kesiapan mental serta perkembangan tingkat intelektual siswa merupakan bahan kajian penetapan rencana pembelajaran matematika di luar kelas.
c. Materi
Tidak semua materi dapat diajarkan di luar kelas. Penyeleksian materi akan lebih efektif dan efisien.
d.Situasi, Waktu dan Lingkungan
Situasi sangat menentukan yang harus diperhatikan yaitu cuaca, keamanan dan kesesuaian
dengan tujuan.
Waktu dipilih yang tepat, tak mengganggu pelajaran lain.Jika waktu yang diperlukan cukup
Lama dapat dilakukan pada liburan atau pada karya wisata.
Lingkungan yang harus diperhatikan harus menjaga kelestarian dan keseimbangan eko-sistem,
Jangan memilih lingkungan yang sulit dicapai apalagi membahayakan keselamatan siswa, dan
harus memperhatikan kepentingan orang lain dalam menggunakan lingkungan tersebut.
Contoh pembelajaran matematika di luar kelas :
Kegiatan : menaksir tinggi (tugu, candi, tiang bendera,pohon dsb), materi pokok Trigonometri.
Kegiatan : mengumpulkan data, mengolah data dan menyajikan data, materi pokok Statistika.
Coba buatlah rencana dua kegiatan tersebut, pikirkan alat-alat yang diperlukan, kegiatan
pembelajarannya baik guru maupun siswa, gambar situasi proyeknya, dan lembar kerja
individual atau kelompok!
Latihan/Tugas
Untuk latihan coba pilih beberapa kompetensi dasar dan materi pokok matematika
SLTP kemudian buatlah strategi pembelajarannya.
D. BEBERAPA ALTERNATIF EVALUASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA SLTP
Evaluasi merupakan bagian integral dalam kegiatan belajar mengajar yang perlu dilakukan guru secara berkelanjutan. Guru biasanya mengumpulkan informasi mengenai tingkat pemahaman siswa melalui berbagai cara seperti mengajukan pertanyaan, mengobservasi aktivitas dan keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran, memberikan tugas atau memberikan tes. Informasi yang didapat guru akan sangat bermanfaat dalam menentukan tingkat penguasaan siswa, mengevaluasi efektivitas proses pembelajaran, dan mengidentifikasi topik-topik tambahan yang diperlukan dalam pembelajaran berikutnya. Informasi yang akurat mengenai hasil belajar, minat dan kebutuhan siswa hanya dapat diperoleh melalui evaluasi yang efektif.
Menurut Gardner (1992) evaluasi didefinisikan sebagai informasi yang diperoleh tentang ketrampilan dan potensi individu, mencakup dua tujuan utama yaitu tersedianya balikan serta data yang bermanfaat untuk komunitas lingkungannya. Menurut de Lange (1997) ada lima prinsip utama yang melandasi evaluasi pembelajaran matematika realistik, yaitu :
Prinsip bahwa tujuan utama dari evaluasi adalah untuk meningkatkan kualitas belajar dan pengajaran. Walaupun ide ini bukan hal yang baru namun maknanya sering disalahartikan dalam proses balajar mengajar. Evaluasi sering dianggap sebagai produk akhir dari suatu proses pembelajaran yang tujuan utamanya untuk memberikan penilaian bagi masing-masing siswa. Makna yang sebenarnya dari evaluasi tidak hanya menyangkut penyediaan informasi tentang hasil belajar dalam bentuk nilai , akan tetapi yang terpenting adalah adanya balikan tentang proses belajar yang telah terjadi.
Prinsip bahwa metode evaluasi harus dirancang sedemikian rupa sehingga memungkinkan siswa mampu mendemonstrasikan apa yang mereka ketahui bukan apa yang tidak mereka ketahui. Berdasarkan pengalaman evaluasi sering diartikan sebagai upaya uantuk mengungkap aspek-aspek yang belum diketahui siswa. Walaupun hal ini tidak sepenuhnya salah, tetapi pendekatan yang digunakan lebih bersifat negatif, karena tidak memberikan kesempatan siswa untuk menunjukkan kemampuan yang sudah mereka miliki. Jika pendekatan negatif yang mereka gunakan, akibatnya siswa akan kehilangan rasa percaya diri.
Prinsip bahwa evaluasi harus bersifat operasional untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran matematika. Dengan demikian alat evaluasi yang digunakan mestinya tidak hanya menyangkut tingkatan tertentu saja, melainkan harus mencakup ketiga tingkatan evaluasi yaitu : rendah , menengah dan tinggi. Karena kemampuan berpikir tingkat tinggi lebih sulit untuk dievaluasi maka seperangkat evaluasi harus mencakup berbagai variasi yang bisa secara efektif mengungkap kemampuan yang dimiliki siswa.
Prinsip bahwa kualitas alat evaluasi tidak ditentukan oleh mudahnya pemberian skor secara objektif. Berdasarkan pengalaman pemberian skor secara objektif bagi setiap siswa menjadi faktor yang sangat dominan manakala dilakukan evaluasi terhadap kualitas suatu tes. Akibat dari penerapan pandangan ini adalah bahwa suatu alat evaluasi hanya terdiri dari sejumlah soal dengan tingkatan rendah untuk memudahkan dalam melakukan penskoran.
Prinsip bahwa alat evaluasi hendaknya bersifat praktis. Dengan demikian konstruksi tes dapat disusun dengan format yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan serta pencapaian tujuan yang ingin diungkap.
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperoleh informasi lengkap mengenai kemampuan, disposisi, kesenangan, dan ketertarikan siswa dalam belajar matematika. Beberapa cara bisa dilakukan secara kombinasi.Teknik evaluasi berbasis kompetensi matematika sbb;
a.Observasi/pengamatan langsung tingkah laku siswa.
b.Bertanya yaitu mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada saat pembelajaran.
c.Wawancara, yaitu kombinasi bertanya dan pengamatan, ini dilakukan kepada siswa biasanya
ditempat yang tenang.
d.Tugas,yaitu memberi tugas dan latihan dari yang sederhana sampai yang kompleks.
e.Evaluasi diri, siswa mengevaluasi dirinya sendiri dimulai mengecek salah benarnya pekerjaan
siswa, menganalisis startegi yang dilakukan dan menentukan mana yang paling sesuai dengan
pemikiran siswa.
f.Sampel Pekerjaan Siswa yaitu : tugas tertulis, proyek, atau produk yang dibuat siswa yang
dapat dikumpulkan dan dievaluasi.
g.Jurnal, yaitu menyuruh siswa menulis apa yang mereka telah pahami dan yang belum
dipahami tentang matematika, bagaimana perasaan mereka tentang kegiatan yang telah
dilaksanakan, apa yang dipelajari hari ini, apa yang mereka sukai dari matematika dsb.
h.Tes,baik tertulis maupun lesan.
i.Portofolio,merupakan kumpulan pekerjaan yang telah dilakukan siswa, di dalamnya termasuk
tugas, proyek, jurnal, hasil tes, laporan dsb.Portofolio merupakan sumber informasi yang
lengkap bagi guru mengenai prestasi yang telah dicapai siswa.
Penilaian yang biasa digunakan dalam sistem pendidikan kita adalah melalui deskripsi kuantitatif yaitu tes (tertulis, istilahnya papers and pencil test). Salah satu kekurangan yang dimiliki tes bahwa tes hanya memberikan gambaran tentang apa yang telah dikuasai dan dimiliki siswa pada saat mengerjakan tes saja dan kurang memberikan gambaran yang cukup tentang proses belajar yang telah dilakukan dan dipahami siswa. Model penilaian yang saat ini sedang berkembang dan disinyalir memiliki banyak manfaat baik bagi guru maupun bagi siswa adalah penilaian autentik. Penilaian autentik adalah penilaian yang mengukur unjuk kerja siswa dalam suatu tugas kehidupan realistik, situasi yang relevan, atau masalah yang memiliki tujuan dan kegunaan yang jelas, bermanfaat, bermakna, dan berarti (Nur, 2002 : 2). Autentitas (keaslian) belajar didasarkan pada premis bahwa pelaksanaan pembelajaran harus melalui pengalaman-pengalaman dan unjuk kerja dalam dunia nyata. Untuk mengukur keaslian suatu unjuk kerja adalah dengan memeriksa proses belajar itu sendiri melalui analisis yang tersendiri maupun bersama-sama secara terus menerus (on-going), merefleksikan umpan balik dan mengarahkan secara langsung kegiatan unjuk kerja. (Tatag 2002 : 1).Smith Jr. A. Dala Tatag (2002 :2) merangkum beberapa keuntungan penggunaan penilaian autentik antara lain :
Mendorong siswa untuk sibuk dalam pemecahan masalah dan bekerja secara bermakna dalam tugas kehidupan sehari-hari yang kekomplekannya semakin meningkat.
Memberikan ksempatan kepada siswa untuk memdapatkan kejelasan yang lebih tentang kewajibannya dan segala sesuatu yang diharapkan untuk mereka kuasai.
Memungkinkan siswa memanfaatkan pengetahuan secara efektif dan berusaha dengan disiplin untuk menemukan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan kehidupan dan masyarakatnya.
Meningkatkan kemampuan guru dalam memahami hasil penilaian yang bermakna dan diperlukan untuk peningkatan pengajaran.
Mendorong guru untuk mengubah cara pandangnya tentang pengetahuan, pengajaran dan kesuksesan akademik.
Memperbaiki kemampuan guru dalam menggunakan berbagai sumber bukti-bukti untuk menilai kinerja siswa.
Salah satu model penilaian autentik yang sesuai dengan karakteristik di atas adalah portofolio.
Portofolio adalah seperangkat kumpulan bukti tugas dan karya siswa yang dikembangkan secara kooperatif berdasarkan rancangan tertentu (Supratman, 2003). Bentuk porofolio berupa kumpulan tugas yang disusun secara sistematik oleh peserta didik sedikit demi sedikit menjadi bundel terbuka dalam map snelhekter. Bundel terbuka artinya kumpulan itu dapat terus ditambah, diperbaiki dan diselipi lembar-lembar karya perbaikan. Namun porotfolio bukan sekedar kumpulan tugas yang statis tersimpan sebagai dokumen mati melainkan berkembang karena selalu diperbaiki , dilengkapi dan ditindaklanjuti. Bahkan portofolio dapat dijadikan inspirasi melakukan kegiatan-kegiatan lain seperti mengerjakan tugas, mengarang, penelitian bagi guru, dll. Portofolio dapat berbentuk tugas-tugas yang dikerjakan siswa, laporan kegiatan siswa, dan karangan atau jurnal yang dibuat siswa. Hasil karya siswa dalam portofolio biasanya merupakan karya yang sangat penting dan utama yang disepakati oleh siswa dan guru. Mengingat portofolio beragam jenisnya, guru dapat mengumpulkannya melalui banyak cara sesuai dengan tujuan , cara yang akan dipakai, tingkatan siswa, atau jenis kegiatan yang dilakukan. Karena merupakan bukti tertulis mengenai karya siswa, portofolio sangat bermanfaat dalam memberikan informasi mengenai kemampuan dan pemahaman siswa serta memberikan gambaran mengenai sikap dan minat siswa terhadap pelajaran yang diberikan. Sejalan dengan itu Stiggins (1994) dalam (Tatang, 2000) mengemukakan bahwa portofolio dapat menunjukkan pencapaian atau peningkatan yang diperoleh siswa dari proses pembelajaran. Selain itu, Gitomer dan Duschl (1994) dalam (Tatang, 2000), menggarisbawahi bahwa portofolio dapat memberikan masukan tentang minat belajar siswa , apa yang telah diketahui siswa, apa yang belum diketahui siswa, kemajuan belajar siswa, serta kesulitan yang dialami siswa. Informasi itu diperlukan guru untuk mengemas proses pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan siswa.
Pembelajaran dengan strategi portofolio adalah proses belajar reformatif, mendokumentasikan segala bukti proses dan hasil belajar yang dievaluasi dan diperbaiki sendiri berdasarkan rancangan belajar dan berbagai fasilitas yang dapat diperoleh siswa secara bebas. Ciri khas pembelajaran dengan portofolio adalah :
Portofolio yang diperlukan dalam proses pembelajaran adalah portofolio individual atau portofolio kelompok kalau memang penilaian kegiatan kelompok.
Setiap akhir pembelajaran siswa diminta melakukan apresiasi atau refleksi : yaitu (1) menyimpulkan bahan pelajaran, (2) manfaat pelajaran bagi mereka, (3) butir-butir informasi yang dianggap penting dan mengesankan misalnya yang diduga akan muncul dalam ujian (4) kesan, komentar bahkan keluhan dan kepenasaran siswa (berupa kalimat mempertanyakan) terhadap pelajaran itu. Tugas-tugas tidak segera diperiksa, dinilai atau diberi masukan secara langsung, tetapi dilakukan proses tertentu melalui proses evaluasi diri.
Guru mengamati siswa berdiskusi dan membuat apresiasi maupun refleksi dan selanjutnya menandatangani tugas-tugas siswa.
Karya yang didokumentasikan itu bukan hanya yang baik, melainkan karya tulis yang belum baik, agar dapat dilihat proses kemajuannya.
Semua karya siswa disusun dalam map snelhekter.
Strategi ini menilai kecakapan dan kreativitas siswa dalam menghubungkan pengetahuan-pengetahuan dan tugas-tugas kreatif yang berkesinambungan. Langkah-langkah dalam penilaian portofolio adalah sebagai berikut :
Putuskan jenis portofolio apa yang akan digunakan, portofolio individu atau kelompok.
Identifikasi tujuan dari portofolio.
Pilihlah kategori-kategori pekerjaan yang akan dimasukkan dalam portofolio
Mintalah siswa memilih hal-hal yang akan dimasukkan dalam portofolio.
Putuskan bagaimana portofolio tersebut dinilai dan dievaluasi.
Proses portofolio, guru menjelaskan kepada siswa kategori contoh pekerjaan siswa yang akan dimasukkan ke dalam portofolio.
Guru mengembangkan rubrik penilaian untuk mengevaluasi pekerjaan siswa.
Siswa menyelesaikan tugas-tugas dan mereka harus mengetahui bahwa seluruh atau beberapa tugas tersebut akan dimasukkan ke dalam portofolio.
Penilaian diri, siswa merefleksi dan menilai dirinya sendiri tentang kualitas dan kuantitas pekerjaan mereka serta kemampuannya menapai tujuan pembelajaran.
Saran dalam pelaksanaan penilaian portofolio adalah sebagai berikut.
Gunakan strategi ini untuk tugas-tugas yang berkesinambungan yang memungkinkan siswa (atau orangtua siswa) melihat perkembangan kemajuan pelajarannya, mulai tugas pertama hingga akhir tugas yang akan menghasilkan satu portofolio yang akan dinilai.
Mungkin juga guru meminta siswa untuk melakukan pameran-pameran portofolionya, khususnya dalam karya-karya kreativitas.
Penilaian Portofolio Dalam Kegiatan Pembelajaran Matematika SLTP
Jika guru mengadopsi penilaian portofolio dalam kegiatan pembelajaran di kelas, maka guru hendaknya membuat pengumpulan dan penilaian berkelanjutan terhadap pekerjaan siswa sebagai fokus sentral kegiatan pembelajarannya. Dalam kegiata pembelajaran yang menggunakan penilaian portofolio, siswa mengerjakan tugas-tugas yang diberikan paling sedikit satu kali. Artinya jika dalam pengerjaan awalnya terdapat kesalahan maka siswa diberi kesempatan untuk membuat revisi tugas tersebut. Seseorang yang telah mengerjakan tugas yang sama beberapa kali akan mengetahui bahwa usaha yang dilakukannya cenderung menjadi lebih baik sejalan dengan perbaikan yang dilakukannya. Hal ini akan menmbuhkan rasa percaya diri pada siswa bahwa ia mampu untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Dengan tumbuhnya kepercayaan diri pada siswa diharapkan memotivasinya untuk mencari pengetahuan dan pemahaman sendiri serta berkreasi dan terbuka terhadap ide-ide baru yang mereka temukan dalam kegaitan pembelajaran.
Untuk menilai portofolio siswa dapat (tidak harus seperti ini) digunakan rubrik skoring berikut :
Tingkat (Level)
Kriteria Umum
Kriteria Khusus
3 (superior)
- menunjukkan pemahaman yang lebih terhadap konsep-konsep
- menggunakan strategi-strategi yang sesuai
- komputasinya benar
- tulisan penjelasannya patut dicontoh
- diagram/tabel/grafiknya tepat (sesuai dengan penerapannya)
- melebihi permintaan masalah yang diinginkan.

2 (memuaskan dengan sedikit kekurangan)
- menunjukkan pemahaman terhadap konsep-konsep
- menggunakan strategi yang sesuai
- komputasinya sebagian besar benar
- tulisan penjelasannya efektif
- diagram/tabel/grafiknya tepat (sesuai dengan penerapannya)
- memenuhi permintaan masalah yang diinginkan.

1 (cukup memuaskan dengan banyak kekurangan)
- menunjukkan pemahaman yang lebih terhadap sebagian besar konsep-konsep
- tidak menggunakan strategi yang sesuai
- komputasinya sebagian besar benar
- tulisan penjelasannya memuaskan
- diagram/tabel/grafiknya tepat (sesuai dengan penerapannya)
- memenuhi sebagian besar permintaan masalah yang diinginkan.

0 (tidak memuaskan)
- menunjukkan pemahaman yang sedikit atau tidak ada terhadap konsep-konsep
- tidak menggunakan strategi yang sesuai
- komputasinya tidak benar
- tulisan penjelasannya tidak memuaskan
- diagram/tabel/grafiknya tidak tepat (sesuai dengan penerapannya)
- tidak memenuhi permintaan masalah yang diinginkan.

Diadopsi dari Kusrini dan Tatag 2002:11

Latihan/Tugas
1.Pilih beberapa kompetensi dasar, indikator dan materi pokok, pikirkan strategi pembelajaran
nya kemudian pikirkan teknik evaluasinya. yang tepat.
2.Pilih kompetensi dasar, indikator dan materi pokok dalam satu semester dan pikirkan
kombinasi teknik evaluasi yang tepat selama satu semester tersebut.

E. PENUTUP
Dampak globalisasi adalah persaingan hidup yang ketat, agar tetap eksis dan sukses dalam era ini manusia dituntut memiliki kapabilitas tertentu yang sebagian besar merupakan tanggungjawab pendidikan, sehingga analisis dan inovasi dalam pendidikan harus terus diupayakan agar mampu mempersiapkan anak didik menjadi manusia dengan daya saing tinggi. Pemerintah menanggapi tantangan ini dengan menggulirkan Kurikulum Berbasis Kompetensi, yang memfokuskan pembelajaran yang berpusat pada siswa dan pembelajaran sepanjang hayat, termasuk Matematika.
Semua konsep dan ketrampilan matematika untuk anak-anak (SLTP) harus dikuasai secara mendalam sebagai landasan pola pikir selanjutnya. Tetapi anak-anak bukan manusia dewasa mini, anak-anak adalah anak-anak dengan segala kekhasannya. Beberapa metode pembelajaran matematika yang asik dan menyenangkan antara lain : metode permainan, metode pemecahan masalah,metode proyek dan metode demonstrasi, sedangkan sistem penilaian yang dapat mengungkap kompetensi antara lain adalah Portofolio.

DAFTAR PUSTAKA

Hamalik, Oemar. 2002. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Bumi Aksara. Jakarta.
Kusrini dan Tatag. 2002. Makalah Penilaian Unjuk Kerja. UNESA
Moeslichatoen R. 1999. Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak. Rineka Cipta. Jakarta.
Nur Mohamad. 2002. Makalah Karakteristik Tes Autentik. UNESA
Nur Mohamad. 2002. Makalah Asesmen Tradisional, Asesmen Kinerja dan Rubrik. UNESA
Sintha Ratnadewi. 2002. Sekolah Alternatif Untuk Anak. Kompas. Jakarta
Soedjadi, R. 2000. Nuansa Kurikulum Sekolah. Proceding Konferensi Nasional X Matematika ITB, 17-20 Juli 2000.
Soemiarti Patmonodewo. 2000. Pendidikan Anak Prasekolah. Rineka Cipta. Jakarta
Sugiman. 2000. Konstruktivisme Melalui Pendekatan Realistik Dalam Pengajaran Matematika. Seminar Nasional Pengembangan MIPA di Era Globalisasi. JICA-IMSTEP-UNY. Yogyakarta.
Suyanto dan Djihad Hisyam. 2000. Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III. Adicita Karya Nusa. Yogyakarta.
Supratman, Dandan. 2003. Strategi Portofolio dalam Pendidikan. Seminar di Jurusan Matematika.
Streefland, Leen. 1991. Realistic Mathematics Education in Primary Schools. Freudenthal Institute. Netherlands.
Tatag Yuli E.S. 2002. Makalah Penilaian Autentik Mengawali Pembelajaran. UNESA
Tatang Herman. 2001. Portofolio Penilaian Alternatif di Era Global. Seminar Nasional Pengembangan MIPA di Era Globalisasi. JICA-IMSTEP-UNY. Yogyakarta.
Tim MKPBM UPI. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA dan UPI. Bandung.

Tidak ada komentar: