MATHEMATICS QUANTUM LEARNING : UPAYA
MENGEMBANGKAN SECARA HOLISTIK KEMAMPUAN MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA *
Scolastika Mariani
Jurusan Matematika FMIPA UNNES
ABSTRAK
Pengembangan kemampuan siswa/mahasiswa secara holistik (menyeluruh dan utuh) merupakan idealisme pendidikan yang selama ini kurang diperhatikan, beberapa dasa warsa pendidikan di Indonesia lebih menekankan aspek kognitif sehingga terbentuklah manusia yang hebat kognitifnya tapi rendah afektifnya.
Artikel ini ditulis berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang menerapkan strategi perkuliahan Mathematics Quantunm Learning yang berupaya meningkatkan kemampuan mahasiswa secara utuh meliputi : antusiasme dan kinerja baik mahasiswa maupun dosen, teknik evaluasi dan umpan balik yang mampu mengungkap kualitas belajar mahasiswa secara holistik, kreativitas mahasiswa dalam memunculkan permasalahan dan atau menyelesaikan masalah/ soal, kesukaan mahasiswa untuk belajar matematika.
Antusiasme dan kinerja baik mahasiswa maupun dosen diungkap dengan angket dan dianalisis secara diskriptif , teknik evaluasi dan umpan balik yang mampu mengungkap kualitas belajar mahasiswa secara holistik diungkap dengan pemberian penugasan membuat peta konsep lambang, kreativitas mahasiswa dalam memunculkan permasalahan dan atau menyelesaikan masalah/ soal diukur dengan tes/ soal dan dianalisis peningkatannya dengan uji-t , kesukaan mahasiswa untuk belajar matematika diungkap dengan angket dianalisis secara deskriptif kuantitatif.
Hasil penelitian sebagai berikut : (1). Sebagian besar mahasiswa suka dan butuh belajar kelompok, (2). tanpa kerjasama dan campur tangan dosen , mereka tidak berinisiatif membentuk kelompok belajar, (3). sebagaian besar melakukan kegiatan lain selama belajar terutama mendengarkan musik , jenis musik yang dipilih terbanyak lagu lembut dan pop, (4). rata-rata mahasiswa belajar 2.34 jam sehari, (5). Rata-rata IPK = 2.83, (6). Mean tes I ¹ Mean tes II, Mean tes II ¹ Mean tes III, Mean tes I = Mean tes III (semuanya dalam arti statistik, (7). Mahasiswa masih kesulitan dan menganggap tidak praktis belajar dengan membuat peta konsep lambang, karena mereka belum terbiasa, (8). Keterlibatan dosen pengampu dan mahasiswa selama perkuliahan baik, terutama mahasiswa yang menjadi ketua kelompok Jigsaw, sangat bertanggung jawab dan sungguh-sungguh.
Kata Kunci : Mathematics Quantum Learning.
A. PENDAHULUAN
Proses pembelajaran di hampir semua jenjang pendidikan hanya memusatkan perhatiannya pada kemampuan otak kiri peserta didik. Sebaliknya kemampuan otak kanan kurang ditumbuhkembangkan dan bahkan dapat juga dikatakan tidak pernah dikembangkan secara sistematis. Kondisi itu menyebabkan pendidikan nasional tidak mampu menghasilkan orang-orang yang mandiri, kreatif, memiliki self awareness, dan orang-orang yang mampu berkomunikasi secara baik dengan lingkungan fisik dan sosial dalam komunitas kehidupannya. Akibatnya dilihat dari tingkat pendidikan tinggi, pengangguran sarjana yang secara formal termasuk kelompok “terdidik” semakin meluas. Sebagai gambaran, berikut ini dapat dibandingkan kemampuan otak kiri dan otak kanan.
PROSES DI BELAHAN KIRI
PROSES DI BELAHAN KANAN
1. Tertarik pada proses penemuan yang bersifat bagian-bagian dari suatu komponen.
1. Tertarik pada proses pengintegrasian dari bagian-bagian suatu komponen menjadi satu kesatuan yang bersifat utuh dan menyeluruh..
2. Proses berpikir analitis.
2. Proses berpikir yang bersifat relasional, kontruksional, dan membangun suatu pola.
3. Proses berpikir yang mementingkan tata urutan secara sekuensial dan serial.
3. Proses berpikir simultan, dan paralel.
4. Proses berpikir temporal, terikat pada waktu kini.
4. Proses berpikir lintas ruang, tidak terikat pada waktu kini.
5. Proses berpikir verbal, matematis, notasi musikal.
5. Proses berpikir yang bersifat visual, lintas ruang , musikal.
Sumber : Linda V. William, 1983.
Praksis pendidikan dari tingkat sekolah dasar hingga sekolah lanjutan telah jauh menyimpang dari prinsip children oriented. Sebaliknya, proses pendidikan lebih diwarnai oleh prinsip subject matter oriented. Akibatnya pengembangan kepribadian anak sejak dini hingga remaja dan menjelang dewasa terabaikan. Tidak heran jika hingga dewasa kondisi ini tetap tidak berubah. Sentuhan rasa, sikap dan nilai-nilai sebagai tiga komponen afektif tidak pernah disemaikan pada peserta didik. Anak-anak diberondong oleh informasi kognitif yang tidak relevan dengan kebutuhan dan tahap perkembangan psikologis dan fisik anak. Jika kita pinjam istilah Paulo Freire (1972) dalam (Suyanto 2000), praksis pendidikan telah memenuhi karakteristik untuk disebut sebagai banking system of education, padahal sistem ini tidak mampu membebaskan anak dari ketertindasan, bahkan karakteristik ini dapat ditemui secara luas pada praksis pendidikan di Perguruan Tinggi. Segala inovasi (dilandasi keprihatinan) atau lawannya stagnasi (dilandasi ke-cuek-an) LPTK sebagai produsen guru / pendidik akan berdampak sangat luas, meskipun pilihan-pilihan itu diterapkan di kelas-kelas (sangat mikro) di LPTK. Tidak berlebihan jika peneliti mencobakan model pembelajaran yang populer diterapkan di luar negeri yaitu Quantum Learning pada proses perkuliahan di Prodi Pendidikan Matematika. Tidak mungkin membebankan tugas pemekaran ranah afektif hanya pada guru-guru Bimbingan Konseling yang jarang masuk kelas, dan jarang mendapatkan “pasien” yang datang dengan sukarela, biasanya dipanggil dengan “kartu kuning” atau “kartu merah” setelah berbuat kesalahan. Marilah dicobakan mewarnai setiap pelajaran di SD maupun sekolah lanjutan dengan mengupayakan pengembangan ranah afektif (melibatkan rasa-sikap-nilai-nilai) , belajar dengan semangat dan bergembira. Dan bagaimana para guru dapat menghayati proses pembelajaran yang demikian jika pada saat di bangku kuliah mereka tidak pernah mengalaminya ?
Substansi pendidikan dasar dan menengah hendaknya mengacu pada pengembangan potensi dan kreativitas siswa dalam totalitasnya. Demikian juga hendaknya di Perguruan Tinggi, khususnya pada subyek penelitian ini yaitu mahasiswa-mahasiswa Pendidikan Matematika UNNES yang kelak menjadi guru. Harapannya biarlah mahasiswa-mahasiswa ini menjadi guru yang kapasitasnya terkembang secara total sehingga dapat pula menerapkannya pada siswa-siswanya kelak. Jangan menjadi guru matematika seperti guru matematika jaman dulu, “mengerikan” dan “menakutkan”. Penelitian ini ingin mencobakan teknik-teknik / metode Quantum Teaching yang memfasilitasi terjadinya Quantum Learning seperti yang dipraktekkan Bobbi DePorter dan Mike Hernacki dalam program camp-nya yang terkenal dan berhasil di Amerika yaitu SuperCamp (Bobbi DePorter & Mike Hernacki, 1999 dan Bobbi DePorter, Reardon & Nourie, 2000), seperti yang ditulis Gordon Dryden dalam Revolusi Cara Belajar, hasil rapor SuperCamp : 68% motivasi meningkat, 73 % nilai meningkat, 81% menjadi lebih percaya diri, dll. (Dryden, 2001. h. 432). Dalam penelitian ini metode Quantum Teaching dimodifikasi untuk pembelajaran matematika di Perguruan Tinggi dengan segala sarana, prasarana, kondisi dan kemampuan yang ada yang memungkinkan untuk diterapkannya Mathematics Quantum Learning di ruang-ruang kelas secara berkelanjutan meskipun penelitian ini sudah selesai.
Proses pengajaran dan pembelajaran yang efektif merupakan hal yang terlalu kompleks dan rumit untuk dapat dikonsepsikan dan dibentuk paradigmanya secara tunggal dan universal. Karena para siswa/mahasiswa merupakan insan yang unik, mereka tidak dapat diperlakukan seperti benda mati yang dapat dikendalikan semaunya oleh pihak lain tanpa berontak secara aktif destruktif atau pasif apatis. Mereka memiliki minat, bakat, keinginan, motivasi dan latar belakang sosial ekonomi yang berbeda. Perbedaan ini memiliki implikasi pada sulitnya membuat rumusan atau strategi belajar mengajar yang paling efektif untuk mendidik dan mengajar para siswa/mahasiswa secara komprehensif, integratif dan simultan mencakup berbagai aspek. Sehingga dengan segala keterbatasan desain Mathematics Quantum Teaching yang bahan bakunya diimpor tidak dapat sesempurna aslinya tetapi diupayakan mendekati, , mengingat keberadaan Perguruan Tinggi di Indonesia khususnya UNNES dan segala komponennya juga berbeda.
B. PERMASALAHAN
Dari uraian di atas dirumuskan beberapa permasalahan yaitu :
1. Mengembangkan model perkuliahan yang tidak hanya mengembangkan ranah kognitif dan penguasaan materi kuliah saja, tetapi juga ranah afektif dan psikomotor secara seimbang.
2. Perlu dicoba merealisasikan model pembelajaran Mathematics Quantum Learning pada pembelajaran matematika di Prodi Pendidikan Matematika UNNES sebagai solusi alternatif masalah No. 1.
3. Meningkatkan kreativitas siswa/mahasiswa dalam memunculkan permasalahan dan atau menyelesaikan masalah/ soal.
4. Meningkatkan kesukaan siswa/mahasiswa untuk belajar matematika.
C. PEMBAHASAN MASALAH
1. Quantum Learning
Quantum Learning adalah metode belajar temuan Dr. Georgi Lozanov, seorang pendidik berkebangsaan Bulgaria yang bereksperimen dengan apa yang disebut suggestology atau suggestopedia. Prinsipnya adalah bahwa sugesti adalah dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detail apapun menghasilkan sugesti positif atau negatif. . Beberapa teknik yang digunakannya untuk memberikan sugesti positif adalah membuat siswa/mahasiswa secara nyaman, memasang musik latar di dalam kelas, meningkatkan partisipasi individu, menggunakan tulisan atau gambar yang yang menarik untuk memberi kesan bagus sambil menonjolkan informasi dan menyediakan pendidik-pendidik yang terlatih dalam seni pengajaran sugestif. (DePorter & Hernacki, 2002, h. 14).
Istilah lain yang dapat dipertukarkan dengan suggestology adalah “pemercepatan belajar” (accelerated learning). Pemercepatan belajar didefinisikan sebagai “memungkinkan siswa/mahasiswa untuk belajar dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang normal dan disertai kegembiraan” (DePorter & Hernacki, 2002, h. 14). Cara ini menyatukan unsur-unsur yang tampaknya tidak mempunyai persamaan yaitu : hiburan, permainan, warna, cara berpikir positif, kebugaran fisik dan kesehatan emosional. Namun semuanya ini bekerja bersama untuk menghasilkan pengalaman belajar yang efektif.
Quantum Learning juga didefinisikan sebagai “interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya” , semua segi kehidupan adalah energi. Tubuh kita secara fisik adalah materi. Tujuan pembelajar adalah meraih sebanyak mungkin cahaya : interaksi, hubungan , inspirasi agar menghasilkan energi cahaya. Quantum Learning menggabungkan suggestology, pemercepatan belajar, neurolinguistik (strategi otak dalam mengatur informasi) dan konsep-konsep strategi belajar yang lain yaitu : teori otak kiri/ kanan, teori otak triune (three in one), pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestetik), teori kecerdasan ganda, pendidikan holistik (menyeluruh), belajar berdasarkan pengalaman, belajar dengan simbol (metaphoric learning), simulasi/ permainan.
2. Perkembangan Kecerdasan
Agar kecerdasan berkembang dengan baik, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi yaitu : struktur syaraf bagian bawah harus cukup berkembang agar energi dapat mengalir ke tingkat yang lebih tinggi, orang harus merasa aman secara fisik dan emosional dan harus ada model untuk memberikan rangsangan yang wajar. Kemampuan linguistik muncul ketika bayi masih dalam rahim, jika seorang bayi/ anak selalu mendengar suatu bahasa setiap saat selama tujuh tahun pertama hidupnya, maka kecerdasan linguistiknya akan menjadi aktif. Dalam tahun-tahun pertama hidupnya fungsi motor sensorik bekerja, dicapai melalui kontak langsung dengan lingkungannya. Pada usia satu sampai dua tahun otak motor sensorik sudah cukup berkembang dan ketika sistem emosional kognitif mulai bekerja, perilaku bayi/ anak berubah hampir setiap malam. Perilaku baru ini umumnya dikenal dengan sebagai “ dua tahun yang mengerikan” (the terrible twos) dan mengkhawatirkan orang tua di seluruh dunia. Namun penting bagi anak untuk melalui perkembangan emosional kognitif ini dengan baik untuk meningkat ke kecerdasan lebih tinggi pada neokorteks. Melalui bermain, menirukan, membacakan cerita, dan aktivitas bermain yang imajinatif lainnya adalah cara untuk mengembangkan kemampuan metaforis dan simbolis yang merupakan dasar semua pendidikan yang lebih tinggi. Pada usia 4 tahun, struktur neuro motor sensorik dan kognitif emosional berkembang 80 %. Setelah itu alam berpengaruh mengalirkan energi untuk bergerak ke cara berpikir yang lebih tinggi. Inilah waktunya ketika kecerdasan lain terbuka untuk berkembang, jika dirawat dengan benar semuanya akan berkembang. Jika orang terancam atau tidak ada contoh maka kecerdasan-kecerdasan ini akhirnya akan mandek pada usia sekitar tujuh tahun.
3. Menciptakan Minat
Dalam banyak situasi, menemukan “Apa manfaatnya bagiku ?” sama dengan menciptakan minat dalam mempelajari sesuatu dengan menghubungkannya dengan “dunia nyata” , seorang pembelajar harus dapat mencari cara untuk menjadikannya berarti bagi hidupnya sendiri. Menciptakan minat mudah untuk beberapa hal dan sulit untuk hal-hal yang lain. Menciptakan minat juga mempunyai keuntungan intrinsik, ketika seseorang menciptakan minat pada suatu subyek maka kerap kali ia akan mendapati bahwa minat ini akan membawa kepada minat baru di bidang lainnya dan seterusnya, sehingga akan membawa pembelajar memasuki lebih dalam suatu bidang ilmu/ pengetahuan dengan penuh semangat. Orang yang berhasil menciptakan minat pada suatu hal akan menjadi seorang “pembelajar seumur hidup”, “pembelajar aktif” dan seorang “pencari”, mulailah pencarian ilmu.
Mathematics Quantum Learning
Mathematics Quantum Learning yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran matematika yang menerapkan prinsip-prinsip Quantum Teaching seperti yang telah dibahas sebelum ini dengan tetap memperhatikan kemampuan dan segala fasilitas yang dapat dilakukan mahasiswa dan lembaga pendidikan . Realisasinya adalah sebagai berikut :
a. menciptakan suasana rileks dan nyaman dengan memutarkan musik barok atau klasik pelan-pelan selama proses belajar mengajar,
b. perkuliahan secara klasikal dengan menyampaikan konsep-konsep informatif menggunakan OHP/LCD dengan program power point , usahakan menarik perhatian mahasiswa dengan gambar kartun yang berhubungan dengan materi perkuliahan, atau menyisipkan joke-joke ringan,
c. diskusi kelompok untuk membahas soal-soal yang diberikan dosen atau yang dibuat mahasiswa sendiri dan meningkatkan partisipasi mahasiswa dengan mengorkestrasi keadaan ruang kelas, yaitu pengaturan tempat duduk sesuai dengan metode perkuliahan yang diterapkan, dll,
d. meningkatkan motivasi dan minat dengan menceritakan kegunaan materi yang akan dipelajari dalam kehidupan sehari-hari dan hubungannya dengan ilmu lain atau topik matematika lain, memberi nama, lambang atau kata kunci untuk konsep, model, rumus matematika yang sulit diingat, memberi kesempatan bagi mahasiswa untuk menunjukkan bahwa mereka tahu dengan cara mengajukan pertanyaan klasikal atau individual atau menyuruh beberapa mahasiswa maju mengerjakan di papan tulis, menunjukkan pada mahasiswa cara-cara mengulang dan belajar sendiri di rumah, memberikan pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, pemerolehan ketrampilan dan pengetahuan serta kesuksesan yang dicapai.dengan point nilai, hadiah kecil atau pujian,
e. meningkatkan daya ingat dan pemahaman dengan menggunakan media dan paket program komputer yang sesuai dengan materi,
f. meningkatkan daya dengar orang dengan mengikuti prinsip-prinsip komunikasi ampuh , memperhatikan tinggi rendah suara, cepat-lambat, tekanan suara, mimik, dll,
g. meningkatkan kehalusan transisi mempengaruhi perilaku mahasiswa melalui tindakan dosen.
Menguji sejauh mana penguasaan mahasiswa dan wawasan mahasiswa terhadap materi kuliah yang dipelajari dengan menggunakan peta konsep lambang.
Peta Konsep Lambang
Strategi ini merangsang mahasiswa mensintesis konsep-konsep dan hubungan antar konsep dengan gambar/ lambang dan diagram, yang setiap relasi dihubungkan dengan garis panah (mata satu atau mata dua). Tujuan metode pembelajaran ini adalah :
a. mengembangkan kemampuan menggambarkan kesimpulan-kesimpulan yang masuk akal,
b. mengembangkan kemampuan mensintesis dan mengintegrasikan informasi atau ide menjadi satu,
c. mengembangkan kemampuan berpikir secara holistik untuk melihat keseluruhan dan bagian-bagian,
d. mengembangkan kecakapan, strategi, dan kebiasaan belajar yang menyenangkan,
e. belajar memahami perspektif matakuliah,
f. mengembangkan suatu keterbukaan terhadap ide baru,
g. mengembangkan kapasitas untuk memikirkan kemandirian. (Hisyam, 2002 : 173)
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
Tentukan topik/ Pokok Bahasan yang telah dipelajari mahasiswa dan akan dinilai penguasaan mahasiswa terhadap bahan tersebut.
Meminta mahasiswa melakukan brain storming tentang semua konsep atau wacana itu sebanyak mungkin dan memberi lambang tertentu untuk setiap konsep, misal : konsep populasi dengan lambang “orang lengkap”, konsep sampel dengan lambang “kepala orang”, konsep analisis korelasi dengan rantai, dll, yang nantinya di bagian bawah peta konsep diberi keterangan-keterangan tersebut. Perwakilan konsep dengan lambang akan membuat peta konsep lebih menarik dan mudah diingat.
Meminta mahasiswa memilih 10-12 konsep-konsep utama dari sekitar 15 atau lebih konsep.
Meminta mahasiswa menuliskan konsep-konsep utama beserta lambangnya di atas kartu-kartu secara terpisah.
Kemudian meminta mahasiswa membuat satu diagram yang menunjukkan saling hubungan antar lambang (sebenarnya konsep) bisa dalam bentuk lingkaran atau peta sesuai kreativitas mahasiswa dan relasi yang ada. Dapat pula meletakkan konsep yang paling utama di tengah.
Minta mahasiswa menuliskan satu kata pada garis hubung/ garis panah untuk menunjukkan bentuk/fungsi hubungan.
Setelah mahasiswa selesai mengerjakan tugas ini, dosen mengumpulkannya dan melakukan evaluasi dengan kriteria yang telah dibuat.
7. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang mencoba menerapkan pembelajaran Mathematics Quantum Learning.
a. Setting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Jurusan Matematika Prodi Pendidikan Matematika Universitas Negeri Semarang pada Mata Kuliah Probabilitas.
b. Variabel Penelitian
Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah : (1) antusiasme dan keterlibatan mahasiswa selama perkuliahan, (2) antusiasme dan kinerja dosen selama proses perkuliahan, (3) pelaksanaan dan hasil evaluasi belajar mahasiswa dengan hasil peta konsep lambang buatan mahasiswa, (4) kreativitas mahasiswa dalam memunculkan permasalahan dan atau menyelesaikan masalah/ soal, (5) kesukaan mahasiswa untuk belajar matematika/ materi kuliahnya.
c. Rencana Tindakan
Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri atas 3 siklus. Tiap siklus dilaksanakan dengan batas terselesaikannya satu Pokok Bahasan sesuai dengan kurikulum dan SAP untuk kelas tersebut. Secara lebih rinci rencana tindakan dapat dijabarkan sebagai berikut :
1) Persiapan
a). Menelaah karakteristik unit-unit materi dalam Pokok Bahasan yang akan diajarkan.
b). Perkuliahan klasikal materi/ konsep informatif dengan prinsip-prinsip Quantum Learning.
c). Membagi kelas dalam kelompok-kelompok diskusi 4 atau 5 orang per kelompok dan dipilih seorang koordinator kelompok.
d). Menyusun skenario perkuliahan dengan prinsip-prinsip Quantum Learning.
e). Menyiapkan media, alat bantu, dll, yang dibutuhkan.
f). Menyiapkan 3 instrumen penelitian, yaitu :
g). Membuat rambu-rambu indikator untuk angket.
h). Mendesain Tes Pemecahan Masalah Materi Probabilitas yang dibuat sendiri, untuk mengungkap ada tidaknya peningkatan kreativitas pemecahan masalah mahasiswa.
2) Pelaksanaan Tindakan
a). Memberikan pengarahan tentang belajar Quantum Learning dan menekankan bahwa mahasiswa untuk menerapkan apa yang mereka alami untuk siswa-siswanya kelak jika mereka jadi guru dan cara-cara diskusi kelompok kepada mahasiswa.
b). Mahasiswa aktif dalam perkuliahan klasikal, dosen banyak menggunakan metode tanya jawab.
c). Dosen membagikan soal/ lembaran tugas.
d). Diskusi kelompok mahasiswa dengan organisasi kelas yang menyenangkan.
e). Kelompok menyerahkan hasil kerjanya kepada dosen.
f). Dosen membahas jawaban mahasiswa dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk mengungkapkan kembali pengembangan soal tersebut untuk melihat pemahaman mahasiswa yang lain.
g). Dosen memberikan pos tes secara individual.
h). Mahasiswa membuat peta konsep semenarik mungkin (dengan warna-warna dan lambang-lambang).
i). Dosen menilai pos tes dan hasil peta konsep mahasiswa.
3) Observasi
Pada tahap ini dilakukan proses observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan 2 macam pedoman observasi seperti yang disebutkan diatas dan untuk melengkapi informasi tentang hal-hal yang tidak terungkap dari hasil observasi digunakan learning-log dan teaching- log.
4). Refleksi
Hasil yang diperoleh pada tahap observasi dikumpulkan, didiskusikan, dianalisis, dan dievaluasi oleh peneliti, kemudian melakukan refleksi diri (Tim Peneliti) tentang berhasil tidaknya tindakan yang telah dilakukan, faktor-faktor pendukung, penghambat, dari aspek internal dan eksternal dosen dan mahasiswa. Kemudian untuk siklus berikutnya diadakan perbaikan atau peningkatan pengajaran dan lain-lain secara kualitas dan kuantitas berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi.
5). Cara Pengambilan Datadan Analisis Data
a). antusiasme dan keterlibatan mahasiswa selama perkuliahan dan kinerja dosen diungkap dengan angket, dianalisis secara deskriptif kuantitatif.
b). pelaksanaan dan hasil evaluasi belajar mahasiswa dengan hasil peta konsep lambang buatan mahasiswa diungkap dengan penugasan membuat peta konsep lambang,
c). kreativitas mahasiswa dalam memunculkan permasalahan dan atau menyelesaikan masalah/ soal diukur dengan menggunakan pre-tes dan pos-tes kemampuan kognitif, diuji validitasnya dengan validitas isi, dianalisis dengan uji statistik- t.
d). kesukaan mahasiswa untuk belajar matematika/ materi kuliahnya diungkap dengan angket, dianalisis secara deskriptif.
D. PENUTUP
Kesimpulan
a. Tentang Cara Belajar :
51.8 % menyukai belajar kelompok, 22.2 % menyukai belajar sendiri, 22.2 % belajar sendiri dulu kemudian belajar kelompok jika ada kesulitan atau untuk mencocokkan hasil. Sebagian besar diantara yang menyukai belajar sendiri mereka adalah mahasiswa yang tergolong pandai. Penelitian ini menerapkan belajar kelompok Jigsaw I untuk membantu yang kurang pandai, dan yang tergolong pandai dapat memantapkan pengetahuannya serta belajar bersosialisasi.
b. Tentang Frekuensi Belajar Kelompok :
Belajar kelompok sangat strategis untuk mengupayakan peningkatan kemampuan kelas tetapi tanpa campur tangan dosen mahasiswa ternyata tidak memanfaatkannya secara optimal karena tampak 2.8% tak pernah bel kel, 88.9 % kadang2, dan hanya 5.6% yang sering.
c. Tentang Kegiatan Lain selama Belajar :
Ternyata 8.3% mahasiswa tidak melakukan kegiatan lain selama belajar, 88.9 % melakukan. Dari antara yanmg melakukan : 8.3% sambil ngemil dengan berbagai alasan, 66.7% sambil mendengarkan musik, 11.1% sambil diskusi, 2.8% sambil nonton TV, 2.8 % sambil coret2.
d. Tentang Frekuensi Belajar :
Rata-rata mahasiswa belajar 2.343 jam sehari.
e. Tentang IPK : Rata-rata IPK = 2.83.
f. Tentang Hasil Tes :
Mean Tes 1 = 6.78, Mean Tes 2 = 5.56, Mean Tes 3 = 7.19. Berdasarkan Uji ANOVA : Mean Tes 1 dan Tes 2 berbeda signifikan, Mean Tes 1 dan Tes 3 tidak berbeda dan Mean Tes 2 dan Tes 3 berbeda signifikan. Tes kedua rendah diduga karena pelaksanaan tes tepat setelah liburan Idul Fitri. Tes 1 dan Tes 3 tidak berbeda tetapi jika dilihat sebaran dan diagram kotak garisnya hasil Tes 3 sebaran lebih kecil dan median ditengah2 kotak (diagram simetris) sehingga sedikit lebih baik dibandingkan Tes 1.
g. Tentang Pembuatan Peta Konsep Lambang :
Mahasiswa masih kesulitan membuatnya karena belum terbiasa. Mahasiswa kami ajak ke perpustakaan untuk mencari topik-topik yang terkait dengan peluang kemudian menggambarkan hubungan2 yang ada dan memberi lambang secara kreatif, tujuannya agar mahasiswa tidak hanya belajar secara verbal tetapi juga visual, simultan menyeluruh sehingga tidak mudah lupa dan menumbuhkan semangat.
h. Keterlibatan Dosen Pengampu dan Mahasiswa
Selama perkuliahan keterlibatan dosen dan mahasiswa baik terutama mahasiswa yang menjadi ketua kelompok belajar Jigsaw, sangat bertanggung jawab dan sungguh2.
Saran
Mathematics Quantum Teaching dapat diterapkan dalam berbagai mata kuliah di Prodi Pendidikan Matematika tidak hanya pada matakuliah Probabilitas, tetapi untuk tahap pertama masih dibutuhkan keterlibatan dosen pengampu untuk memotivasi, memfasilitasi dan mengkoordinasi, setelah tampaknya mahasiswa tahu yang harus dilakukan, dosen dapat mengurangi keterlibatannya.
DAFTAR PUSTAKA
Adderly,K.W. & Ashwin, C. 1976. The Use of Project Methods in Higher Education. Society for Research in Higher Education. London.
Brookfield, S. 1984. Adult Learners, Adult Education and the Community. Teacher College Press. New York.
DePorter, Bobbi. & Mike Hernacki. 2002. Quantum Learning. Penerbit Kaifa. Bandung.
DePorter, Bobbi. & Mark Reardon, Sarah Singer Nourie . 2002. Quantum Teaching. Penerbit Kaifa. Bandung.
Dryden, Gordon. & Jeannette Vos. 2001. Revolusi Cara Belajar. Penerbit Kaifa. Bandung.
Hisyam Zaini, Bermawy Munthe, Sekar Ayu Aryani. 2002. Strategi Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi. CTSD. Yogyakarta.
Houle, C. 1961. The Inquiring Mind. University of Madison Press. Madison.
Knowles, M. 1975. Self Directed Learning : A Guide for Learners and Teachers. Cambridge Adult Education. New York.
Kozma, R.B.,Belle, L.W.,Williams, G.W. 1978. Instructional Techniques in Higher Education. Educational Technology Publications. Englewood Cliffs. New Jersey.
Postman, Neil & Charles Weingartner. 2001. Mengajar Sebagai Aktivitas Subversif. Jendela Grafika. Yogyakarta.
Suharsimi Arikunto. 1980. Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi. Rineka Cipta. Jakarta.
Suparna, Paul. , dkk. 2002. Reformasi Pendidikan. Sebuah Rekomendasi. Penerbit Kanisius. Yogayakarta.
Suyanto & Djihad Hisyam. 2000. Refleksi dan Reformasi. Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III. Adicita Karya Nusa. Yogyakarta.
Wen, Sayling. 2003. Masa Depan Pendidikan (Future of Education) . Lucky Publishers. Batam.
Jumat, 21 November 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar