Sabtu, 22 November 2008

MENDIDIK ANAK BERSAMA TELEVISI

MENDIDIK ANAK BERSAMA TELEVISI*

Oleh : Scolastika Mariani

1. Pendahuluan
Media televisi saat ini merupakan media publik yang pemakaiannya sudah meluas sampai seluruh pelosok Indonesia, sehingga media ini memiliki kemampuan dan pengaruh yang besar dalam pembentukan pendapat, sikap, dan perilaku masyarakat serta memiliki peran penting dalam meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa. Isi siaran dapat mempengaruhi opini masyarakat, proporsi yang besar untuk siaran iklan niaga dapat membentuk sikap konsumtif, kelebihan siaran hiburan yang diimpor dari luar negeri mempengaruhi minat seni budaya masyarakat yang ada, sebaliknya siaran-siaran yang menunjang pendidikan, misalnya tayangan flora-fauna, kuis-kuis adu penguasaan pengetahuan umum, film-film yang mendidik dapat meningkatkan pengetahuan dan kecerdasan masyarakat.
Gagasan Gubernur DI Yogyakarta mematikan TV dua jam sehari untuk meningkatkan prestasi belajar siswa mendapat tanggapan yang bemacam-macam. Gagasan itu konon diilhami oleh suatu penelitian, seperti yang disebutkan dalam Surabaya Post hari Kamis, 4 April 1996 dalam artikel “Matikan TV, Prestasi Belajar Meningkat ?”, yang membuktikan mematikan acara TV dua jam pada setiap rumah tangga telah mengatrol hasil belajar siswa. Padahal di Amerika ditemukan bukti-bukti bahwa media publik tak mempengaruhi langsung pada audience tetapi melalui faktor antara ( mediating factor). Faktor antara ini menunjukkan media publik bukan penyebab satu-satunya mempengaruhi audience (Joseph Klapper). Kemudian juga penelitian Hovland yang meneliti pengaruh film terhadap militer, hasilnya menunjukkan film hanya mampu menambah dan memindahkan informasi, tapi tak mampu melakukan perubahan sikap.
Kehidupan remaja Jepang yang direkam Takahashi Katsuo – pembuat kartun / animasi anak-anak di Jepang – adalah remaja yang gemar berfoya-foya. Dalam film semi dokumenter digambarkan para remaja perempuan berpaiakan serba minim, berjingkrak-jingkrak setiap malam di diskotik, dan tak sedikit yang terlibat kriminalitas, prostitusi dan bunuh diri. Apa yang melanda Jepang adalah bukti lemahnya filter masyarakat dalam menerima arus informasi yang dipancarkan TV. Dengan kata lain TV telah mencuci otak anak menjadi makhluk yang egois, tak berperasaan, dan tak mampu mengembangkan kepekaan untuk mentransfer nilai-nilai yang ditawarkan TV ke dalam dunia nyata. Takahashi tak membenci TV karena menurutnya TV berjasa memberikan informasi – kerap dalam bentuk yang menarik dan lucu.

2. Siaran Televisi dan Anak
Hampir tidak ada anak yang tak suka menonton Televisi. Berbagai hal yang disajikan televisi memikat anak-anak, membuat mereka menemukan aneka hal yang menyenangkan. Dari media ini kadang mereka menerima informasi baru dan menggugah rasa ingin tahunya. Disisi lain orang tua memiliki perasaan yang berbeda. Bagi orang tua, televisi adalah medium yang memberi segala hal, tetapi juga bisa menjadi monster.
Menurut para pakar, kalau dimanfaatkan dengan benar televisi dapat memberi manfaat. Televisi membawa anak-anak ke dalam dunia yang jauh, menggambarkan hal yang langka, membuat mereka mengenal jenis orang-orang, juga turut merangsang mereka melakukan aktivitas tertentu yang positif.
Televisi memang bagai pisau bermata dua. Bagi orangtua selalu timbul pertanyaan, bagaimana saya tahu program ini bermanfaat kalau saya tidak menyaksikan acaranya ? Bagimana agar acara televisi tidak membelenggu anak-anak dari waktu ke waktu. Anak-anak hanya punya satu pikiran tentang menonton televisi : senang.
Penting untuk dipahami bahwa sikap orangtua terhadap televisi akan mempengaruhi perilaku anaknya. Oleh karena itu, orangtua diminta membuat batasn untuk dirinya terlebih dahulu sebelum membuat batasan untuk anak-anaknya. Biasanya orangtua menonton televisi dikala lelah atau bosan dengan kegiatan rumah. Bila kejenuhan tidak selalu dilampiaskan dengan menikmati televisi, si anak akan tahu bahwa ada banyak cara beraktivitas selain menonton televisi.
Hal kedua yang perlu diperhatikan adalah kalau ingin membuat batasan maka si anak harus diikutsertakan. Batasan harus ditetapkan menyangkut apa, kapan dan seberapa banyak acara televisi yang ditonton. Maksudnya agar anak menjadikan menonton televisi sebagai pilihan semata, bukan kebiasaaan. Dalam hal ini video kaset bisa berguna. Acara yang disukai bisa direkam lalu ditonton kembali pada saat yang sudah ditentukan. Dengan cara ini anak dibatasi, karena mereka hanya menyaksikan apa yang ada di rekaman.
Materi yang ditonton merupakan hal terpenting sebab itu menyangkut masalah kekerasan, adegan seks, dan bahasa kotor ynag kerap terkandung dalam suatu acara. Terkadang ada acara yang bagus karena memberi pesan tertentu, tetapi di dalamnya ada bahasa yang kurang sopan atau adegan seperti pacaran, rayuan yang kurang cocok untuk anak.
Oleh karena itu sebaiknya orangtua sudah terlebih dahulu mengetahui isi acara yang akan ditonton anak. Dalam hal ini usia dan kedewasaan anak harus menjadi pertimbangan. Orangtua sebaiknya bisa memberi penjelasan sesuai usia anak, kalau tiba-tiba muncul adegan “menjurus” ketika sedang menonton televisi.
Kekerasan saat ini bagai sudah menyatu dengan tontonan televisi. Ini bukan hanya pada film kartun, film lepas, serial dan sinetron. Adegan kekerasan juga tampak pada hampir semua berita lewat penayangan korban-korban dengan kondisi mengenaskan.
Masalah bahawa perlu diperhatikan orangtua. Setidaknya agar anak tahu mengpa suatu kata yang kurang sopan diucapkan. Bisa saja orangtua menjelaskan itu ungkapan atas suatu keadaan khusus. Meskipun dalam tontonan, frekuensinya lebih untuk mencapai efek tertentu.
Pertanyaan berapa banyak dan kapan waktu yangpaling tepat untuk dihabiskan anak di depan pesawat televisi, bukan hal yang mudah ditentukan. Waktu-waktu istirahat, sore hari atau sesudah makan malam bersama bisa dipergunakan untuk menonton. Namun iini semua tegantung pada cara yang dipilih sebuah keluarga untuk menghabiskan waktu mereka bersama.
Anak yang sudah sekolah harus dibatasi aktivitas menontonnya. Misalnya hanya boleh menonton setelah mereka mnyelesaikan semua PRnya dan sudah belajar. Berapa jam persisnya ? Menurut Jane Murphy dan Karen Tucker , sebaiknya tidak lebih dari dua jam sehari, itu termasuk bermain komputer dan video games. Untuk anak yang belum bersekolah dan sering ditinggal orangtuanya, porsinya mungkin bisa lebih banyak.
Menetapkan batasan tentang apa, kapan, seberapa banyak menonton acara televisi juga mengajarkan pada anak bahwa mereka harus memilih (acara yang paling digemari), menghargai waktu dan pilihan, serta menjaga keseimbangan kebutuhan mereka.
Agar sasaran tercapai, disiplin dan pengawasan orangtua mutlak diperlukan. Kalau tidak diberi perhatian, anak-anak akan menjadi raja bagi diri mereka di rumah. Kapanpun televisi akan dihidupkan, meski barangkali yang dia tonton bukan acara kesukaannya. Dalam hal ini, satu-satunya tujuan anak adalah mengisi kesepian. Unsur pengawasan ini sering menjadi titik lemah orang tua yang sibuk bekerja di luar rumah.

3. Bila TV Menjadi Nakhoda Rumah Tangga Anda
Begitu besarnya peran dan daya pikat yang dibuatnya, membuat televisi sering amat dominan dalam kehidupan anak. Bahkan akibat lebih ekstrim televisi dianggap anak-anak sebagai panutan, menggantikan peran orangtua. Persoalannya sebagai orangtua, relakan posisi kita digantikan oleh televis ?
Untuk menghindari aneka hal yang tidak diinginkan di masa datang, sekaligus mengembalikan peran orangtua sebagai panutan dalam keluarga, Australian Children’s Television Action Committee mencoba memberikan pedoman. Pedoman ini dilandasi berbagai penelitian. Pada dasarnya amat diharapkan agar kepada anak dikembangkan sikap aktif dan kritis dalam menonton tayangan TV. Bila program yang disiarkan untuk anak tidak sesuai dengan dunia mereka, jangan ragu untuk menghubungi stasiun televisi.
Tahukah anda ….
· Anak-anak dibawah usia empat tahun menghadapi kesulitan dalam membedakan antara fantasi dan kenyataan.
· Menyaksikan televisi sebelum sekolah dapat menurunkan daya tangkap anak-anak akan pelajaran.
· Banyak anak “dirusak kepekaannya” dan mudah bertindak kasar. Ini merupakan salah satu hasil menyaksikan TV.
· Anak-anak yang menyaksikan TV tanpa kontrol dapat dikaitkan dengan meningkatnya kekerasan dan perilaku agresif, dan prestasi akademik yang jelek.
· Film-film kartun juga sering menyuguhkan kekerasan. Beberapa diantaranya bahkan didominasi oleh adegan kekerasan.
· Berita-berita yang disuguhkan televisi sering hanya merupakan katalog tindakan kekerasan yang dapat menyebabkan ketakutan dan kebingungan di antara anak-anak.
Akibat lebih jauh …Terlalu sering menyaksikan kekerasan, menimbulkan :
· Perilaku agresif.
· Anak menjadi kurang kooperatif dan sensitif terhadap yang lain.
· Anak mempunyai keyakinan bahwa segala persoalan hanya bisa “diselesaikan” lewat kekerasan.
· Anak percaya bahwa dunia televisi menghadirkan dunia nyata, bikan fantasi. Anak-anak menjadi lebih takut.
Apabila sebagian besar waktu anak dihabiskan di depan pesawat televisi, bisa dipastikan
· Anak tidak akan mendengarkan bila anda berbicara kepadanya, anak tidak mau berbicara dengan anda, dan anak sulit mengekspresikan diri.
· Mereka sering meniru kekerasan “pahlawan TV” dan perilakunya.
· Mereka sering meminta hal-hal yang diiklankan di TV.
· Bila bermain, mereka lebih sering agresif daripada kreatif dan konstruktif.
· Mereka akan menemui kesulitan dalam berbaur dengan ank-anak lainnya.
· Mereka bisa jadi “tidak mampu” mendengarkan cerita dan mengembangkan kebiasaan membaca.
· Anak sulit tidur karena berkaitan dengan ketakutan akan kekerasanyang ditmapilkan di TV.
· Mereka mengharapkan pemecahan segera, tidak mau menemui aneka masalah.
Segi positif
Meski TV mengandung sejumlah unsur negatif, ia mempunyai unsur positif. Televisi dapat menjadi bagian kecil dari keseimbangan hidup anak. Yang penting, anak perlu mempunyai waktu cukup untuk bermain dengan teman-teman dan mainannya, mempunyai waktu cukup untuk membaca cerita dan istirahat/ tidur, mempunyai waktu untuk berjalan-jalan dan menikmati makan bersama keluarga. Anak-anak umumnya senang belajar dengan melakukan berbagai hal, baik sendiri maupun dengan orangtua. Untuk itu para oarngtua diharapkan mau :
· Membaca dan memilih acara-acara TV yang dihadirkan media massa. Bila ada program yang dinilai kurang cocok, jangan nyalakan pesawat TV.
· Beranikan diri hanya memberi video games yang mengandung unsur pendidikan dan mempromosikan nilai-nilai sosial maupun moral.
· Ajarilah anak-anak untuk mematikan TV, bila program yang dipilih sudah berakhir.
· Ajaklah anak-anak membuat aturan yang masuk akan seperti :
a. batasan-batasan waktu untuk menyalakan TV,
b. tidak boleh nonton TV sebelum menyelesaikan tugas-tugas sekolah,
c. tidak menonton TV sambil makan,
d. tidak menonton TV sebelum berangkat sekolah,
· Cobalah memilih, melihat, mendiskusikan bersama anak anda mengenai program yang dipilih.
· Dalam menyaksikan TV, usahakan anda terlibat didalammnya.
· Hubungkan program-program TV yang disaksikan dengan pengalaman-pengalaman anak anda.
· Jelaskan kepada anak-anak mengenai maksud iklan-iklan yang ditayangkan dan cara-cara yang digunakan untuk menjual produk.
· Di sekolah anak anda sering mendapat “tekanan” dari teman-teman untuk menyaksikan program tertentu. Mungkin anda bisa menyaksikan program itu bersama anak anda dan coba jelaskan mengapa program ini tidak pantas ditonton. Dukunglah anak anda untuk berani menentang tekanan-tekanan itu.
· Berbicara bersama sebagai satu keluarga mengenai program-program TV, termasuk iklan, dapat memberikan sejumlah keuntungan untuk mendiskusikan nilai-nilai yang anda kehendaki.

Kesimpulan
Televisi sebagai media massa elektronik yang dapat dipirsa masyarakat berbagai usia termasuk anak-anak mempunyai pengaruh positif dan negatif. Anak-anak pada umumnya masih belum mampu membedakan dunia nyata dalam kehidupan dan dunia imajinasi yang dilihatnya di TV, hampir semua stasiun-stasiun TV tidak mengindahkan UU Penyiaran yang mengatur isi siaran, jam siaran, frekuensi siaran, dll yang menjamin keamanan “siaran” bagi anak-anak, sehingga orangtua wajib memperhatikan dan mendampingi anak-anak dalam menonton TV.

HATI-HATI !
ACARA TELEVISI SEBAGIAN BESAR ADALAH HASIL KHAYALAN MANUSIA (DONGENG) YANG PENGARUHNYA LUAR BIASA BAGI PIKIRAN MANUSIA

1 komentar:

Indonesia Kids mengatakan...

Mo kasih informasi berkenaan dengan kenakalan anak dalam keluarga dan tips dalam membangun kualitas anak.

Bahwa Nanny Stella bintang dari Nanny 911, akan datang ke Indonesia memberikan seminar berjudul : Helping families achieve their full potential

Seminar cukup besar karena diadakan di JITEC Mangga Dua Square Jakarta pada tanggal 5 Desember 2009

Untuk info lengkap bisa kontak ke : 021 - 5695 6060 atau klik aja : http://my-ticketstation.com