EXPLORASI TENTANG ASPEK-ASPEK KECAKAPAN BAHASA
DAN PEMBELAJARAN ALJABAR
I. PENDAHULUAN
Makalah ini merupakan review terhadap hasil penelitian yang dilakukan oleh Mollie MacGrcgor dan Elizabeth Price, Universutas Melbourne Australia. Laporan penelitian ini berjudul “An Exploration of Aspects of Language Proficiency and Algebra Learning” yang ditulis pada Journal For Research in Mathematics Education 1999, Vol.30 nO. 4 halaman 449-467.
Alasan pemilihan terhadap review hasil penelitian ini adalah menurut Ellerton dan Clarkson (1996) menyatakan bahwa sejumlah buku telah diterbitkan tentang bagaimana pengaruh faktor bahasa terhadap pembelajaran matematika. Selanjutnya dikatakan bahwa para peneliti pendidikan matematika tertarik akan bagaimana pengaruh faktor bahasa pada matematika, studi lebih awal tentang area ini dan mulai untuk mengadopsi suatu pendekatan yang lebih luas.
Brun (dalam Ellerton % Clarkson, 1996) menyatakan bahwa kajian mengenai peran bahasa dalam pendidikan matematika telah dimulai sejak 40 tahun yang lalu. Pada tahun berikutnya (Laporan penelitian Mac Gregor ini ditulis tahun 1999), Montis (2000) di dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kesulitan siswa dalam berbahasa dengan kesulitan mereka dalam mempelajari matematika.
Alasan yang lebih penting adalah berkaitan dengan paradigma baru dalam pembelajaran matematika di Indonesia dan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang akan segera dilaksanakan. Di mana di dalam KBK telah dikembangkan secara eksplisit komunikasi pada mata pelajaran matematika, di samping pemahaman, penalaran dan pemecahan masalah (KBK, 2002).
Dengan mengkaji penelitian ini penulis berharap memiliki tambahan wawasan berkaitan dengan kajian teoritis maupun empirik (hasil penelitian) tentang pengembangan komunikasi yang sekarang secara eksplisit dikembangkan dalam KBK.
Secara ringkas penelitian Mac Gregor dan Elisabet, adalah mengexplorasi apakah 3 komponen kognitif dari kecakapan bahasa--metalinguistik, sintaksis, dan kerancuan (ambiguity)—berhubungan dengan kesuksesan siswa dalam mempelajari notasi aljabar. Pencil-and-paper test telah diberikan untuk menilai: kesadaran metalinguistik siswa dan kemampuan mereka dalam menggunakan notasi aljabar. Jumlah sampel yang berbartisipasi lebih dari 1500 siswa, usia 11 sampai 15, yang mana mereka telah belajar aljabar 1 sampai ke 4 tahun. Dalam penelitian ini ditemukan antara lain sangat sedikit siswa dengan skore kesadaran metalinguistic yang rendah mencapai skore aljabar yang tinggi.
II. LATAR BELAKANG PENELITIAN
Pertanyaan apakah kecakapan bahasa berhubungan dengan kemampuan belajar dan prestasi akademis, secara umum telah diperdebatkan selama bertahun-tahun. Sebagian besar perdebatan telah memusat pada kinerja dari imigran atau etnik minoritas dengan kecakapan bahasa Inggris yang terbatas. Faktor-faktor di dalam studi empirik kecakapan bahasa dan prestasi akademis meliputi variable-variabel: dwi bahasa, etnik, status sosial-ekonomi, penggunaan berbagai dialek nonstandar, sosial dan budaya.
Tate ( 1997), telah mengkaji tentang sejumlah penelitian dari studi tentang performa matematika dengan berbagai kelompok sosial, ternyata sangat sedikit riset yang memfokuskan kepada kecakapan bahasa dan kecenderungan performanya, pada tahun sebelumnya Ellerton dan Clarkson (1996) juga mengatahan demikian.
Pertanyaan apakah kecakapan bahasa mempengaruhi pembelajaran matematika adalah suatu pertanyaan politis seperti halnya suatu pertanyaan bidang pendidikan. Meskipun demikian, di dalam penelitian tentang etnik, kelas sosial, bahasa, dan prestasi di dalam matematika, riset yang telah dilaksanakan di Amerika Serikat pada tahun 1990-an, Secada (1992) memberikan bukti yang cukup untuk menyimpulkan bahwa "kecakapan bahasa, berhubungan dengan prestasi dalam matematika”.
Dalam bidang literacy dan pembelajaran, studi ketrampilan bahasa, yang berkaitan dengan dua bahasa (bilinguals), Cummins (1984) menyatakan bahwa suatu tingkatan tertentu dari kecakapan ilmu bahasa (linguistic) sepertinya penting bagi prestasi akademis. Kecakapan ini memungkinkan untuk menggunakan bahasa sebagai suatu organisator pengetahuan dan suatu alat untuk memberi alasan. Beberapa penelitian pembelajaran yang mendukung pernyataan di atas, sebagai contoh, Dawe (1983) menunjukkan bahwa siswa etnik minoritas Britania yang mempunyai tingkat yang rendah kemampuannya di dalam bahasa ibu mereka cenderung melakukan kurang baik di dalam matematika.
Menurut Dawe, hal itu disebabkan para siswa ini telah mempelajari bahasa kedua mereka (bahasa Inggris) tanpa suatu dasar yang cukup pada bahasa pertama (fist-language), mereka tidak pernah memperoleh kecakapan bahasa sebagai pondasi untuk pembelajaran (akademis). Mestre (1988) menunjukkan bahwa bahasa-minoritas siswa dalam situasi ini disebut sebagai "semilinguals", yakni penyebab dari ketidakcukupan di dalam program dua bahasa. Ia mengusulkan “semilingualism” itu sebagai penyebab dari prestasi siswa minoritas di U. S. di dalam matematika rendah. Lambert (1975) telah menunjukkan bahwa dalam dwi bahasa pada lingkungan tertentu nampak meningkatkan pertumbuhan kognitif, bahwa dwi bahasa dapat dihubungkan dengan prestasi matematika yang tinggi.
Sebagian besar literatur penelitian atas bahasa dan pembelajaran matematika mempunyai kaitan dengan pemahaman informasi matematika siswa yang diekspresikan dalam bahasa dasar (natural language). Topik-topik yang sering menjadi bahan penyelidikan: a) pengetahuan kosa kata, seperti makna dari asal kata-kata, dan faktor di dalam suatu konteks matematika; (b) pola wacana keakraban yang digunakan di sekolah dalam berbicara dan menulis tentang matematika, seperti pemahaman dalam suatu pembelajaran; dan (c) kemampuan untuk memahami permasalahan (word problem).
Faktor-faktor yang telah disebutkan merupakan faktor penting yang mempengaruhi pembelajaran matematika. Kemampuan siswa di dalam aspek bahasa ini nampaknya akan dihubungkan dengan prestasi mereka dalam matematika sekolah.
Dalam laporan penelitian ini dikatakan bahwa mereka menemukan satu laporan suatu studi yang berhubungan dengan prestasi matematika dengan kemampuan tingkat kedalaman kompetensi bahasa. Di dalam penelitian White (1985), ia mengamati orang-orang yang berbeda dalam memiliki kecakapan berbahasa tinggi dan rendah. Dalam dua kelompok usia 10 sampai 16 tahun dikaitkan dengan faktor usia dan IQ, White menemukan bahwa siswa yang "learning-disabled" (cacat) memiliki kemampuan yang lebih rendah dibanding siswa yang normal, berhubungan dengan ketepatan dan kekomplekskan bahasa dalam tugas-tugas matematika.
Bagaimanapun tugas-tugas praktis yang memerlukan penalaran yang logis, performa siswa yang “learning-disabled” perbedaanya sangat signifikan dengan kelompok siswa yang normal. White menyimpulkan bahwa prestasi yang rendah dalam matematika sekolah dihubungkan dengan ketidak-mampuan untuk memproses bahasa baku (standard).
White menyarankan dengan apa yang sebut sebagai "language-processing ability" secara umum, sebagaimana telah didalilkan oleh Cummins (1979) bahwa dasar dari kecakapan bahasa diperlukan dalam pembelajaran dan pencapain prestasi di sekolah. Dalam artikel ini diuraikan mengenai upaya-upaya untuk mengidentifikasi komponen yang mempengaruhi kemampuan kecakapan bahasa dengan pembelajaran aljabar.
Pada literatur tentang pada kemampuan anak-anak dari kemahiran literacy (melek huruf), ditemui istilah kesadaran metalinguistic (metalinguitics awareness). Konsep ini mungkin membantu menjelaskan berbagai kesulitan di dalam pembelajaran matematika secara umum dan notasi aljabar khususnya. Suatu penyelidikan tentang kesadaran metalinguistic, mungkin menyediakan informasi tentang struktur kognitif atau proses spesifik yang umum baik untuk kecakapan bahasa dan belajar aljabar. Sejauh ini kita mengetahui, istilah kesadaran rnetalinguistik belum digunakan dalam konteks pendidikan matematika. Tulisan ini akan mengenalkan tentang hal ini pada pembelajaran aljabar.
III. KESADARAN METALINGUISTIK (METALINGUISTIC AWARENESS)
Istilah kesadaran metalinguistik telah digunakan oleh beberapa peneliti di dalam bidang pengembangan literasi (Herriman, 1984). Istilah ini untuk menunjukan pada kemampuan bahasa yang memungkinkan seorang pemakai bahasa untuk merefleksikan pada bahasa percakapan atau tulisan. Kesadaran metalinguistik meliputi format atau fungsi suatu perkataan (word) atau ungkapan (phrase), sebagai obyek perhatian, yang tidak hanya maksudnya saja. Sebagai contoh adalah perhatian anak merasa ragu mengapa school tidaklah dieja skool dan rule tidaklah dieja rool. Anak sedang memperhatikan bunyi dan ejaan, ilmu bahasa (linguistic) sebagai ganti dari maksud mereka.
Kesadaran metalinguistik memungkinkan pemakai bahasa untuk merefleksikan struktur dan fungsi teks sebagai suatu objek, untuk membuat aneka pilihan tentang 'bagaimana cara mengkomunikasikan informasi dan memanipulasi unit bahasa yang dirasakan. Jika di analisis, struktur, pembuatan (aneka pilihan tentang penyajian, dan ungkapan manipulasi adalah hakiki dari matematika, dan khususnya pada aljabar), nampaknya kesadaran metalinguistik memiliki padanan (equivalent) di (dalam) bahasa aljabar. Ada beberapa dukungan untuk dugaan ini pada pekerjaan Lins (1992), satu komponen tentang kemampuan aljabar, menurut Lins adalah kemampuan untuk secara mental menggerakkan object abstrak menurut sifat-sifat dari kelas objek yang menjadi anggota.
Kita menyatakan bahwa kemampuan ini di dalam operasi aljabar di memiliki tingkat keabstrakan yang sama dengan kesadaran metalungistik di dalam bahasa, ketika kata-kata dan huruf (strings) diperlakukan sebagai variabel yang berpengaruh, misalnya kata simplify, variable-variabelnya misalnya terdiri dari delapan huruf, kata kerja transitif, kata dengan tiga suku kata, atau kata yang di mulai dengan huruf s.
Herriman (1991) mencatat ada tujuh komponen tentang kesadaran metalinguistik di dalam bahasa, yaitu: ( a) kesadaran keluaran dari representasi tuturan (speech), ( b) kesadaran keteraturan penyajian bunyi dengan lambang, ( c) kesadaran phonemik, ( d) kesadaran aturan morphophonemik, dan ( e) kesadaran yang berbeda dari daftar dan variasi bahasa yang mempunyai tujuan berbeda. Dan dua komponen yang akan dikaji disini, adalah kesadaran kata (words awareness) dan kesadaran sintaksis (syntax awareness). Pengkajian ini dikenali melalui analogi secara aljabar.
1. Kesadaran Lambang (dapat disamakan ke kesadaran kata dalam daftar Herriman's, meliputi pengetahuan angka, huruf, dan tanda matematika yang dapat diperlakukan sebagai lambang yang mengacu pada dunia nyata. Simbol-simbol itu dapat dimanipulasi untuk disusun atau disederhanakan sebagai ungkapan aljabar. Aspek lain dari kesadaran lambang adalah mengetahui bahwa kelompok lambang dapat digunakan sebagai dasar meaning-units. Sebagai contoh, (x+2) dapat diperlakukan sebagai kwantitas tunggal untuk kepentingan manipulasi secara aljabar.
2. Kesadaran Sintaksis meliputi pengenalan mengenai well-formedness dalam ungkapan secara aljabar, misalnya 2x=10 x=5 (well-formedness), sedangkan 2x=10= 5 (not well-formedness) dan kemampuan untuk membuat pertimbangan tentang bagaimana struktur sintaksis mengendalikan maksud kedua-duanya dan pembuatan kesimpulan, misalnya pengetahuan bahwa jika a-b= x adalah suatu statemen benar, maka secara umum b- a= x tidak benar.
Hipotesis kerja pada penelitian ini adalah bahwa satu atau kedua komponen mengenai kesadaran metalinguistic adalah penting bagi kesuksesan belajar dalam menggunakan notasi aljabar.
IV. PENGEMBANGAN KESADARAN METALINGUISTIC
Menurut Simous dan Murphy ( 1986), perbedaan individu dalam pelajaran membaca menunjukkan perbedaan kesadaran metalinguistic. Cazden (1975) menambahkan kesadaran metalinguistik itu mungkin melibatkan belajar untuk membaca dan menulis dengan kritis. Penelitian yang berkaitan dengan pelajaran untuk membaca dan menulis di dalam sistem simbul matematika pada tahap yang manapun di sekolah belum diselidiki. Sementara dalam bidang pelajaran melek huruf, telah banyak dilakukan penelitian tentang pengembangan kesadaran bahasa yang nonmathematical dan kemampuan mereka yang mencerminkan dan menggerakkan format bahasa (Templeton, 1986).
Kesadaran lambang, adalah kesadaran akan kata-kata yang arbriter (arbitrary) dan dapat mewakili kelompok lambang, yang dikembangkan pada pembelajaran di kelas dan dihubungkan dengan pelajaran untuk membaca. Kesadaran lambang adalah basis untuk game, jokes (lelucon), dan teka-teki yang dapat dipahami dan dinikmati oleh kebanyakan anak-anak. Sepertinya tidak ada alasan untuk mulai belajar aljabar pada pada usia 11 atau 12 mengenai kekurangan kesadaran lambang. Sebaliknya pengembangan kesadaran sintaksis diperluas pada waktu yang lebih lama tergantung dari operasi pemikiran formal (Herriman, 1991).
Dari riset diketahui bahwa anak-anak yang memahami kebanyakan dari apa yang mereka baca tanpa harus mengindahkan struktur sintaksis sama sekali ( Adarns, 1980). Peneliti lain (Harris& Coltheart, 1986) menyimpulkan bahwa ketika isyarat semantik rancu atau tidak cukup, pembaca pada umumnya tidak membangun maksud (makna) dari struktur sintaksis tetapi dari pengetahuan konteks itu.
Riset telah menunjukkan bahwa suatu proporsi para siswa sekolah menengah tidak membedakan ungkapan seperti 6-10 dan kebalikannya 10-6, mereka menggunakan informasi yang berhubungan dengan kamus (ada 6, 10 dan suatu kurang/minus"). Mereka tidak mencerminkan struktur ungkapan yang simbolis itu sendiri, seperti para siswa belum mempelajari bagaimana cara menggunakan sintaksis sebagai pemandu ke penafsiran di dalam perhitungan, dan mereka tidaklah mungkin untuk memahami arti lambang dalam urutan notasi secara aljabar.
V. INISIAL BERBAGAI KESULITAN DALAM BELAJAR ALJABAR
Dalam bidang pembelajaran aljabar, salah satu rintangan awal ke kemajuan adalah fakta bahwa para siswa tidak dengan mudah belajar bagaimana cara menyatakan hubungan dan operasi sederhana di dalam notasi secara aljabar (MacGregor& Stacey, 1997). Mereka sering menyalahgunakan dan salah menafsirkan lambang secara aljabar dan sintaksis, bahkan di tugas sederhana seperti " David 10 cm lebih tinggi dari Con. Con h cm tingginya. Apa yang bisa kamu tulis untuk tingginya David's?" Sebagai contoh, di dalam tugas, Dh (yang diharapkan untuk berarti "tingginya David's"), dan kesalah pahaman sintaksis secara aljabar membimbing ke arah jawaban h 10 ( yang diharapkan untuk berarti " menambahkan 10 untuk h").
Apakah mungkin pemahaman siswa yang lemah dalam sintaksis dan lambang dalam aljabar merupakan refleksi dari ketidakcukupan bahasa dalam kesadaran sintaksis dan lambang. Dugaan ini yang yang pertama diselidiki pada penelitian ini, yakni pada Studi I.
VI. PENELITIAN PERTAMA (STUDI 1)
Penelitian yang pertama ini adalah untuk menguji hipotesis tentang hubungan antara pembelajaran aljabar siswa dan kesadaran sintaksis dan lambang, dua komponen dari kesadaran metalinguistik yang telah disebutkan sebelumnya. Penelitian ini dimulai sebagai berikut.
A. Persiapan Materi Tes
Materi item soal terdiri dari 13 buah yang berbentuk pemecahan masalah dan Comprehension untuk menilai kesadaran lambang dan sintaksis dalam konteks nonalgebraic (non aljabar). Materi ini tidak memerlukan keterampilan berhitung.
Penelitian ini akan mengidentifikasi, yang mana siswa mempunyai kesukaran dalam membaca bahasa Inggris dengan permasalahan perhitungan yang mudah untuk memeriksa pemahaman siswa.
Soal-soal tersebut sebagai berikut.
I. Tes Item Bahasa yang berkaitan dengan kesadaran simbol
1. Here is part of someone's bank book showing money deposited and with drawn in January and February.
DATE DEPOSIT WHITEDROWAL BALANCE TR CODE
08 Jan 91 120.00 120.00 C2
12 Jan 91 30.00 150.00 A
23 Jan 91 50.00 100.00 Y
03 Feb 91 40.00 60.00 Y
14 feb 91 15.00 45.00 M
26 Feb 91 120.00 165.00 C2
How many deposits were made in January?
2. Read the sentence in the box. Answer the questions.
There are more then seven words in this sentence.
(i) How many letters are in the third woerd?
(ii) What is the fifth word?
(iii) How many words are in the sentence?
II. Item tes yang berkaitan dengan kesadaran sintaksis.
1. Draw your line under the picture of the match.
(i) Draw a line 1 cm shorter than the match.
(ii) The match is 2 cm shorter than the line. Draw the line
2. Kim is 16. He is 4 years younger than Ai. Hoe old is Ai?………………
3. A stick is 4 cm longer than a kinfe. The knife is 20 cm long. How long is the stict?
4. In a class there are 6 more boys than girls?…………………..
To find the number of girls, would you
(i) add 6 to the number of boy?
(ii) subtract 6 from the number of boys? (Tick one)
III. Item tes untuk Aljabar
1. David is 10 cm taller than Con. Con is h cm tall. What can you write for David's height?………………….
2. Sue weighs 1 kg less than Chris. Chris weighs y kg. What can you write for Sue's weight?……………………..
3. Write the following using mathematical symbols.
“Add 5 to an unknown number x, then multiply the result by 3." …………………….
4. If 9 - 4 = x - 9, what number does x stand for?……………………
5. Which of the following expressions can be written as n + n + n + n + n?
n+5 nx5 5n n5 5n
B. Peserta (Subjek penelitian)
Subjek penelitian terdiri atas 1236 [usia 11 sampai 15 tahun, dan 18 tahun yang bersekolah di Melbourn. Para siswa ini telah mendapat pembelajaran aljabar tahun pertama sampai tahun kekempat. (kelas 7 sampai kelas 10).
C. Hasil-Hasil
Hasil penelitian ini menemukan bahwa kesulitan di dalam membaca materi literasi dasar mempengaruhi tidak lebih daripada 3% dari siswa kelas 7 dan 8 dan tidak lebih dari 1% pada siswa menurut kelas 9 dan 10. Dalam materi test nonalgebraic yang menuntut kesadaran lambang atau sintaksis, beberapa para siswa yang kelihatannya pandai pada literasi dasar membut kekeliruan. Banyak siswa yang membuat kekeliruan pada materi test secara aljabar.
Data menunjukkan bahwa, pada setiap tingkatan, siswa yang memperoleh skor maksimum pada materi aljabar juga memperoleh maksimum atau dekat score maksimum pada skor bahasa. Pada Scatterplots hubungan skor bahasa dan skore aljabar untuk semua tingkat ditunjukkan seperti pola segi tiga. Perlu dipertibangkan, terdapat pola yang menunjukkan bahwa terdapat skor siswa dengan skor bahasa tinggi dan skor aljabarnya rendah. Sebaliknya ada kejadian, pada yang seorang siswa dengan suatu bahasa rendah mencetak (prestasi) dan suatu skore aljabar tinggi.
Pada satu sisi, pola segi tiga yang lebih rendah menyebar menunjukkan bahwa kesadaran lambang dan sintaksis mungkin sebagai satu faktor yang membatasi dan mengendalikan penafsiran siswa tentang notasi secara aljabar. Di sisi lain, pola itu mungkin sebagai suatu efek distribusi dari skore yang dibandingkan. Skore pada materi bahasa dan pada materi aljabar tidaklah dengan cara yang sama didistribusikan. Materi bahasa lebih mudah dari materi aljabar. Sebagai contoh, pada dataran yang sama 9 ( n= 338) rata-rata nilai materi menunjukkan tes item bahasa lebih dari 85%, sedangkan nilai rata-rata sukses untuk pemahaman sisntaksis dan aljabar berturut-turut 63% dan 25%. Distribusi score bahasa sangat mring (skewed), sedangkan distribusi score aljabar membentuk kurva bimodal dan lebih datar menyebar.
Ketika ada dua variabel dihubungkan, satu linier dan miring, scatterplot tampak bersegi tiga. Scatterplot tidak mempunyai pola umum tentang data yang dihubungkan menunjuk sebab distribusi yang menghadirkan satu sisi suatu kurva normal.
Di siimpulkan bahwa materi bahasa yang lebih sulit telah diperlukan lebih lanjut untuk menguji hubungan antara ketrampilan bahasa dan pembelajaran aljabar. Di bagian yang berikutnya dari artikel ini, diuraikan suatu usaha untuk membangun suatu tes yang lebih sulit untuk mengukur kesadaran metalinguistik dan untuk menentukan apakah kesadaran metalinguistic dihubungkan dengan kesuksesan siswa dalam menggunakan notasi aljabar.
VII. PENELITIAN II (STUDY 2)
Pada penelitian yang kedua, yang akan diselidikan adalah: Jika kesulitan dan lingkup materi bahasa ditingkatkan sedemikian sehingga skor menjadi terdistrubusi secara normal, akankah pola segi tiga masih tetap rendah dan akan berkorelasi antara skor bahasa dan skor aljabar?
A. Meningkatkan Lingkup dan Kesukaran Item Tes
Pengalaman yang kedua sebagai para guru matematika mengusulkan suatu komponen tambahan tentang kesadaran metalinguistic, yang belum terdaftar dalam daftar Herriman's, yang mempunyai suatu analog matematk (mathematical analog). Komponen ini adalah kesadaran menganai kerancuan potensial (potential ambiguity).
Kesadaran tentang kerancuan potensial dalam aljabar adalah pengenalan yang suatu ungkapan mungkin punya penafsiran lebih dari satu, tergantung pada bagaimana hubungan struktural atau terminologi ditafsirkan (yakni: mengetahui ketika tanda-kurung diperlukan untuk operasi dan senantiasa sadar akan potensi untuk salah menterjemahkan kalimat ke dalam persamaan).
Literatur pada pengembangan bahasa berisi beberapa studi tentang kesadaran anak-anak pada kerancuan (ambiguity) bahasa, ketika mereka menginjak masa remaja suatu kesadaran nampak penting bagi pembelajaran aljabar. Kita menduga kerancuan di dalam test, dengan mengkombinasikan dengan materi yang lebih sulit yang menguji kesadaran kata mengakibatkan penyebaran skor bahasa. Menurut saran dari guru literal, perlu dirancang materi baru yang menuntut kesadaran kerancuan dan pemahaman tetang metapora.
Peneliti berharap bahwa suatu pemahaman metapora menjadi indikator kesadaran kata, sebab Herriman (1991) menunjukkan kesadaran kata (word awareness) melibatkan pengetahuan yang kata-kata merupakan lambang yang dapat terpisah dari referensi mereka. Separasi suatu lambang dari referensi umumnya penting bagi pemahaman metapora.
Contoh tes item bahasa untuk pemahaman tentang metapor soal 1 dan 2 dan kerancuan untuk soal 3 dan 4.
1. The opening lines from the poem “Trapped Dingo” by Judith Wright are
So here, twisted in steel, and spoiled with red
your sunlight hide, smelling of death and fear,
they crushed out of yaour throat the terrible song
you sang in the dark ranges.
Expalin the meaing of “spoiled with red your sunlight hide”.
2. Explain the proverb Throw dirt enough and some will stick.
3. Explain the different meanings of these two sentences:
“He said he only liked me”. “He said he liked only me”.
4. The shooting of the hunters was terrible.
This sentence can have more then one meaning. Explain these meanings.
B. Persiapan Test dan Pemilihan Para siswa
Materi tes merupakan materi bahasa yang baru. Materi bahasa ini tidak dihubungkan dengan konsep matematika, seperti pemahaman yang diperlukan untuk menghitung dan mengukur. Materi bahasa yang baru ini diharapkan menjadi lebih baik tentang kesadaran metalinguistic.
Test diberikan pada kelompok siswa kelas 8, 9, dan 10. dan item-item tes yang kurang baik telah dihapus. Materi test yang sudah divalidasi, kemudian diberikan kepada siswa dari kelas 8 sampai 10 dalam satu sekolah menengah di pinggiran kota Melbourne. Sekolah ini, seperti yang digunakan pada penelitian pertama. Proporsi siswanya kebanyakan, siswa yang diwaktu kecilnya bahasa pertama-nya bukan bahasa Inggris.
C. Sistem Skor
Jawaban untuk materi aljabar diberi skor benar atau salah yakni dengan 0 dan 1. Jawaban untuk item bahasa diskorkan dengan 0, 1 ataupun 2. Sebagai contoh, para siswa yang mengenali bahwa merah mengacu pada darah dan cahaya matahari mengacu pada warna yang keemasan memiliki skor 1 untuk tiap-tiap bagian. Item 2 serupa dengan item pertama, nilai 1 diberikan untuk bukti tentang pemahaman parsial dan 2 poin diberi untuk pemahaman yang bagus.
D. Hasil
Ditemukan berkorelasi positif diantara skor bahasa dan skor aljabar untuk masing-masing tingkatan kelas (r=0. 49 untuk kelas 8, 0.34 untuk kelas 9, dan . 0. 62 untuk kelas 10, dengan taraf signifikansi 1%). Nilai ini sama dengan nilai pada penelitian 1. Dimana data diurutkan dari 0.46 pada kelas 7, 0.38 untuk kelas 10. Tidak ada scaterplot yang ditunjukkan dengan pola segitiga yang lebih rendah sebagaimana yang ditunjukkan pada penelitian 1.
Penggunaan materi bahasa yang lebih sulit dihasilkan suatu sebaran skor yang bisa diterima. Dalam data yang baru, tidak ada skor bahasa yang sangat tinggi untuk siswa yang mempunyai skor aljabar yang sangat rendah. Skore bahasa yang tinggi cenderung berhubungan dengan skor aljabar yang tinggi.
Hasil studi scatterplot adalah replicated: ada sangat sedikit kejadian suatu siswa mempunyai suatu skor bahasa sangat rendah, dan mencetak skor aljabar tinggi. Ini berarti konteks kepada kepercayaan yang populer dimana kemampuan yang rendah di dalam bahasa tidaklah sebagai penghalang ke prestasi yang tinggi di dalam matematika
VIII. PEMBAHASAN
Pada tahun 1984, Cuevas menulis bahwa "upaya untuk penelitian harus diarahkan untuk studi yang akan menyelidiki hubungan antar aspek performa matematika dan berbagai ketrampilan bahasa (linguistic skill).
Peneliti telah mencoba untuk menyelidiki apakah tiga komponen tentang kesadaran lambang, metalinguistic, sintaksis, dan ambiguity- berhubungan dengan kesuksesan siswa dalam belajar notasi aljabar. Sebab tidak ada teori di dalam pendidikan matematika atau psikologi untuk memandu penyelidikan ini, kita mengintegrasikan dua gagasan dari linguistik: Cummins's (1979) teori suatu tingkatan tentang kemampuan ilmu bahasa adalah penting bagi pelajaran akademis dan konsep tentang kesadaran metalinguistic yang digunakan oleh ahli bahasa untuk menjelaskan pengembangan anak-anak melek huruf.
Dengan penggunaan peserta English-speaking-born para siswa dari suatu sekolah di dalam suatu keles menengah bagian pinggir kota, telah mampu memperkecil efek latar belakang bahasa, status ekonomi-sosial, keteraturan kehadiran sekolah, jumlah pekerjaan rumah, dan lingkungan sekolah.
Kita menemukan itu sangat sedikit para siswa dengan skor metalinguistik rendah mencapai skor aljabar yang tinggi. Riset lebih lanjut perlu untuk dikerjakan untuk menyelidiki kedalaman lebih besar hipotesis “kesadaran metalinguistik yang rendah adalah suatu rintangan pada pembelajaran notasi aljabar”.
Harriman ( 1991) telah menunjukkan, tidak ada prosedur jelas nyata untuk mempelajari kesadaran metalinguistic atau untuk memisahkan dari aspek kecakapan bahasa umum lainnya. Ini berati bahwa bahwa tes pencil-and-paper untuk kesadaran kata, kesadaran sintaksis, dan kesadaran kerancuan, nampaknya akan sah: itu adalah, mereka menyediakan ukuran tentang pengetahuan siswa terhadap metalinguistik.
Usaha untuk mengukur pengetahuan dasar tentang notasi aljabar dengan menggunakan tes pencil-and-paper diperlukan untuk membaca informasi lisan di (dalam) materi test. Seseorang dapat mengharapkan bahwa para siswa dengan tingkat kesadaran sintaksis yang rendah di dalam bahasa akan membuat kesalahan di dalam materi aljabar sebab mereka salah menafsir pertanyaan yang sesungguhnya. Hal ini disebabkan mereka menyalahgunakan sintaksis secara aljabar, atau kedua-duanya.
Kita tidak mengetahui mengapa, di (dalam) penelitian pertama dan kedua, beberapa para siswa dengan skor bahasa yang baik mempunyai membuat kesalahan pada aljabar yang salah walaupun mereka telah diberi kesempatan yang sama untuk belajar dengan teman sekelas mereka . Satu penjelasan adalah bahwa para siswa ini tidaklah cukup sadar bahwa tanda system aljabar mempunyai konvensi dan aturan bersifat tatabahasa.. Mungkin beberapa siswa disesatkan oleh mereka pengalaman system lambang ( MacGregor, 1997). Suatu topik penting untuk riset adalah untuk menemukan apakah pengembangan tentang kesadaran metalinguistic dapat dipercepat dan apakah pencapain aljabar yang baik harus ditunda sampai suatu tingkatan cukup darikesadaran metalinguistic telah dicapai.
Bukti pada artikel ini menunjukkan bahwa, untuk sebagian siswa, sedikitnya kegagalan mereka untuk belajar, dihubungkan dengan kesadaran metalinguistik yang dikembangkan. Kesadaran struktur bahasa ini dan kemampuan untuk menggerakkan struktur itu mungkin suatu penjelmaan tentang teori lebih dalam yang memproses dan juga mendasari pemahaman tentang notasi aljabar.
Keberadaan tentang teori umum yang meliputi hubungan antara pembelajaran aljabar dan kesadaran metalinguistik ditandai oleh studi ini dan mungkin juga mendukung teori Cummin's, yang menyatakan bahwa tingkat kecakapan ilmu bahasa adalah penting bagi pelajaran akademis. Hubungan kesadaran metalinguistik dengan apa biasanya disebut " intelegence umum" atau " kemampuan kognitif" untuk terus diselidiki.
IX. KESIMPULAN PENULIS (REVIEW)
Hasil penelitian atau laporan penelitian ini telah mendukung penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengaruh faktor-faktor bahasa terhadap keberhasilan siswa dalam belajar matematika. Namun demikian jika penelitian ini dikritisi disamping memiliki banyak kelebihan, mungkin ada juga beberapa hal yang perlu diperhatikan misalnya berkaitan dengan paper and pencils test yang digunakan sebagai instrumen dalam penelitian ini.
Jika kita merujuk pada pendapat Ellerton dan Clarkson (1996) menyatakan bahwa sepanjang 1990's, masyarakat pendidikan matematika telah menekankan pada kebutuhan untuk mengembangkan metoda otentik untuk mengases belajar siswa, namun demikian tes pensil dan kertas (pencil and paper tests) yang digunakan secara luas di seluruh dunia untuk menaksir hasil belajar matematika sekolah, memiliki kelemahan seperti tidak mengungkap mengapa siswa memberi jawaban salah atau benar, alasan mengapa menjawab seperti ini. Kelemahan lain dari pencil and paper tests adalah tidak dapat mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi (Johnson & Johnson, 2002; NCTM, 2000) sehingga sulit menentukan kedalaman hubungan antara kecakapan bahasa dengan hanya memberikan sesaat saja (paper and pencils test).
Kelemahan yang lain juga berkaitan dengan analisis yakni penggunaan scattrplots. Karena skor yang di scattrplots bukan nilai yang sebenarnya tetapi hasil dari penilaian kualitatif yang dikuantitatifkan, akan berakibat seberan yang terjadi bukan sebaran nilai yang sesungguhnya. Dengan demikian pola-pola segitiga yang digambarkan pada penelitian inii hanya menghasilkan pola kasar (sebagai deskripsi kasar) yang mungkin bisa menimbulkan salah interprestasi.
Penelitian ini dimasa mendatang dapat dikembangkan dengan pendekatan yang cocok, misalnya dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Sehingga apa yang dilakukan oleh siswa dapat diketahui dengan memberikan pertanyaan yang mendalam. Pada penelitian ini nampaknya setelah siswa mengerjakan soal-soal (instumen tes) tidak dilanjutkan dengan pertanyaan yang mendalam mengenai apa-apa yang telah dilakukan siswa dan mengapa siswa berbuat seperti itu.
Daftar Pustaka:
Ellerton, Nerida & Clarkson, Philip. (1996). Language Factors in Mathematics Teaching and Learning. A.J. Bhisop et al. International Handbook of Mathematics Education, 987-1033. Netherlands: Kluwer Academic Publishers
Johnson, David & Johnson, Roger T. (2002). Meaningful Assessment. London: Allyn and Bacon.
Kurikulum Berbasis Kompetensi: (2002). Kurikulum dan Hasil Belajar Mata Pelajaran Matematika Sekolah Lanjutan Tinggkat Pertama dan Madrasah Tsanawiah. Puskur: Depdiknas
MacGrcgor, Mollie dan Elizabeth Price. (1999). An Exploration of Aspects Of Language Proficiency and Algebra Learning. JRME. Vol. 30. No.4 hal 449-467
National Council of Teachers of Mathematics. 2000. Mathematics Assessment: A Praktical Handbook For Grades 6-8. Reston, Virginia: NCTM
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar