Jumat, 21 November 2008

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN
PEMBELAJARAN “KOOPERATIF JIGSAW”


Scolastika Mariani *
­­­­­­­­
ABSTRAK
Pembelajaran kooperatif Jigsaw adalah pembelajaran kelompok yang sangat tepat jika diterapkan di luar jam pelajaran untuk mengatasi ketidaktuntasan belajar karena sistem paket, pada pembelajaran ini mula-mula dibentuk dua macam kelompok yaitu Kelompok Ahli dan Kelompok Asal, Kelompok Ahli diskusi untuk membahas materi kemudian masing-masing anggota Kelompok Ahli kembali ke Kelompok Asal untuk menerangkan materi yang telah dibahas di Kelompok Ahli, langkah terakhir dilakukan evaluasi individu dan evaluasi kelompok.
Dengan diterapkannya pembelajaran kooperatif Jigsaw ini di SLTP Negeri 2 Semarang Cawu II Pokok Bahasan “ Operasi pada Bentuk Aljabar” menunjukkan ada peningkatan hasil belajar matematika yang signifikan setelah siklus III, siswa-siswa mulai dapat menyesuaikan diri, menunjukkan peningkatan partisipasi secara kognitif, afektif, psikomotor dan menunjukkan adanya kompetisi antar kelompok yang menambah semangat belajar dan kecintaan pada matematika.


Kata Kunci : Pembelajaran kooperatif Jigsaw.
­­­­­­­­

A. PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Hasil perenungan beberpa pendidik dan pengamat pendidikan diperoleh kesimpulan bahwa selama ini yang terjadi di hampir semua sekolah di Indonesia yang menerapkan sistem paket terjadi ketidaktuntasan belajar di semua tingkat kelas, apabila ada siswa yang gagal mencapai target minimal penguasaan materi pelajaran matematika pada suatu tingkat kelas maka nilainya akan kurang, meskipun demikian ada kemungkinan dia masih dapat naik kelas yang selanjutnya harus mengikuti pelajaran matematika pada tingkat kelas diatasnya yang nota bene membutuhkan prasyarat materi tingkat sebelumnya dimana dia kurang menguasai, sehingga semakin bertambah hal-hal yang tidak dikuasainya, demikian seterusnya sampai dia lulus. Dari hasil orientasi Program ASD di suatu sekolah, ternyata bahwa guru matematika khususnya, mengajar banyak kelas disemua tingkat kelas dengan satu kelas memuat antara 45 sampai 50 siswa, sehingga hampir tidak mungkin guru memperhatikan perkembangan akademik anak-anak secara individual.
Juga dari pengalaman mengajar yang dialami guru, jika guru memberikan tugas atau pekerjaan rumah berupa soal pemecahan masalah atau penemuan yang agak kompleks atau sulit, maka sebagian siswa yang tidak mampu menyelesaikan umumnya mereka tidak jujur atau terbuka menyelesaikan sejauh mana yang dia bisa kerjakan tetapi mereka tuntaskan tugasnya dengan mencontoh pekerjaan temannya dengan atau tanpa pemahaman, dan kebanyakan tanpa pemahaman.
Pengertian belajar tuntas (mastery learning) sebenarnya lebih menekankan pada kegiatan individual dalam belajar. (James H. Block, 1971: 53) . Siswa betanggung jawab terhadap proses dan hasil belajarnya sendiri, penekanan ini terutama ditujukan pada usaha penguasaan bahan ajar. Meskipun guru telah berusaha meminimalkan kendala-kendala siswa yang mengalami kesulitan belajar, namun tetap saja ada siswa yang tidak dapat mencapai ketuntasan belajar seperti yang diharapkan dalam tujuan pengajaran. Hal ini antara lain karena keterbatasan penyediaan waktu guru untuk memperhatikan dan membimbing siswa tersebut, kurangnya usaha, semangat siswa untuk menguasai bahan ajar atau kekurangmampuan siswa memanfaatkan secara optimal potensi lingkungannya (misal : teman-teman, sarana prasarana, perpustakaan dll).
Tujuan pendidikan tidak hanya menciptakan anak-anak yang pandai secara akademik tetapi juga pendewasaan pribadi , yaitu kepribadian dengan ciri-ciri tertentu : percaya diri, antusias, menyukai hubungan interpersonal, empati, kamunikator yang baik, pendengar yang baik, sabar, dedikasi dan sebagainya, yang barangkali tidak semuanya dapat ditimba dari pelajaran formal di kelas, yang hanya sekedar ceramah, menyelesaikan soal, tugas dan pekerjaan rumah saja. Strategi dan metode pembelajaran yang memanfaatkan potensi dan eksistensi siswa lain untuk membantu siswa yang kurang dari segi akademis, kurang motivasi, minat, kurang aktif, kurang terarah dalam belajar dan sebagainya sangat perlu diterapkan sehingga dalam diri siswa tertanam minat yang meningkat terhadap hal-hal yang dipelajari, sikap positif terhadap proses belajar mengajar, tumbuhnya sikap percaya diri dan terbinanya kesehatan mental yang penting bagi perkembangan siswa.
2. PERMASALAHAN
Dari uraian diatas muncul permasalahan dalam proses belajar mengajar matematika, antara lain tentang :
Bagaimana realisasi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini dapat diterapkan pada mata pelajaran matematika ?
Bagaimana bentuk umpan balik dan teknik evaluasi proses pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini ?
Sejauh mana metode pembelajaran ini dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa ?

B. PEMECAHAN MASALAH
Untuk memecahkan permasalahan-permasalahan diatas dicoba diterapkan pembelajaran kooperatif Jigsaw. Dalam proses kegiatan pembelajaran kooperatif tipe ini dilaksanakan dalam beberapa tahap, yaitu : persiapan , presentasi bahan ajar, evaluasi, penghargaan kelompok, menghitung ulang skor awal dan pengubahan kelompok. Penjelasan secara lengkap sebagai berikut :
1. Persiapan
¨ Materi
Materi pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW dirancang sedemikian rupa untuk pembelajaran secara kelompok, sebelum menyajikan materi pembelajaran dibuat lembar kegiatan yang akan dipelajari siswa dalam kelompok kooperatif.
¨ Menetapkan Siswa dalam Kelompok
Kelompok-kelompok dalam pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW terdiri atas dua kelompok yaitu kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal beranggotakan 4-6 orang, terdiri dari siswa pandai, sedang, dan kurang. Selain itu guru mempertimbangkan heterogenitas lainnya, misalnya jenis kelamin, latar belakang sosial dan kesenangan. Ada beberapa petunjuk dalam menentukan kelompok asal :
- Meranking siswa : berdasarkan prestasi akademiknya dalam kelas.
- Menentukan Jumlah Kelompok : setiap kelompok beranggotakan 4-6 orang .
- Membagi siswa dalam kelompok : pembagian siswa dalam kelompok perlu diseimbangkan, sehingga setiap kelompok terdiri atas siswa dengan prestasi seimbang.
- Kelompok Ahli : dibentuk oleh kelompok atau oleh guru berdasarkan keahliannya atau materi yang dikuasai.
2. Menentukan Skor Awal
Skor awal merupakan rata-rata skor siswa secara individual pada kuis sebelumnya atau pre-tes.
3. Tahap Pembelajaran (Presentasi Bahan Ajar)
Pembelajaran kooperatif ini dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa dan memotivasi siswa untuk belajar. Langkah ini diikuti dengan penyajian informasi , selanjutnya siswa diorganisasi dalam kelompok- kelompok belajar. Para anggota dari kelompok-kelompok yang berbeda bertemu untuk diskusi (antar “ahli” ) saling membantu satu sama lain tentang topik pembelajaran yang ditugaskan pada mereka, jika waktu yang tersedia tidak memungkinkan diskusi kelompok ini dapat dilakukan diluar jam pelajaran namun tetap dalam pengawasan guru. Kemudian siswa-siswa itu kembali kepada kelompoknya masing-masing untuk menjelaskan kepada anggota kelompoknya (kelompok asal) tentang apa yang telah mereka diskusikan dalam kelompok ahli.
4. Evaluasi Mandiri dan Penghargaan Kelompok
Setelah selesai menjelaskan kegiatan pembelajaran, siswa harus menunjukkan kemampuannya setelah bekerja dalam kelompok dengan mengerjakan tes hasil belajar (pos-tes) secara individual. Hasil pos-tes sebagai nilai perkembangan individu dan untuk menentukan skor kelompok. Nilai perkembangan individu dalam kelompok dapat dihitung dengan menggunakan tabel berikut :
SKOR POS-TES
NILAI PERKEMBANGAN
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal
5
1 s/d 10 poin dibawah skor awal
10
0 s/d 10 poin diatas skor awal
20
10 atau lebih diatas skor awal
30
Nilai sempurna
30

Penghargaan prestasi kelompok :
¨ Kelompok dengan rata-rata skor 15, kategori baik (Good Team).
¨ Kelompok dengan rata-rata skor 20, kategori hebat (Great Team).
¨ Kelompok dengan rata-rata skor 25, kategori super (Super Great Team)
5. Menghitung Ulang Skor Awal dan Pengubahan Kelompok
Setelah satu siklus penilaian dilakukan perhitungan ulang skor pos-tes sebagai skor awal baru. Selain itu juga dilakukan perubahan kelompok. Hal ini perlu dilakukan sebab akan memberi kesempatan siswa bekerja dengan siswa lain dan memelihara agar pembelajaran tetap segar.

C. APLIKASI PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SLTP
Telah dilakukan penelitian tindakan kelas pada siswa kelas III SLTP Negeri 2 Semarang Angkatan tahun 1999/ 2000 Cawu II, Pokok Bahasan : Operasi pada Bentuk Aljabar, dan pembelajaran tipe Jigsaw ini dilaksanakan diluar jam pelajaran agar tidak menyita waktu seperti yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Hasil penelitian tersebut antara lain :
1. Bahwa pada siklus ke-3 mereka sudah mampu menyesuaikan diri dengan pembelajaran kooperatif barunya yaitu pembelajaran Jigsaw. Memang pada awalnya (Siklus I sampai akhir Siklus II) mereka tampak canggung, pasif, malu-malu dan cenderung kaku, sehingga tidak menunjukkan kemampuan masing-masing secara maksimal, baik dalam diskusi kelompok asli, kelompok ahli maupun dalam mengerjakan lembar tugas. Secara umum ada peningkatan yang menyolok aspek-aspek belajar dan hasil belajar setelah siklus III.Tampak pada akhir siklus III persaingan antar kelompok makin seru dan tumbuh semangat kompetisi dan menambah semangat belajar dan ambisi untuk mendapat nilai tinggi.
2. Hasil Perhitungan Perbandingan Pretes dan Postes
Siklus I :
= 7.64 ; S1 = 1.87
= 7.70 ; S2 = 1.47
t hitung = -0.175
= 0,05
t tabel =
Daerah kritis (Tolak Ho) : t hitung < - 1.99 atau t hitung > 1.99.
Ternyata t hitung = - 0.175 dan -1.99<-0.175<1.99.
Jadi Ho tidak ditolak.
Kesimpulan : dan tidak berbeda secara signifikan.
Maka untuk Siklus I , hasil belajar matematika setelah tindakan kelas pembelajaran “Kooperatif Jigsaw” tidak mengalami peningkatan yang berarti dibandingkan tanpa pembelajaran kooperatif Jigsaw.
Siklus II :
= 7.67 ; S1 = 1.17
= 7.88 ; S2 = 1.57
t hitung = -0.7455
= 0,05
t tabel =
Daerah kritis (Tolak Ho) : t hitung < - 1.99 atau t hitung > 1.99.
Ternyata t hitung = - 0.7455 dan -1.99 < -0.7455 < 1.99.
Jadi Ho tidak ditolak.
Kesimpulan : dan tidak berbeda secara signifikan.
Maka untuk Siklus II , hasil belajar matematika setelah tindakan kelas pembelajaran “Kooperatif Jigsaw” Siklus II tidak mengalami peningkatan yang berarti dibandingkan Siklus I.
Siklus III :
= 7.96 ; S1 = 0.94
= 8.58 ; S2 = 0.72
t hitung = -3.6152
= 0,05
t tabel =
Daerah kritis (Tolak Ho) : t hitung < - 1.99 atau t hitung > 1.99.
Ternyata t hitung = - 3.6152 dan - 3.6152 < -1.99.
43Jadi Ho ditolak.
Kesimpulan : dan berbeda secara signifikan dan > .
Maka untuk Siklus III , hasil belajar matematika setelah tindakan kelas pembelajaran “Kooperatif Jigsaw” Siklus III mengalami peningkatan yang berarti dibandingkan Siklus II.

D. SIMPULAN DAN SARAN
1. SIMPULAN
Pembelajaran kooperatif Jigsaw adalah pembelajaran kelompok yang sangat tepat jika diterapkan di luar jam pelajaran untuk mengatasi ketidaktuntasan belajar karena sistem paket.
Dengan diterapkannya pembelajaran kooperatif Jigsaw ini di SLTP Negeri 2 Semarang Cawu II Pokok Bahasan “ Operasi pada Bentuk Aljabar” menunjukkan ada peningkatan hasil belajar matematika yang signifikan setelah siklus III, siswa-siswa mulai dapat menyesuaikan diri, menunjukkan peningkatan partisipasi secara kognitif, afektif, psikomotor dan menunjukkan adanya kompetisi antar kelompok yang menambah semangat belajar dan kecintaan pada matematika.
Bentuk umpan balik dan evaluasi pembelajaran kooperatif Jigsaw ini adalah pre-tes, pos-tes tiap awal dan akhir siklus serta lembar tugas yang diberikan saat diskusi kelompok ahli maupun asal.
2. SARAN
Terapkan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw untuk model belajar kelompok secara mandiri untuk anak SLTP kelas tinggi karena pembelajaran ini menuntut kedewasaan pribadi dan disiplin diri yang tinggi. Dan mereka dilepas jika telah benar-benar mampu mengelola cara belajarnya sendiri.
Berikan hadiah-hadiah bagi kelompok yang tergolong sukses (mis : hadiah nilai atau pujian).

DAFTAR PUSTAKA
Adderly,K.W. & Ashwin, C. 1976. The Use of Project Methods in Higher Education. Society for Research in Higher Education. London.

Brookfield, S. 1984. Adult Learners, Adult Education and the Community. Teacher College Press. New York.

Houle, C. 1961. The Inquiring Mind. University of Madison Press. Madison.

Knowles, M. 1975. Self Directed Learning : A Guide for Learners and Teachers. Cambridge Adult Education. New York.

Kozma, R.B.,Belle, L.W.,Williams, G.W. 1978. Instructional Techniques in Higher Education. Educational
Technology Publications. Englewood Cliffs. New Jersey.

Lily Budiardjo, Dra., M.Sc. 1997. Dosen dan Pemberian Tugas. (Dalam “Mengajar di Perguruan Tinggi bagian II”). PAU PPAI Dirjen Dikti Depdikbud. Jakarta.

Lundgren, Linda. 1994. Cooperative Learning in The Science Classroom. Glencoe Macmillan Mc Graw Hill. Nem York.

Maryanto. 1998. Pembelajaran Gotong Royong dalam Pengajaran Sains, Matematika dan Bahasa. (Makalah Seminar Nasional Kerja Sama RECSAM Penang Malaysia dan IKIP Semarang). Semarang.

Paulina Pannen, Dr., Ida Malati S.,M.Ed., Drh. 1997. Pendidikan Orang Dewasa (Dalam “Mengajar di Perguruan Tinggi bagian II”). PAU PPAI Dirjen Dikti Depdikbud. Jakarta.

Paulina Pannen, Dr., Mestika Sekarwinahyu, Dra. 1997. Belajar Aktif . (Dalam “Mengajar di Perguruan Tinggi bagian II”). PAU PPAI Dirjen Dikti Depdikbud. Jakarta.

Slavin, Robert E. 1995. Cooperative Learning. Second Edition. Allyn and Bacon Publisher. Massachusetts.

Suhito, Drs. 1987. Diagnosis Kesulitan Belajar. IKIP Semarang Press. Semarang

Tamat, T. 1985. Dari Pedagogik ke Andragogik : Pedoman bagi Pengelola Pendidikan dan Latihan. Pustaka Dian. Jakarta.

Tidak ada komentar: