PEMBELAJARAN KREATIF DENGAN KARTU PECAHAN, PERMAINAN DOMINO MATEMATIKA, TEKA-TEKI SILANG DAN MENCONGAK UNTUK PENINGKATAN KETRAMPILAN BERHITUNG PECAHAN SISWA SD
Scolastika Mariani , Kristina Wijayanti, Wardono *
Abstrak
Tulisan ini membahas tentang penerapan permainan dengan kartu pecahan, permainan domino matematika, teka-teki silang, dan mencongak menghasilkan ketrampilan berhitung pecahan pada siswa SD didukung hasil penelitian yang bertujuan mengetahui apakah penerapan permainan-permainan tersebut meningkatkan hasil belajar siswa.
Populasi penelitian adalah siswa kelas V SD di Kecamatan Pedurungan Kodia Semarang. Sampel diambil secara acak kelompok, setiap kelompok eksperimen dan kelompok kontrol 25 murid. Variabel dalam penelitian ini adalah penguasaan ketrampilan berhitung sebagai hasil belajar dengan menggunakan model pembelajaran berhitung dengan permainan kartu pecahan , domino matematika, teka-teki silang, mencongak dan tanpa permainan . Data diambil dengan teknik tes dan dianalisis dengan ANAVA satu arah dan uji lanjut Tukey Pairwise Comparisons dan Dunnett's intervals for treatment mean minus control mean dengan Minitab 11 for windows software.
Hasil penelitian dan kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah : hanya kelompok yang diajar dengan drill Kartu Pecahan dan Teka-teki Silang yang menghasilkan ketrampilan berhitung pecahan yang lebih baik dibandingkan pengajaran tanpa drill permainan. Sehingga disarankan untuk menerapkan drill dengan Kartu Pecahan atau Teka-teki Silang dalam pengajaran ketrampilan berhitung pecahan siswa SD kelas V.
A. PENDAHULUAN
Perhitungan yang menggunakan pecahan sangat banyak banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, dalam matematika maupun dalam ilmu pengetahuan yang lain. Menurut kurikulum Sekolah Dasar (SD) tahun 1994) pecahan diajarkan sejak kelas II sampai dengan kelas VI. Pengertian pecahan mulai dikenalkan di kelas III dan diperdalam di kelas IV dan V. Pecahan dikaitkan dengan bagian dari suatu benda. Pecahan dalam hubungannya dengan garis bilangan dikenalkan sejak kelas III, sedangkan ekuivalensi atau nama-nama suatu pecahan dan mengubah pecahan biasa ke bentuk pecahan campuran atau sebaliknya, mulai dikenalkan di kelas IV. Pecahan dalam bentuk desimal dan persen dipelajari sejak kelas IV. Operasi penjumlahan diajarkan sejak kelas III, operasi perkalian baik perkalian pecahan dengan bilangan asli maupun perkalian pecahan dengan pecahan mulai kelas III serta operasi pengurangan dan pembagian
mulai IV. Di SD pecahan dinyatakan dengan berbagai cara yaitu : pecahan biasa, pecahan campuran, pecahan dalam bentuk desimal dan pecahan dalam bentuk persen.
Beberapa informasi menunjukkan bahwa kemampuan siswa SD dalam mengerjakan operasi hitung pecahan belum memuaskan. Bahkan hal tersebut juga dialami oleh siswa pada tingkat-tingkat klas yang lebih tinggi. Laporan hasil penelitian institusional mahasiswa jurusan matematika FPMIPA IKIP Semarang tahun akademik 1991/1992 terhadap siswa kelas II SLTP Negeri se Kodia Semarang menunjukkan bahwa masih banyak kesalahan yang dilakukan siswa dalam mengerjakan operasi hitung pada pecahan, khususnya pengurangan, perkalian dan pembagian lebih-lebih jika menyangkut bilangan negatif. Hal ini juga didukung oleh laporan hasil penelitian Hardi Suyitno pada tahun 1988 terhadap siswa kelas VI di Wilayah Kabupaten Sleman, menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam mengerjakan operasi hitung pada pecahan masih rendah. Keadaan ini sebenarnya tidak boleh terjadi sebab dengan selesainya siswa mengikuti pelajaran matematika SD, mereka harus telah memiliki kemampuan yang cukup dalam mengerjakan operasi hitung termasuk pada pecahan, karena ketrampilan berhitung merupakan salah satu sasaran pengajaran matematika. Untuk itu diperlukan berbagai upaya untuk menjembatani kesenjangan tersebut, salah satu upaya adalah dengan mencobakan model pengajaran yang kreatif yaitu model pengajaran dengan kartu pecahan, permainan domino matematika, teka-teki silang dan mencongak.
Banyak faktor yang menyebabkan kesulitan bagi siswa SD dalam mempelajari pecahan. Menurut Hardi Suyitno, faktor-faktor itu antara lain :
1. Penguasaan konsep pecahan masih rendah, artinya onsep pecahan belum tertanam dengan baik pada waktu pengajaran berlangsung, hal ini dapat menghambat tercapainya sasaran pengajaran yang lain.
2. Penguasaan konsep pecahan yang sudah baik belum tentu menjamin kemampuan yang tinggi dalam mengerjakan operasi hitung pada pecahan.
3. Pengajaran konsep pecahan khususnya tentang operasi hitung pada pecahan belum menggunakan strategi yang tepat, artinya penyajiannya belum mempertimbangkan prasyarat apa yang diperlukan siswa untuk mempelajari operasi hitung pada pecahan, atau konsep pecahan yang mana yang mempunyai hubungan yang erat dengan kemampuan dalam mengerjakan operasi hitung pada pecahan.
4. Rendahnya ketrampilan siswa dalam mengerjakan operasi hitung pada pecahan mungkin juga disebabkan oleh kurangnya drill yang diberikan guru. Hal ini disebabkan karena guru harus menyelesaikan bahan pelajaran yang banyak sedangkan waktu yang tersedia tidak cukup. Di beberapa SD dijumpai adanya pelaksanaan pengajaran matematika yang kurang memberikan latihan ketrampilan melakukan perhitungan. (Hardi Suyitno, 1988 : 4-5).
B. PEMASALAHAN
Untuk menjembatani kesenjangan tersebut di atas perlu pemecahan beberapa masalah, sebagai berikut : (1) apakah ada perbedaan hasil belajar berhitung pecahan setelah penerapan drill dengan menggunakan kartu pecahan, permainan domino matematika, teka-teki silang, mencongak dan tanpa drill permainan pada siswa kelas V di Pedurungan Kodia Semarang, (2) manakah diantara penerapan drill berhitung pecahan dengan menggunakan kartu pecahan, permainan domino matematika , teka-teki silang dan mencongak yang lebih baik dibandingkan tanpa drill permainan dalam meningkatkan ketrampilan berhitung pecahan siswa SD di Pedurungan Semarang.
C. PEMECAHAN MASALAH
Ketrampilan berhitung pecahan dapat ditingkatkan penguasaaannya dengan banyak latihan atau drill. Jam belajar yang dipakai untuk berlatih paling efektif bila guru mengikuti prinsip-prinsip penciptaan suasana yang baik. Kegiatan yang beragam (bervariasi) akan dapat meningkatkan keefektifan latihan. Meskipun buku pelajaran menjadi sumber bahan latihan utama , guru Sekolah Dasar juga dapat menggunakan kartu pecahan, kartu domino pecahan, teka-teki silang, jaringan pecahan, tebakan bilangan pecahan. Semua itu adalah upaya memberikan keragaman (pengajaran yang bervariasi dan kreatif ) yang diharapkan dapat meningkatkan rasa menyenangi matematika, untuk mengatasi kebosanan siswa dan sekaligus untuk meningkatkan kegairahan siswa dalam belajar matematika.
Pengajaran matematika yang harus diberikan pada para siswa digolongkan dalam 4 kategori penting, keempat kategori itu adalah fakta, konsep, prinsip, dan skill (ketrampilan). Empat kategori tersebut perlu diupayakan cara mengajarkannya yang paling cocok untuk tiap-tiap jenis kategori yang mungkin berbeda. Ketrampilan (skill) matematika adalah ketrampilan mental untuk menjalankan dan menyelesaikan suatu masalah matematika. Pengembangan ketrampilan mental benar-benar diperlukan. Pengembangan skill tersebut harus berdasarkan pengertian lebih dahulu. Jadi tidak semata-mata skill dikembangkan untuk memperoleh ketrampilan mekanis belaka. Skill harus dikembangkan melalui 2 tahap yaitu:
1. mengembangkan pengertian dan prosedur, pada tahap ini penanaman teori diutamakan (fakta, konsep, prinsip yang berhubungan dengan skill tersebut harus dipahami terlebih dahulu). Jadi dalam hal ini ketepatan adalah penting.
2. tahap kedua kecepatan melakukan perhitungan dikembangkan. Pengembangan ini dapat dilakukan dengan memberikan soal-soal yang cukup banyak dengan cara yang beragam. Dengan pengulangan-pengulangan ini akhirnya skill/ ketrampilan dapat diperoleh. (Wong Martin R. dalam Pandoyo, 1984 : 6).
Pada tulisan ini yang dimaksud ketrampilan berhitung pecahan condong pada ketrampilan intelektual berhitung pecahan yaitu ketrampilan dalam hal menyelesaikan soal-soal berhitung pecahan (operasi hitung) meliputi operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian bilangan pecahan. Yang akan diteliti adalah penguasaan ketrampilan berhitung sebagai hasil belajar dengan model pembelajaran kreatif dengan kartu pecahan, permainan domino pecahan matematika, teka-teki silang, jaringan pecahan, dan tebakan bilangan pecahan.
Himpunan bilangan pecahan adalah himpunan bagian dari himpunan bilangan rasional. Bilangan rasional adalah bilangan yang dapat dinyatakan dalam a/b dengan a, b bilangan bulat dan b ¹ 0, a dan b tidak mempunyai akar sekutu. Aturan operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian pada bilangan-bilangan tersebut adalah sebagai berikut :
Operasi penjumlahan : a/b + c/d = (ad/bd) + (bc/bd) = (ad+bc)/bd
Operasi pengurangan : a/b - c/d = (ad/bd) - (bc/bd) = (ad-bc)/bd
Operasi perkalian : a/b x c/d = ac/bd
Operasi pembagian : a/b : c/d = a/b x d/c = ad/bc
Bila ada operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian yang berturut- turut tanpa ada tanda kurung maka operasi perkalian dan pembagian lebih kuat (didahulukan) daripada operasi penjumlahan dan pengurangan. Sedangkan operasi penjumlahan dan pengurangan sama kuat dan yang di dahulukan adalah yang terletak di sebelah kiri. Demikian juga operasi perkalian dan pembagian sama kuat dan yang di dahulukan adalah yang terletak di sebelah kiri.
Untuk meningkatkan penguasaan ketrampilan berhitung guru dapat mengggunakan beberapa cara. Salah satu cara yaitu dengan menggunakan kartu pecahan. Kelebihan penggunaan kartu pecahan adalah :
1. kartu pecahan dapat mengkonkritkan ide-ide abstrak. Hal ini cocok untuk membantu siswa yang baru mampu berpikir melalui benda-benda konkrit (masa konkrit operasional) sehingga siswa akan mengalami keterlibatan intelektual emosional dalam belajar,
2. kartu pecahan dapat memberikan perangsang yang sama, menyamakan pengalaman dan menimbulkan persepsi yang sama kepada siswa-siswa yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda,
3. dapat mengarahkan perhatian siswa kepada satu titik fokus,
4. melalui penggunaan kartu pecahan dalam pengajaran memungkinkan terjadinya interaksi langsung antara guru dengan siswa, sehingga pesan pengajaran yanag di sampaikan guru dapat diterima dengan baik oleh siswa,
5. model dan warna kartu pecahan yang dibuat menarik akan merupakan daya tarik tersendiri bagi siswa sehingga dapat membangkitkan minat siswa dalam belajar matematika. Minat yang besar akan menumbuhkan motivasi belajar yang tinggi. Padahal motivasi merupakan jantungnya proses belajar,
6. kartu pecahan dapat digunakan untuk permainan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan bermain bagi anak serta mampu menimbulkan dan memelihara kegairahan belajar pada anak.
Kartu pecahan yang dipakai dalam permainan ini mempunyai beberapa bentuk, yang mana diantara bentuk-bentuk tersebut dapat dipergunakan dalam pembelajaran bidang studi matematika sub pokok bahasan pecahan. Kegunaan kartu pecahan tersebut antara lain adalah:
1. menanamkan konsep pecahan,
2. menentukan pecahan lain yang sama nilainya (kesamaan pecahan),
3. menentukan hasil penjumlahn dalam pecahan,
4. menentukan hasil perkalian dalam pecahan.
Untuk meningkatkan ketrampilan berhitung siswa SD, guru dapat juga menggunakan permainan yang menarik yang disukai siswa yaitu Kartu Domino Pecahan. Kartu ini terbuat dari kertas karton yang berbentuk persegi panjang berjumlah 28 buah. Kelebihan permainan kartu domino adalah dengan bermain kartu domino pecahan siswa SD akan lebih bersemangat, lebih bergairah dan tak akan bosan untuk berlatih guna meningkatkan penguasaan ketrampilan berhitungnya. Dan yang lebih unggul lagi pada saat permainan kartu domino ini, antara siswa yang satu dengan yang lain sesuai dengan sifat khas psikis anak dalam masa competitive socialisation, mereka akan bersaing keras dalam memperebutkan kemenangan dalam permainan kartu domino matematika ini. Guru matematika yang peka akan menggunakan kesempatan ini untuk mendorong siswa-siswanya dalam bermain kartu domino matematika sekaligua melatih ketrampilan berhitungnya.
Selain yang telah disebut di atas untuk meningkatkan penguasaan ketrampilan berhitung siswa SD, guru dapat menggunakan teka-teki silang, yang merupakan suatu permainan yang mengasikkan. Kegiatan yang dilakukan sebagai berikut : pada awal pelajaran matematika, guru mengatur tempat duduk siswa agar tidak berdekatan, kemudian guru membagi Lembar Teka-Teki Silang. Kelebihan dengan bermain teka-teki silang ini siswa akan merasa senang, lebih asyik dan lebih bergairah dalam belajar matematika sehingga memungkinkan meningkatkan ketrampilan berhitungnya.
Untuk meningkatkan penguasaan ketrampilan berhitung guru dapat menggunakan mencongak. Yang dilakukan pada kegiatan mencongak ini adalah guru memberikan pertanyaan lisan kepada semua siswa di kelas dan dalam waktu yang sudah dibatasi siswa harus menjawab pertanyaan tersebut di kertasnya. Pertanyaan lisan tersebut disampaikan satu persatu dan siswa juga menjawab satu persatu dalam waktu yang sudah ditentukan. Setelah guru selesai memberi pertanyaan lisan dan siswa sudah menjawab di kertas, kemudian hasil pekerjaan siswa dikumpulkan untuk diperiksa guru. Contoh kegiatan mencongak adalah sebagai berikut : Pada awal pelajaran matematika guru mengatur tempat duduk siswa supaya tidak terlalu berdekatan. Kemudian menyuruh siswa mengeluarkan kertas dan alat tulis. Kemudian guru menyampaikan pertanyaan lisan pertama yaitu ½ + 1/3 = ... Siswa diminta menuliskan jawabannya di kertas dalam waktu 1,5 menit dan seterusnya sampai pertanyaan ke sepuluh. Kemudian kertas jawaban siswa dikumpulkan untuk diperiksa dan setelah diperiksa hasilnya dibagikan kepada siswa. Dengan metode mencongak ini guru agak memaksa siswa dengan untuk berlatih ketrampilan berhitung walaupun munhgkin siswa bosan dengan cara ini. Dengan metode ini tak terjadi persaingan yang nyata diantara siswa. Hal ini mungkin membuat siswa tidak senang dengan latihan berhitung seperti ini. Berdasarkan uraian di atas untuk sementara peneliti menganggap “ada perbedaan penguasaan ketrampilan berhitung siswa SD kelas V di Kecamatan Pedurungan yang dalam proses belajar mengajarnya menggunakan model pembelajaran permainan kartu pecahan, domino pecahan, teka-teki silang, mencongak dan pembelajaran tanpa permainan (kelompok Kontrol)”.
Bila dirumuskan secara matematis adalah sebagai berikut :
Ho : m1=m2=m3=m4=m5
H1 : Paling sedikit satu tanda “=” tidak berlaku.
m1 : Mean Kelompok yang diajar dengan permainan Kartu Pecahan
m2 : Mean Kelompok yang diajar dengan permainan Domino matematika.
m3 : Mean Kelompok yang diajar dengan permainan Teka-teki Silang.
m4 : Mean Kelompok yang diajar dengan Mencongak
m5 : Mean Kelompok Kontrol
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswa kelas V SD di Kecamatan Pedurungan Kota Semarang. Teknik Sampling yaitu random sampling diperoleh sampel sebagai berikut : sampel I terdiri 25 siswa SDN Tlogosari Kulon 04 sebagai kelompok Kartu Pecahan (KP), sampel II terdiri 25 siswa SDN Muktiharjo Kidul 03 sebagai kelompok Domino (D), sampel III terdiri 25 siswa SDN Tlogosari Kulon 07 sebagai kelompok Teka-Teki Silang (TS), sampel IV terdiri 25 siswa sebagai kelompok Mencongak (M), sampel V terdiri 25 siswa SDN Kalicari 01 sebagai kelompok Kontrol(K),
Sebelum uji hipotesis, dilakukan uji normalitas dan homogenitas populasi. Digunakan ANAVA untuk menguji perbedaan 5 kelompok di atas (uji perbedaan 5 mean). Jika uji perbedaan tersebut signifikan dilanjutnkan dengan uji Tukey's pairwise comparisons dan Dunnett's intervals for treatment mean minus control mean. Segala macam perhitungan digunakan program Mini-tab.
D. PENUTUIP
1. Simpulan
Dari hasil analisis dan pembahasan Bab V dapat diambil beberapa kesimpulan :
1. Ada perbedaan ketrampilan berhitung pecahan siswa SD di Kecamatan Pedurungan Kodia Semarang setelah diterapkan model pembelajaran pecahan dengan drill Kartu Pecahan, Domino Matematika, Teka-teki Silang, Mencongak dan tanpa drill permainan.
2. Ada peningkatan ketrampilan berhitung pecahan siswa SD di Kecamatan Pedurungan Kodia Semarang setelah diterapkan model pembelajaran pecahan dengan drill Kartu Pecahan, dibandingkan tanpa drill permainan.
3. Tidak ada peningkatan ketrampilan berhitung pecahan siswa SD di Kecamatan Pedurungan Kodia Semarang setelah diterapkan model pembelajaran pecahan dengan drill Domino Matematika dibandingkan tanpa drill permainan.
4. Ada peningkatan ketrampilan berhitung pecahan siswa SD di Kecamatan Pedurungan Kodia Semarang setelah diterapkan model pembelajaran pecahan dengan drill Teka-teki Silang dibandingkan tanpa drill permainan.
5. Tidak ada peningkatan ketrampilan berhitung pecahan siswa SD di Kecamatan Pedurungan Kodia Semarang setelah diterapkan model pembelajaran pecahan dengan drill Mencongak dibandingkan tanpa drill permainan.
2. Saran
1. Untuk meningkatkan ketrampilan berhitung pecahan pada siswa SD disarankan mengajar dengan metode permainan Kartu Pecahan dan Teka-teki Silang.
2. Untuk penelitian lebih lanjut dapat dicobakan model permainan yang berbeda atau menerapkan permainan-permainan tersebut untuk topik lain yang cocok diajar dengan metode permainan.
DAFTAR PUSTAKA
Arief S. Sadiman, dkk. 1994. Media Pendidikan. Depdikbud dan CV Rajawali. Jakarta
Elida Prayitno. 1989. Motivasi dalam Belajar. Depdikbud Dirjen Dikti P2LPTK. Jakarta.
E.T. Ruseffendi. 1989. Dasar-Dasar Matematika Modern dan Komputer untuk Guru. Tarsito. Bandung
Herman Hudoyo. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Depdikbud Dirjen Dikti P2LPTK. Jakarta.
Herman Maier. 1985. Kompendium Dikdaktik Matematika. Remaja Karya. Bandung.
Jamal Abdul Azis. 1994. Pengaruh Penggunaan Kartu Pecahan Terhadap Pemahaman Konsep Pecahan Siswa Kelas III SD. FPMIPA IKIP Semarang. Semarang.
John L. Marks, dkk. 1988. Metode Pengajaran Matematika untuk Sekolah Dasar. Erlangga. Jakarta.
Lisnawaty Simanjuntak, dkk. 1992. Metode Mengajar Matematika I. Rineka Cipta. Jakarta.
Nana Sudjana. 1989. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Sinar Baru. Jakarta.
Pandoyo. 1984. Metode Khusus. FPMIPA IKIP Semarang. Semarang.
Manalu P., dkk. 1980. Strategi Belajar dengan Permainan Matematika. P3G. Jakarta.
Soedjarno, dkk. 1991. Matematika 3a untuk Kelas III Sekolah Dasar. Intan Pariwara. Klaten.
Soemadi Suryabrata. 1981. Psikologi Pendidikan Jilid II. Yogyakarta.
Soepartinah Pakasi. 1985. Anak dan Perkembangannya. Gramedia Jakarta.
Suharsimi Arikunto. 1987. Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Suharsimi Arikunto. 1992. Prosedur Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta.
Winarno Surakhmad. 1984. Pengantar Interaksi Mengajar Belajar. Tarsito. Bandung.
Zainoeddin, dkk. 1986. Matematika 3b untuk SD. Depdikbud. Jakarta.
Jumat, 21 November 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar