Sabtu, 22 November 2008

MEMOTIVASI BELAJAR MAHASISWA JURUSAN MATEMATIKA DENGAN METODE JARINGAN TOPIK

MEMOTIVASI BELAJAR MAHASISWA JURUSAN MATEMATIKA DENGAN METODE JARINGAN TOPIK



A. JUDUL PENELITIAN : MEMOTIVASI BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA DENGAN METODE JARINGAN TOPIK
B. BIDANG ILMU : MIPA
C. PENDAHULUAN
Berdasarkan pengamatan selama perkuliahan Statistika Matematika I maupun II, mungkin juga matakuliah lain, mahasiswa tampak kurang antusias dalam belajar, mereka tampak masih cukup bersemangat jika menyelesaikan soal-soal yang mudah dan sedang, tetapi bila sampai pada soal yang sulit dan pembuktian teorema mereka benar-benar tampak enggan dan “menunggu”. Soal-soal yang sulit dengan penyelesaian panjang dan pembuktian teorema membutuhkan cara berpikir yang logis, cermat, kreatif, mendalam dan berwawasan luas. Berwawasan luas artinya, mahasiswa harus menguasai secara mendalam materi-materi prasyarat dan pendukung untuk menyelesaikan soal atau teorema tersebut. Matakuliah Statistika Matematika I & II banyak mempelajari teorema-teorema dan soal-soal yang rumit, mahasiswa dituntut untuk benar-benar memahami setiap definisi, teorema dan teori sebelumnya, jika tidak maka akan macet dan sulit memahami teorema atau teori berikutnya, apalagi untuk mengembangkannya ke Statistika Lanjut atau Terapan. Kenyataannya kemampuan ini masih rendah pada mahasiswa Pendidikan Matematika UNNES. Dalam penelitian ini akan diterapkan strategi pembelajaran dengan “Jaringan Topik”.
Menurut Wardono dalam penelitiannya (Wardono, 1999, h.22) , ada pengaruh positif penyampaian kegunaan materi matematika dalam kehidupan nyata/ sehari-hari terhadap hasil belajar matematika mahasiswa SMU di Kodia Semarang. Atas dasar ini, peneliti ingin mencobakan strategi perkuliahan yang didahului dengan penguraian topik-topik prasyarat dan kegunaan/ manfaat topik yang dipelajari dalam kehidupan atau masalah/ topik lain dalam bentuk “Jaringan Topik”. Dalam banyak situasi, menemukan “Apa manfaatnya bagiku ?” sama dengan menciptakan minat dalam mempelajari sesuatu dengan menghubungkannya dengan “dunia nyata” atau kaitannya dengan “masalah lain” (DePorter & Hernacki, 2002. h. 48), seorang pembelajar harus dapat mencari cara untuk menjadikannya berarti bagi hidupnya sendiri. Menciptakan minat juga mempunyai keuntungan intrinsik, ketika seseorang menciptakan minat pada suatu subyek maka kerap kali ia akan mendapati bahwa minat ini akan membawa kepada minat baru di bidang lainnya dan seterusnya, sehingga akan membawa pembelajar memasuki lebih dalam suatu bidang ilmu/ pengetahuan dengan penuh semangat. Orang yang berhasil menciptakan minat pada suatu hal akan menjadi seorang “pembelajar seumur hidup”, “pembelajar aktif” dan seorang “pencari”, mulailah pencarian ilmu.
Tuntutan dalam dunia pendidikan sudah banyak berubah, kita tidak bisa lagi mempertahankan paradigma lama yaitu teacher centre (dosen memberikan pengetahuan kepada mahasiswa yang pasif). Tetapi hal ini nampaknya masih banyak diterapkan di ruang-ruang kuliah dengan alasan pembelajaran seperti ini adalah yang paling praktis dan tidak menyita waktu . Pendidik perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar berdasarkan beberapa pokok pikiran baru, antara lain : 1). pengetahuan ditemukan, dibentuk dan dikembangkan oleh mahasiswa (Piaget (1960) dan Freire (1970) dalam Lie, 2002), (2). mahasiswa membangun pengetahuan secara aktif (Piaget (1960) dan Anderson (1982) dalam Lie, 2002), (3). Pengajar perlu berusaha mengembangkan kompetensi dan kemampuan mahasiswa ( Maslow (1962) dan Rogers (1982) dalam Lie, 2002), (4). pendidikan adalah interaksi pribadi antara mahasiswa dengan mahasiswa dan antara dosen dengan mahasiswa.
D. PERUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana realisasi pembelajaran dengan metode jaringan topik jika diterapkan pada perkuliahan Statistika Matematika I atau II pada mahasiswa jurusan Matematika UNNES ?
2. Bagaimana suasana (dari aspek mahasiswa, dosen dan kelas) yang menyertai proses belajar mengajar dengan metode jaringan topik pada perkuliahan Statistika Matematika I atau II pada program studi Pendidikan Matematika UNNES ?
3. Bagaimana hasil belajar, umpan balik dan hasil evaluasi proses belajar pembelajaran dengan metode jaringan topik perkuliahan Statistika Matematika I atau II pada program studi Pendidikan Matematika UNNES ?
4. Sejauh mana pembelajaran dengan metode jaringan topik dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa ?
5. Sejauh mana pembelajaran dengan metode jaringan topik dapat meningkatkan motivasi belajar mahasiswa ?
E. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
Tujuan Umum : menambah wawasan dosen tentang strategi pembelajaran matematika bagi mahasiswa, mengembangkan kemampuan kognitif dalam merangkaikan konsep-konep menjadi suatu konsep yang lebih kompleks, meningkatkan motivasi dan semangat mahasiswa dalam belajar.
Tujuan Khusus :
1. mengetahui realisasi dengan metode jaringan topik jika diterapkan pada perkuliahan Statistika Matematika I atau II pada mahasiswa jurusan Matematika UNNES,
2. mengetahui suasana (dari aspek mahasiswa, dosen dan kelas) yang menyertai proses belajar mengajar dengan metode jaringan topik pada perkuliahan Statistika Matematika I atau II pada mahasiswa jurusan Matematika UNNES ,
3. mengetahui hasil belajar, umpan balik dan hasil evaluasi proses belajar pembelajaran dengan metode jaringan topik perkuliahan Statistika Matematika I atau II pada mahasiswa jurusan Matematika UNNES ,
4. mengungkap sejauh mana pembelajaran dengan metode jaringan topik dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa ,
5. mengungkap sejauh mana pembelajaran dengan metode jaringan topik dan konsep dapat meningkatkan motivasi belajar mahasiswa .
F. TINJAUAN PUSTAKA
1. Hakekat Matematika
Dalam bagian ini kita akan melihat kebenaran suatu pendapat para ahli matematika yang mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang struktur yang terorganisasikan dengan baik. Kita tentunya mengalami, bahwa mempelajari matematika tidak lepas dari penelaahan bentuk-bentuk atau struktur-struktur yang abstrak, kemudian kita mencoba mempelajarinya dengan mencari hubungan-hubungan antara hal-hal ini. Untuk dapat memahami struktur-struktur serta hubungan-hubungannya, kita perlu memahami konsep-konsep yang ada dalam matematika itu. Hal ini berarti belajar matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur yang terdapat dalam bahasan yang dipelajari serta berusaha mencari hubungan-hubungannya.
Suatu kebenaran matematika dikembangkan berdasarkan alasan logis. Namun cara kerja matematika terdiri dari observasi, menebak dan merasa, menguji hipotesa, mencari analogi, dan sebagainya. Matematika dimulai dari unsur-unsur yang tak didefinisikan berkembang ke unsur-unsur yang didefinisikan terus ke aksioma atau postulat sampai ke dalil-dalil. Unsur-unsur yang tidak didefinisikan merupakan unsur dasar dalam komunikasi matematika, misalnya titik, bidang, himpunan, elemen, bilangan, dan sebagainya. Unsur-unsur yang tidak didefinisikan ini eksistensinya diakui ada, tetapi susah untuk dinyatakan dengan suatu kalimat yang tepat, karenanya unsur yang tidak didefinisikan ini kadang-kadang disebut unsur primitif (undefined). Tanpa adanya pemikiran semacam ini matematika tidak akan terwujud.
Dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan dapat dikembangkan menjadi unsur-unsur lainnya yang dapat didefinisikan, misalnya segitiga, sudut, gabungan, irisan, matriks, vektor, grup, ring, dan sebagainya. Jelas bahwa unsur-unsur yang didefinisikan ini karena adanya unsur-unsur yang tidak didefinisikan sebagai pembentuknya. Selanjutnya dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan ditambah dengan unsur-unsur yang didefinisikan dibuatlah aksioma. Aksioma atau postulat merupakan asumsi-asumsi dasar tertentu dan dipilih sebagai kesepakatan yang biasanya nampak sesuai dngan pengalaman-pengalaman kita. Misalnya dua titik menentukan sebuah garis, semua sudut siku-siku satu sama lainnya sama besar, pengertian komutatif, asosiatif, dan sebagainya. Dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, unsur-unsur yang didefinisikan dan aksioma-aksioma terbentuklah dalil-dalil atau teori-teori yang kebenarannya berlaku secara umum dan kebenarannya tersebut dapat dibuktikan secara deduktif. Jadi, jelas bahwa walaupun matematika itu disusun, berkembang dan ditemukan secara induktif dari observasi, coba-coba, eksperimen, dan sebagainya. Namun begitu pola atau dalil itu ditemukan maka kebenarnnya harus dapat dibuktikan secara umum atau secara deduktif. (Karso, 1993: 4).
Metode mencari kebenaran yang dipakai matematika adalah metode deduktif, namun dapat dimulai dengan cara induktif tetapi seterusnya generalisasi yang benar untuk semua keadaan harus bisa dibuktikan secara deduktif. (Karso, 1993: 5). Dalam matematika, suatu generalisasi, sifat, teori atau dalil belum dapat diterima kebenarannya sebelum dapat dibuktikan secara deduktif. Penarikan kesimpulan dalam matematika harus hati-hati tidak cukup hanya memberikan contoh-contoh saja atau memperhatikan pola-pola tertentu saja, tetapi harus dibuktikan secara deduktif. Mungkin sekali dalil-dalil, sifat-sifat, rumus-rumus dalam matematika ditemukan secara induktif (coba-coba, eksperimen, penelitian dan lain-lain), tetapi begitu suatu pola, aturan, dalil, rumus yang merupakan generalisasi ditemukan, maka generalisasi itu harus dapat dibuktikan kebenarannya secara deduktif.

2. Pembuktian dalam Matematika
Pembuktian adalah sesuatu yang melibatkan seseorang (prover), audience (orang yang akan diyakinkan) dan suatu argument (sarana yang digunakan prover untuk meyakinkan audience). Pembuktian adalah semua cara untuk mendapatkan keyakinan kebenaran atau kesalahan suatu dalil (K.J. Devlin, 1981: 20). Menurut Bell, pembuktian adalah suatu alasan (argument) atau penunjukkan suatu bukti yang meyakinkan atau membujuk seseorang untuk menerima suatu keyakinan atau kepercayaan (Freederick H, Bell, 1978: 290). Dalam arti luas bukti dapat dipandang sebagai suatu jaminan atas nilai kebenaran dari suatu pernyataan atau tindakan. Bukti dapat diidentifikasikan dalam 7 jenis:
a. Bukti dari pengalaman pribadi.
b. Bukti dari pernyataan seseorang yang punya otoritas.
c. Bukti dari pernyataan atas pengalaman empiris.
d. Bukti dari kekurangan contoh penyangkal (The lack of a counterexample).
e. Bukti karena kegunaan hasil-hasil perhitungan untuk ilmu lain atau teknologi (The usefulness of results).
f. Bukti dari pernyataan berdasar penyimpulan induktif.
g. Bukti dari pernyataan berdasar penyimpulan deduktif.
(Frederick H. Bell, 1978: 291).
Sebelum masuk pada pengerjaan pembuktian formal, haruslah memahami pengetahuan prasyarat terlebih dahulu yaitu konsep matematika tentang logika matematika, seyogyanya ditekankan juga dan untuk benar-benar dipahami perbedaan antara kebenaran (truth) dan kesahihan (validity). Dengan mendefinisikan kesahihan lewat pengertian pola penalaran (bentuk penalaran) dalam banyak hal sangat membantu. Jika pola penalaran yang digunakan benar maka setiap kasus khususnya yang menggunakan pola penalaran itu juga benar. Disamping pernyataan yang benar, pernyataan yang sahih, perlu diperhatikan juga pengucapannya, salah ucap sedikit mungkin dapat menimbulkan salah arti yang besar. Untuk membuktikan suatu teorema dengan baik dibutuhkan pengetahuan-pengetahuan dan kemampuan-kemampuan tertentu, antara lain:
a. Harus mengetahui definisi yang digunakan teorema tersebut.
b. Mengetahui syarat-syarat yang dipakai untuk membuktikan teorema tersebut.
c. Mengetahui strategi yang akan digunakan.
d. Mampu menggunakan hasil pembuktian teorema dalam berbagai persoalan.
Secara umum langkah-langkah yang dapat digunakan dalam membuktikan teorema antara lain (tidak selalu demikian):
a. Mengingatkan kembali fakta-fakta, aksioma-aksioma, postulat, definisi atau teorema-teorema lain.
b. Membuat daftar pernyataan-pernyataan di atas secara terurut sedemikian hingga pernyataan pertama selalu merupakan bagian yang “memberikan” dalam teorema dan pernyataan terakhir merupakan yang “dibuktikan”.
Dalam membuat daftar terurut ini tidak harus dimulai dari hipotesis kemudian melangkah menuju konlusi, mungkin lebih mudah dari tengah. Disamping itu agar strategi pembuktian matematika yang sifatnya deduktif aksiomatis tersebut lebih bermutu, mahasiswa perlu diberi pengalaman yang luas dalam membuktikan proposisi-proposisi tersebut. Dalam hal ini, selain cara yang disebutkan di atas pengajar dapat pula memanfaatkan jaringan konsep. Dimulai dari tuliskan suatu teorema, kemudian mundur (buat panah-panah ke kiri) tuliskan teorema-teorema lain yang digunakan untuk membuktikan teorema tersebut, sampai akhirnya pernyataan yang tinggal hanya aksioma-aksioma dan definisi-definisi saja, bentuknya dapat bercabang-cabang kemana-mana, cabang tersebut dapat dipotong tidak harus sampai aksioma atau definisi, tetapi berhenti pada teorema sebelumnya yang sudah dibuktikan. Dengan analisis semacam ini diharapkan mahasiswa lebih menikmati dan sekaligus memahami sifat khas yang penting dari matematika, yaitu deduktif aksiomatis.
Kekuatan pendorong yang ada dalam diri orang untuk melakukan aktivitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan disebut motif. Segala sesuatu yang berkaitan dengan timbulnya dan berlangsungnya motif disebut motivasi (Herman Hudoyo, 1980 : h. 97). Thorndike (1874-1949) mengemukakan teori belajar Stimulus-Respon yang disebut juga koneksionisme, teori ini menyatakan bahwa belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Terdapat tiga hukum dalam teori ini yaitu : hukum kesiapan (law of readiness), hukum latihan (law of exercise), dan hukum akibat (law of effect) (Tim MKPBM, 2001: 31). Hukum kesiapan menerangkan bahwa penting menyiapkan kondisi-kondisi tertentu sebelum seseorang melakukan suatu kegiatan dalam hal ini belajar, agar muncul kecenderungan untuk bertindak atau melakukan kegiatan tersebut. Implikasi dari hukum ini adalah dalam membuktikan suatu teorema, dosen perlu menyebutkan kaitan teorema tersebut dengan teorema, lemma, definisi atau aksioma lain terutama yang dibutuhkan untuk membuktikan teorema tersebut. Dalam penelitian ini akan diterapkan metode Jaringan Topik, berangkat dari suatu teorema, kemudian dirunut mundur, dicari teorema-teorema prasyarat langsung dan tak langsung sehingga dapat bercabang-cabang dan semua anak panah arahnya menuju teorema yang akan dibuktikan.
3. Meningkatkan Motivasi dengan AMBAK
Salah satu ciri pembelajaran matematika masa kini adalah penyajiannya didasarkan atas teori psikologi pembelajaran yang saat ini sedang populer dibicarakan oleh para pakar pendidikan. Dalam banyak situasi, menemukan AMBAK : “Apa Manfaatnya BAgiKu ?” sama dengan menciptakan minat dan meningkatkan motivasi dalam mempelajari sesuatu dengan menghubungkannya dengan “dunia nyata” , seorang pembelajar harus dapat mencari cara untuk menjadikannya berarti bagi hidupnya sendiri. AMBAK adalah motivasi yang didapat dari pemilihan secara mental antara manfaat dan akibat-akibat dari suatu keputusan (DePorter & Hernacki, 2002,h. 48). Menciptakan minat mudah untuk beberapa hal dan sulit untuk hal-hal yang lain. Menciptakan minat juga mempunyai keuntungan intrinsik, ketika seseorang menciptakan minat pada suatu subyek maka kerap kali ia akan mendapati bahwa minat ini akan membawa kepada minat baru di bidang lainnya dan seterusnya, sehingga akan membawa pembelajar memasuki lebih dalam suatu bidang ilmu/ pengetahuan dengan penuh semangat. Orang yang berhasil menciptakan minat pada suatu hal akan menjadi seorang “pembelajar seumur hidup”, “pembelajar aktif” dan seorang “pencari”, mulailah pencarian ilmu.
4. Teori Belajar Stimulus-Respon Thorndike
Kekuatan pendorong yang ada dalam diri orang untuk melakukan aktivitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan disebut motif. Segala sesuatu yang berkaitan dengan timbulnya dan berlangsungnya motif disebut motivasi (Hudoyo, 1980 : h. 97). Thorndike (1874-1949) mengemukakan teori belajar Stimulus-Respon yang disebut juga koneksionisme, teori ini menyatakan bahwa belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Terdapat tiga hukum dalam teori ini yaitu : hukum kesiapan (law of readiness), hukum latihan (law of exercise), dan hukum akibat (law of effect) (Tim MKPBM, 2001: 31). Hukum kesiapan menerangkan bahwa penting menyiapkan kondisi-kondisi tertentu sebelum seseorang melakukan suatu kegiatan dalam hal ini belajar, agar muncul kecenderungan untuk bertindak atau melakukan kegitan tersebut. Implikasi dari hukum ini adalah dalam menjelaskan suatu konsep, dosen perlu menyebutkan kegunaan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari dan hubungannya dengan konsep lain yang terapannya lebih nyata. Dalam penelitian ini akan diterapkan metode Jaringan Topik, yaitu dalam pendahuluan perkuliahan dosen membuat jaringan topik, caranya mulai dari topik (sebut topik P) yang akan diterangkan kemudian membuat cabang-cabang panah yang menuju topik P untuk topik-topik prasyarat yaitu A,B, C, ... yang dibutuhkan untuk mempelajari topik P dan cabang-cabang panah yang keluar dari topik P ke topik-topik Q,R,S, ... yaitu topik-topik yang membutuhkan topik P, atau terapan dari topik P atau dunia nyata yang membutuhkan topik P.
5. Teori Belajar Bruner
Jerome Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang ada dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur (Tim MKPBM, 2001: 44). Dengan mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam konsep yang sedang dipelajari, pembelajar akan memahami materi yang harus dikuasainya. Ini menunjukkan bahwa materi yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami pembelajar. Dalam penelitiannya Bruner menyimpulkan beberapa dalil yaitu : dalil penyusunan (construction theorem) , dalil notasi (notation theorem), dalil kekontrasan dan keanekaragaman (contras and variation theorem), dalil pengaitan (connectivity theorem). Dalam dalil pengaitan (konektivitas) dinyatakan bahwa : dalam matematika antara suatu konsep dengan konsep lainnya terdapat hubungan yang erat, bukan saja dari segi isi namun juga dari segi rumus-rumus yang digunakan. Materi yang satu mungkin merupakan prasyarat dari materi yang lain atau suatu konsep tertentu dipakai untuk menjelaskan konsep lain. Dosen perlu menjelaskan bagaimana hubungan antara sesuatu yang sedang diajarkan dengan obyek, rumus, konsep atau topik lain. Apakah hubungan itu dalam kesamaan rumus yang digunakan, dalam aplikasi atau dalam hal-hal lainnya. Melalui cara ini pebelajar akan mengetahui pentingnya konsep yang sedang dipelajari dan mengetahui kedudukan rumus atau topik tersebut dalam sekelompok topik lain.

G. KONTRIBUSI PENELITIAN
Hasil pelaksanaan Penelitian Tindakan yang merupakan “self reflective teaching” ini akan memberikan manfaat yang berarti bagi perorangan / institusi, sebagai berikut :
1) Bagi dosen : dengan dilaksanakannya penelitian tindakan ini, dosen dapat lebih mengetahui secara tepat, bertambah wawasan, lebih menghayati strategi pembelajaran Jaringan Topik ini pada mahasiswa-mahasiswanya.
2) Bagi mahasiswa : hasil penelitian tindakan kelas ini sangat menguntungkan mahasiswa karena mahasiswa adalah subyek langsung dari penelitian ini, yang dikenai tindakan, semestinya ada perubahan-perubahan dalam diri mahasiswa dari aspek kognitif, afektif maupun psikomotor, kebiasaan-kebiasaan belajar yang lebih positif dan mahasiswa lebih termotivasi untuk belajar.
3) Bagi UNNES : hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan yang baik pada LPTK, khususnya UNNES dalam rangka perbaikan sistem pembelajaran matematika.
4) Bagi khasanah pendidikan : memberikan sumbangan pemikiran sebagai alternatif meningkatkan kualitas pendidikan di Perguruan Tinggi.
H. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang mencoba menerapkan paduan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-II dan Jaringan Topik bagi mahasiswa.
1. Subyek Penelitian
Subyek Penelitian ini adalah mahasiswa Jurusan Matematika UNNES.
2. Pihak yang Terlibat
Pihak yang terlibat dalam penelitian ini adalah mahasiswa tersebut diatas dan dosen pengampunya serta dosen peneliti.
3. Rancangan Penelitian
a. Faktor Yang Diselidiki
Untuk menjawab permasalahan diatas, ada beberapa faktor yang akan diselidiki. Faktor-faktor tersebut adalah :
· Faktor Mahasiswa : Akan diselidiki kondisi awal mahasiswa dengan menggunakan pre-tes atau kuis sebelumnya, sejauh mana keterlibatan dan partisipasi mahasiswa dalam proses belajar diamati dengan pedoman pemantauan proses, dan diselidiki ada tidaknya kenaikan hasil belajar mahasiswa (membandingkan pre-tes dan pos-tes) setelah diterapkan strategi pembelajaran Jaringan Topik.
· Faktor Dosen : Mengamati kinerja dosen sebagai perencana, fasilitator, koordinator dan evaluator program pembelajaran Jaringan Topik, diamati dengan pedoman observasi sistematis.
b. Rencana Tindakan
Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri 3 siklus . Tiap siklus dilaksanakan mulai perencanaan, persiapan tindakan , pelaksanaan tindakan , pemantauan, evaluasi individu dan kelompok serta refleksi tindakan, analisis dan dilakukan penyimpulan-penyimpulan. Pada siklus berikutnya dilakukan penyempurnaan metode dan strategi yang telah dilakukan untuk diterapkan sekali lagi dengan beberapa perubahan dan modifikasi sesuai kebutuhan. Setiap siklus melalui pentahapan-pentahapan sebagai berikut :
1) Perencanaan
· Menyusun tujuan instruksional.
· Menyusun Jaringan Topik untuk setiap topik yang akan diajarkan
· Membuat skenario pembelajaran
· Menyusun pre-tes dan pos-tes
· Mendesain Pedoman Pemantauan pembelajaran untuk individu maupun kelompok.
· Mendesain Pedoman Observasi Sistematis bagi kinerja dosen selama Pelaksanaan Tindakan.
· Mendesain alat ukur motivasi “N’ Ach” (need for achievement).
2) Persiapan Tindakan
· Melaksanakan pre-tes.
· Analisis pre-tes.
· Penyusunan Lembaran Kerja/ Tugas bagi mahasiswa.
· Mempersiapkan media dan alat bantu yang diperlukan.
· Memberikan pengarahan kepada mahasiswa tentang operasional pembelajaran dan tentang tugas yang akan diberikan.
3) Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini :
· Melaksanakan skenario yang direncanakan.
· Presentasi dan diskusi kelompok sesuai dengan aturan main masing-masing metode pembelajaran kooperatif.
· Menilai individu oleh dosen.
· Pos-tes untuk semua mahasiswa.
4) Observasi
Pada tahap ini, mahasiswa melakukan tindakan pembelajaran kooperatif dan dosen melakukan pemantauan (dengan Pedoman Pemantauan) terhadap kerja mahasiswa, sementara dosen lain (peneliti) mengamati kerja dosen sebagai fasilitator yang memberi tugas atau memandu mahasiswa (dengan Pedoman Observasi Sistematis). Selanjutnya menganalisis nilai pre-tes dan pos-tes serta memberikan penilaian.
Analisis, Refleksi dan Evaluasi
Hasil yang diperoleh pada tahap observasi dikumpulkan, didiskusikan, dianalisis, dan dievaluasi oleh tim peneliti, kemudian dosen dapat merefleksi diri tentang berhasil tidaknya tindakan yang telah dilakukan, faktor-faktor pendukung, penghambat, dari aspek internal dan eksternal dosen dan mahasiswa untuk tiap siklus.
5. Variabel Penelitian
Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :
Variabel 1 : Suasana yang menyertai proses belajar mengajar Jaringan Topik
Variabel 2 : Umpan balik dan teknik evaluasi proses belajar paduan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-II dan Jaringan Topik
Variabel 3 : Hasil belajar matematika mahasiswa sebelum dan sesudah pembelajaran Jaringan Topik
Variabel 4 : Motivasi belajar mahasiswa setelah melaksanakan pembelajaran Jaringan Topik
6. Instrumen Penelitian
Variabel 1 : diamati dengan Lembar Observasi Terfokus untuk mahasiswa dan Lembar Observasi Sistematis untuk dosen.
Variabel 2 : diungkap dengan hasil skor individu saat pembelajaran kooperatif.
Variabel 3 : diukur dengan pretes dan postes.
Variabel 4 : diukur dengan alat ukur motivasi N’Ach buatan Robinson yang nantinya dimodivikasi sesuai kebutuhan, terdiri dari 15 butir pertanyaan, dengan 5 alternatif pilihan.
Lembar Observasi Terfokus untuk mahasiswa dan Lembar Observasi Sistematis untuk dosen, masing-masing itemnya diberi bobot 1 (kurang) ,2 (cukup) ,4 (baik) dan 5 (baik sekali). Bobot 3 (sedang) tidak ada, agar setiap penilaian ada kecenderungan dan setiap item diberi catatan untuk hasil pengamatan yang tidak dapat diangkakan, atau kejadian-kejadian yang tidak masuk dalam kategori item tertentu. Alat ukur Postes berupa paket soal yang terdiri dari 20 soal pilihan ganda dengan 5 alternatif jawaban, 5 essay dengan jawaban pendek dan 5 essay dengan jawaban panjang (terbuka) dengan alokasi waktu 100 menit.
7. Analisis Data
Untuk membandingakan hasil belajar matematika antara kedua metode pembelajaran kooperatif dipalkai uji t. Analisis lembar observasi dan tes motivasi dibandingkan dengan jumlah skor dan catatan-catatan tambahan yang menjadi pertimbangan.

Tidak ada komentar: